Renungan Harian Katolik: Celakalah Engkau Khorazim dan Betsaida
Hari Selasa, 15 Juli 2025, merupakan hari Selasa Biasa XV. Pada hari ini, umat Katolik merayakan peringatan wajib Santo Bonaventura, Uskup dan Pujangga Gereja, serta Santo Yakobus dari Nisiba, Uskup dan Pengaku Iman. Warna liturgi yang digunakan adalah putih, yang melambangkan kebersihan iman dan kesucian.
Bacaan pertama pada hari ini diambil dari kitab Keluaran pasal 2 ayat 1-15a. Cerita ini menceritakan kelahiran Musa, seorang tokoh penting dalam sejarah Israel. Ketika Firaun memerintahkan pembunuhan semua bayi laki-laki keturunan Israel, ibu Musa menyembunyikan anaknya selama tiga bulan. Namun, akhirnya ia membawa bayi itu ke sungai Nil dan meletakkannya dalam peti pandan yang telah dibungkus dengan gala-gala dan ter. Puteri Firaun menemukan bayi itu dan mengizinkan ibunya untuk menyusuinya. Dengan demikian, Musa dibesarkan di istana Firaun, tetapi hatinya tetap dekat dengan bangsanya yang tertindas.
Pada suatu hari, Musa melihat seorang Mesir memukul seorang Ibrani. Ia langsung intervensi dan membunuh orang Mesir tersebut. Tindakan ini menunjukkan keberaniannya, tetapi juga menandai bahwa ia belum siap untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan. Peristiwa ini menjadi awal dari perjalanan Musa menuju tanggung jawab yang lebih besar sebagai pemimpin bangsa.
Dalam bacaan Injil, kita membaca khotbah Yesus tentang kota-kota yang tidak bertobat meskipun telah menyaksikan banyak mukjizat. Yesus berkata, “Celakalah engkau, Khorazim! Celakalah engkau, Betsaida!” Ia menyatakan bahwa jika mukjizat-mukjizat yang dilakukan-Nya di tengah-tengah mereka terjadi di Tirus dan Sidon, maka mereka tentu sudah lama bertobat. Ini menunjukkan bahwa semakin besar berkat dan kesempatan yang diterima, semakin besar pula tanggung jawab untuk merespons dengan iman dan pertobatan.
Santo Bonaventura adalah contoh nyata dari seseorang yang merespons berkat-berkat yang telah diterimanya dengan setia. Sebagai teolog dan filsuf Fransiskan, ia menggunakan karunia intelektualnya untuk mempelajari dan mengajarkan teologi, serta melayani Gereja dengan penuh kasih. Kebijaksanaannya, kerendahan hati, dan cinta kepada Kristus menjadi teladan bagi kita semua.
Refleksi atas renungan ini mengajak kita untuk mempertanyakan diri: Apakah kita menyadari berkat-berkat yang telah kita terima? Apakah kita menggunakan berkat-berkat itu untuk memuliakan Allah dan melayani sesama, ataukah kita menyia-nyiakannya? Bagaimana kita merespons panggilan Tuhan dalam hidup kita? Apakah kita membuka hati kita untuk menerima kasih dan kebenaran-Nya?
Pesan utama dari renungan ini adalah: Pertama, marilah kita merenungkan bagaimana kita dapat menggunakan berkat-berkat yang telah kita terima untuk memuliakan Allah dan melayani sesama. Kedua, semoga kita diberi hikmat untuk mengenali kehendak-Nya dan kekuatan untuk melaksanakannya. Ketiga, mari kita berdoa agar kita tidak menjadi seperti kota-kota yang dikutuk oleh Yesus, melainkan menjadi saksi yang hidup bagi kasih dan kebenaran-Nya di dunia ini, seperti Santo Bonaventura yang setia.
