Isu Pergantian Kapolri dan Dinamika di Balik Layar
Isu pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kembali mengemuka setelah gelombang demo yang terjadi pada akhir Agustus lalu. Sejak saat itu, berbagai desas-desus mulai muncul, termasuk kabar bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan surat ke DPR-RI terkait rencana pergantian jabatan tersebut. Meski isu ini bukan hal baru, situasi sekarang terasa lebih hangat karena adanya peristiwa kematian yang menimpa salah satu pengemudi Ojek Online (Ojol), Affan Kurniawan.
Peristiwa tersebut terjadi ketika massa unjuk rasa di Jakarta dan beberapa daerah lainnya, yang berujung pada kematian 10 orang. Salah satunya adalah Affan, yang tewas setelah terlindas kendaraan taktis Brimob di kawasan Pejompongan. Peristiwa ini menjadi pemicu amarah besar dari masyarakat, yang merasa aparat tidak mampu mengamankan aksi secara damai.
Dugaan Ada Nama-nama Kandidat Baru
Sebelum gelombang demo terjadi, isu pergantian Kapolri sudah ramai dibicarakan. Banyak nama-nama kandidat yang dikaitkan dengan posisi tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian resmi. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa dua perwira tinggi dari jajaran Polri akan diajukan sebagai calon pengganti. Keduanya memiliki pangkat komisaris jenderal, dan salah satunya baru saja naik pangkat bintang tiga.
Meskipun demikian, hingga saat ini DPR RI belum memberikan respons resmi terhadap informasi tersebut. Akan tetapi, berdasarkan sumber internal media, diperkirakan dalam waktu dekat akan ada pengumuman resmi dari Istana terkait rencana pergantian ini.
Pandangan Politikus PDI-P
Dari kalangan politikus, Panda Nababan, anggota senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), menyampaikan pandangan tentang masa jabatan Listyo Sigit. Menurutnya, Kapolri seharusnya tidak menjabat lebih dari lima tahun, karena tradisi institusi Polri biasanya hanya berkisar antara dua hingga empat tahun. Namun, Listyo Sigit masih bertahan selama lebih dari empat tahun sejak dilantik pada 27 Januari 2021.
Panda menilai bahwa Listyo Sigit tampaknya “tersandera” dengan jabatannya, karena tidak mengambil keputusan untuk mundur meskipun sudah waktunya. Ia juga menyoroti bahwa Presiden Jokowi sebenarnya bisa meminta Listyo Sigit untuk mundur, namun belum ada tindakan nyata dari pihak istana.
Penjelasan Listyo Sigit
Setelah terjadi gelombang demo, Listyo Sigit sempat memberikan pernyataan bahwa dirinya siap mundur dari jabatannya kapan saja sesuai perintah Presiden. Ia menyatakan bahwa keputusan pergantian Kapolri merupakan hak prerogatif Presiden. Namun, penjelasan ini tidak sepenuhnya memuaskan publik yang menuntut pertanggungjawaban atas kematian Affan Kurniawan.
Kritik Terhadap Reformasi Polri
Ahli kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai bahwa reformasi Polri harus dipahami sebagai proses, bukan sekadar tujuan. Ia menegaskan bahwa pergantian Kapolri saat ini hanya merupakan hak prerogatif Presiden, tanpa perlu melalui pembentukan tim independen atau tim reformasi. Namun, ia menyarankan agar perbaikan institusi Polri dilakukan dengan langkah-langkah yang lebih mendasar, seperti revisi UU Polri dan perubahan struktur organisasi.
Tantangan Berat bagi Kepolisian
Bambang juga menyoroti bahwa tindakan represif aparat dalam menangani unjuk rasa tidak dapat diselesaikan hanya oleh internal Polri. Ia menilai bahwa diperlukan perubahan sistem tata kelola kepolisian yang lebih transparan dan profesional, sehingga mampu menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut.
Dengan begitu, isu pergantian Kapolri tidak hanya menjadi soal ganti posisi, tetapi juga menjadi momentum penting untuk melakukan reformasi menyeluruh di tubuh kepolisian Indonesia.