Penjelasan Mengenai Motif Eras dalam Kasus Penculikan dan Pembunuhan
Eras, atau dikenal juga dengan nama EW, merupakan salah satu pelaku penculikan dan pembunuhan terhadap Mohamad Ilham Pradipta, seorang Kepala Cabang Pembantu (KCP) dari bank BUMN. Ia akhirnya mengajukan permohonan untuk menjadi justice collaborator (JC) yang bertujuan untuk membuka fakta-fakta penting dalam kasus ini. Menurut penasihat hukumnya, Adrianus Agal, Eras diduga akan dijadikan kambing hitam oleh pihak intelektual di balik kejahatan ini.
Adrianus Agal menyatakan bahwa Eras hanya terlibat dalam kelompok eksekutor penculikan, tanpa mengetahui peran pihak lain. Dengan mengajukan status JC, ia berharap bisa membantu mengungkap dalang utama yang mungkin terlibat dalam kasus ini. Meskipun kemungkinan bebas bagi Eras sangat kecil karena terbukti menculik korban, pengajuan JC bisa menjadi upaya strategis untuk meringankan vonis.
Latar Belakang Eras
Eras berasal dari Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Ia ditangkap saat mendarat di Bandara Internasional Komodo, Labuan Bajo, pada 21 Agustus 2025. Saat itu, ia diduga ingin melarikan diri ke kampung halamannya. Di Jakarta, Eras bekerja sebagai penagih utang atau debt collector. Dalam kasus penculikan Ilham Pradipta, Eras mengajak tiga tersangka lainnya, yaitu ST, RS, dan RAH, untuk melakukan aksi tersebut.
Ilham diculik di parkiran sebuah supermarket kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Aksi penculikan tersebut terekam dalam rekaman CCTV. Dari video tersebut, terlihat bahwa Ilham memakai baju batik cokelat dan celana krem berjalan menuju mobilnya. Para pelaku sudah menunggu di dalam mobil yang diparkir persis di samping mobil korban. Meski mencoba melakukan perlawanan, Ilham akhirnya dibawa masuk ke mobil berkelir putih yang dikendarai para pelaku.
Peran Oknum TNI dalam Kasus Ini
Menurut keterangan Adrianus Agal, Eras hanya berhubungan dengan F, yang disebut sebagai oknum aparat. F memberikan pekerjaan kepada Eras untuk menculik Ilham. Eras lalu mengajak AT, RS, dan RAH, yang berasal dari daerah yang sama. Mereka hanya bekerja biasa dan bukan profesional. Untuk pekerjaan ini, Eras diiming-imingi uang Rp 50 juta. Namun, mereka hanya menerima Rp 40 juta dari jumlah yang dijanjikan.
Setelah menyerahkan korban ke kelompok lain di Cawang, Jakarta Timur, Eras dan kawan-kawannya pulang ke rumah masing-masing. Beberapa jam kemudian, mereka menerima telepon lagi untuk menerima upah. Pada saat itulah mereka mengetahui bahwa korban telah meninggal dunia. Adrianus Agal menyatakan bahwa Eras dan kawan-kawannya bukan pelaku pembunuhan, karena mereka hanya menjemput paksa korban dan menyerahkannya ke kelompok lain.
Penyidik Polda Metro Jaya Mengakui Peran Eras
Penyidik Polda Metro Jaya telah mengakui bahwa Eras dan kawan-kawannya hanya berperan menjemput paksa korban dan menyerahkannya ke kelompok lain. Mereka tidak terlibat langsung dalam pembunuhan. Adrianus Agal meyakini bahwa ada dalang intelektual yang menyuruh oknum F untuk memerintahkan adik-adiknya menjemput paksa korban. Ia berharap penyidik segera mengungkap siapa dalang intelektual tersebut.
Keterlibatan Oknum TNI
Komandan Polisi Militer Kodam Jaya, Kolonel Corps Polisi Militer (Cpm) Donny Agus Priyanto, mengakui adanya dugaan keterlibatan oknum TNI dalam kasus ini. Ia menyatakan bahwa pihaknya masih mendalami keterlibatan tersebut. Hingga saat ini, belum diketahui berapa jumlah prajurit TNI yang terlibat dalam kasus ini.
Perspektif Hukum dan Komentar Publik
Dari sudut pandang hukum, peluang Eras bebas memang kecil karena keterlibatan faktual dalam penculikan sudah terbukti. Namun, pengajuan status justice collaborator bisa menjadi upaya strategis untuk meringankan hukuman sekaligus menyingkap lapisan kasus yang lebih kompleks. Publik kini menantikan apakah kesaksian Eras benar-benar akan membawa terang bagi kasus besar ini, atau justru menjadi bagian dari strategi pembelaan semata.
