Perkembangan Saham Indofood dan Proyeksi Kinerja Keuangan
Saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) mengalami penurunan sepanjang Agustus 2025, meskipun analis tetap optimis terhadap kinerja fundamental perusahaan. Dalam laporan terbaru, saham INDF ditutup melemah sebesar 0,95% pada level Rp7.850 per saham. Penurunan ini mencerminkan penurunan sebesar 5,99% dalam sebulan terakhir, namun masih menguat 1,95% sejak awal tahun.
Selain saham induk, saham anak perusahaan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP), produsen Indomie, juga mengalami penurunan signifikan. Saham ICBP turun hingga 15,82% secara year-to-date (YtD) dan 7,49% dalam satu bulan terakhir. Meski demikian, BRI Danareksa Sekuritas percaya bahwa kinerja dasar INDF tetap stabil hingga akhir 2025.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Christy Halim dan Sabela Nur Amalina memproyeksikan pertumbuhan pendapatan ICBP sebesar 5,2% year on year (YoY) pada 2025, yang akan menyumbang 63% dari total pendapatan INDF. Mereka menilai pertumbuhan ini didorong oleh harapan kenaikan daya beli masyarakat akibat peningkatan belanja pemerintah.
Meski tekanan margin di segmen mi diperkirakan berlanjut akibat harga CPO dan minyak goreng yang tinggi, serta persaingan dari produk mi kemasan murah di Afrika, BRI Danareksa yakin ICBP dapat mempertahankan efisiensi operasional. Margin laba usaha diperkirakan tetap berada di kisaran 20%-22%.
Selain ICBP, segmen agribisnis INDF juga diproyeksikan tumbuh 7,3% YoY pada 2025. Pertumbuhan ini didorong oleh harga CPO yang tetap tinggi dan meningkatnya permintaan biodiesel akibat program B40 yang sedang berlangsung. Rencana penerapan B50 pada 2026 diperkirakan akan memberikan dorongan tambahan bagi volume penjualan agribisnis.
Berdasarkan capaian paruh pertama 2025, BRI Danareksa tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan pendapatan INDF untuk tahun ini. Pendapatan segmen agribisnis diperkirakan naik 7,3% YoY, sementara ICBP tumbuh 5,2%, Bogasari sebesar 4,5%, dan distribusi meningkat 3,7%. Namun, proyeksi laba operasi direvisi turun menjadi 2,2% YoY, karena adanya penyesuaian biaya dan beban operasional seperti pengiriman, logistik, dan gaji karyawan.
Meski target harga saham INDF dikurangi menjadi Rp9.300 dari Rp9.500, rekomendasi beli tetap dipertahankan. Mayoritas analis, yakni 24 dari 25, masih merekomendasikan beli INDF dengan target harga rata-rata Rp9.850, dengan rentang estimasi antara Rp8.600 hingga Rp13.350 per saham.
Laba Bersih Melonjak
Laporan keuangan akhir Juni 2025 menunjukkan bahwa INDF mencatatkan laba bersih sebesar Rp5,83 triliun, meningkat 51,48% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini sejalan dengan peningkatan penjualan bersih sebesar 4,45% YoY menjadi Rp59,84 triliun. Segmen produk konsumen bermerek menjadi kontributor utama dengan kontribusi sebesar Rp37,54 triliun.
Beban pokok penjualan INDF juga meningkat 6,73% YoY menjadi Rp40,01 triliun. Meski begitu, perseroan berhasil membukukan laba kotor sebesar Rp19,82 triliun, atau meningkat tipis 0,11% secara tahunan. Laba usaha INDF sebesar Rp11,69 triliun turun tipis 0,50% YoY, namun marjin laba usaha tetap sehat di kisaran 19,5%.
Direktur Utama dan Chief Executive Officer Indofood Anthoni Salim menyatakan bahwa INDF tetap menunjukkan kinerja operasional yang konsisten meski menghadapi tantangan global dan melemahnya kepercayaan konsumen. Perseroan akan fokus pada pertumbuhan organik serta menjaga keseimbangan antara pangsa pasar, profitabilitas, dan neraca yang sehat.
Dari sisi neraca keuangan, INDF mencatatkan total aset sebesar Rp209,24 triliun hingga akhir Juni 2025. Liabilitas naik 4,14% YtD menjadi Rp96,55 triliun, sementara ekuitas mencapai Rp112,68 triliun atau tumbuh 3,39% YtD. Arus kas setara kas perseroan tercatat sebesar Rp42,01 triliun, meningkat 17,56% secara tahunan dari posisi sebelumnya Rp35,73 triliun.


