Peran Jurnalisme Inklusif dalam Era Kecerdasan Buatan
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), dunia jurnalisme menghadapi tantangan besar untuk tetap mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan, inklusivitas, serta keadilan gender. Untuk menjawab tantangan ini, berbagai pihak yang peduli terhadap isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) menyelenggarakan seminar yang bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya jurnalisme yang sensitif terhadap gender.
Seminar tersebut diadakan pada Kamis 21 Agustus 2025 di Hotel Menteng, Jakarta Pusat. Acara ini diselenggarakan oleh RNW Media bersama Campaign For Good dan Yayasan Gemilang Sehat Indonesia. Dengan dukungan dari program RHRN2 dan Masarouna, acara ini menjadi bagian dari gerakan global #MediaFreedomInAIEra. Gerakan ini bertujuan mendorong kebebasan pers dan kualitas jurnalisme yang etis, inklusif, serta berperspektif gender di tengah transformasi digital.
Peserta yang Terlibat
Seminar ini menarik partisipasi berbagai kalangan seperti jurnalis perempuan, mahasiswa jurnalistik, aktivis, hingga pegiat media yang memiliki minat terhadap isu HKSR. Melalui diskusi panel, studi kasus, dan praktik langsung, peserta diajak untuk mengidentifikasi bias gender dalam pemberitaan, menyusun ulang narasi yang lebih seimbang, serta memanfaatkan AI sebagai alat bantu verifikasi data tanpa menghilangkan sentuhan humanis.
Pembicara Utama
Tiga pembicara utama memberikan wawasan berbeda tentang isu ini. Purnama Ayu Rizky, Managing Editor Magdalene, menegaskan bahwa media masih sering mengalami bias dalam memilih narasumber maupun menyajikan berita. Ia menekankan bahwa etika jurnalistik harus menjadi benteng menghadapi algoritma AI yang rawan memperkuat stereotip gender.
Indira Susatio, Communication & Campaign Manager Yayasan Gemilang Sehat Indonesia, menekankan pentingnya komunikasi yang sensitif terhadap gender dalam isu HKSR. Menurutnya, narasi media dapat mempengaruhi pemahaman masyarakat tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi, serta perlunya kolaborasi antara organisasi masyarakat sipil, media, dan jurnalis.
Dari sisi lapangan, Aisha Shaidra, jurnalis Tempo, membagikan pengalaman langsung dalam meliput isu sensitif gender dan HKSR. Ia menekankan pentingnya empati agar pemberitaan tidak menimbulkan viktimisasi terhadap kelompok rentan, serta menyoroti peluang pemanfaatan AI untuk mendukung verifikasi data dengan tetap menjaga nilai kemanusiaan.
Workshop Interaktif
Selain paparan dari para pembicara, peserta juga mengikuti workshop interaktif berupa praktik penulisan konten inklusif dan bedah kasus pemberitaan bias. Mereka dilatih untuk mengembangkan narasi yang adil gender sekaligus memanfaatkan teknologi digital secara bijak untuk menyuarakan isu HKSR.
Partisipasi Publik
Inisiatif ini juga terhubung dengan aplikasi Campaign for Good, yang membuka ruang bagi publik untuk ikut berpartisipasi dalam advokasi digital, mendukung kebebasan media, serta belajar langsung mengenai praktik jurnalisme inklusif.
William Gondokusumo, CEO Campaign for Good, menegaskan pentingnya membangun ruang digital yang sehat dan adil bagi semua. “Teknologi seharusnya menjadi jembatan, bukan penghalang. Melalui #MediaFreedomInAIEra, kami ingin menghadirkan wadah kolaboratif agar jurnalis, aktivis, dan masyarakat dapat bergerak bersama memperjuangkan narasi yang inklusif, transparan, dan berdampak positif,” ujarnya.
Komitmen Media
Wouter van Tongeren, CEO RNW Media, menambahkan, “Kebebasan media adalah fondasi demokrasi. Di era AI, kita punya peluang sekaligus tantangan besar. RNW Media berkomitmen memastikan teknologi digunakan untuk memperkuat suara-suara yang kerap terpinggirkan, bukan untuk membungkamnya. Dengan kampanye global ini, kami berharap jurnalis semakin percaya diri menggunakan AI secara etis sekaligus menempatkan nilai kemanusiaan di garis depan.”
Melalui seminar ini, para penyelenggara berharap jurnalis, aktivis, dan komunikator publik di Indonesia semakin kritis, peka, serta berdaya dalam mengangkat isu kesehatan seksual dan reproduksi, dengan menjadikan AI bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai mitra untuk memperkuat kualitas jurnalisme yang adil, etis, dan inklusif.


