Penanganan Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di SMPN 13 Bekasi
Pihak Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 13 Kota Bekasi, Kecamatan Bekasi Barat, sedang menghadapi dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum guru berinisial JP. Pihak sekolah telah memperkuat kerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas.
Kepala Sekolah SMPN 13, Tetik Atikah, menjelaskan bahwa pihak DP3A sudah hadir sejak Senin (25/8/2025) untuk membantu proses penyelidikan. Namun, ia menegaskan bahwa penyelesaian kasus ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Proses investigasi memerlukan keterangan dari para korban maupun pelaku.
“Harus ada progres terlebih dahulu, baik dari korban maupun pelaku,” ujarnya saat ditemui di lokasi. Ia juga menyampaikan bahwa para pihak yang merasa menjadi korban diminta untuk melaporkan kejadian tersebut kepada DP3A. Namun, hingga saat ini belum ada yang berani memberikan informasi atau laporan resmi.
Tetik menjelaskan bahwa pihak sekolah akan membuka kesempatan bagi para korban untuk membuat pernyataan pada hari berikutnya, yaitu pukul 09.00 WIB. Ia menekankan bahwa semua informasi harus disertai bukti tertulis. “Kalau ada yang merasa dilecehkan, saya siapkan kertas dan pulpen, tapi sampai saat ini belum ada yang berani menulis laporan,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa jika korban memberikan nomor telepon, maka pihak sekolah dapat melakukan konfirmasi lebih lanjut. Hal ini dinilai penting agar proses penanganan kasus ini bisa lebih efektif.
Tindakan Sanksi Terhadap Guru Terduga
Selain upaya penyelidikan, pihak sekolah juga telah mengambil langkah tegas terhadap oknum guru JP. Ia di-skors selama seminggu dan dilarang menjalankan tugas tambahan di sekolah. Keputusan ini diambil setelah adanya demo yang dilakukan oleh sejumlah orang tua dan siswa.
Menurut Tetik, sanksi skors dan penonaktifan jabatan tambahan yang diberikan kepada JP adalah sesuai dengan kewenangan sebagai kepala sekolah. Ia menjelaskan bahwa karena JP merupakan pegawai ASN, pihak sekolah tidak memiliki wewenang untuk mencopotnya sepenuhnya. Selanjutnya, proses penanganan akan dilanjutkan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) dan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).
Seorang guru lain, Amir, mengungkapkan bahwa JP tidak lagi menjalankan tugas tambahan seperti pembina OSIS atau menjadi wali kelas. “Beliau sudah tidak aktif dan tidak menjabat tugas tambahan lagi,” jelasnya.
Amir menambahkan bahwa pihak sekolah akan menunggu keputusan dari Disdik terkait tindakan lanjutan. “Sudah diproses dan diberikan sanksi, sekarang tinggal Disdik yang melanjutkan prosesnya,” katanya.
Demo Massal di Sekitar Sekolah
Pada Senin (25/8/2025), sekitar 100 orang termasuk siswa, orang tua, dan alumni SMPN 13 berkumpul di depan sekolah untuk melakukan aksi demo. Mereka membawa banner bertuliskan tuntutan seperti ‘Udah Tua Mikir’ dan menempelkan foto terduga pelaku di pagar sekolah.
Para peserta demo menuntut agar pelaku dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. “Hukum penjahat seksual,” ujar mereka serentak di lokasi.
Salah satu orang tua terduga korban, BY, mengungkapkan bahwa putrinya, yang kini menjadi alumni, diduga menjadi korban pelecehan oleh JP. Ia mengaku baru mengetahui hal ini setelah anaknya bercerita setelah mendengar informasi tentang aksi demo.
BY menjelaskan bahwa dugaan pelecehan yang dialami putrinya berupa sentuhan pada bagian tubuh. Ia juga menyebut bahwa korban kemungkinan tidak hanya satu orang, tetapi lebih dari lima siswi. “Jumlah pastinya saya tidak tahu, tapi intinya banyak,” ujarnya.
Proses penyelidikan dan penanganan kasus ini masih terus berlangsung. Pihak sekolah, DP3A, serta instansi terkait akan terus bekerja sama untuk memastikan keadilan dan perlindungan terhadap korban.


