Masalah Literasi dan Kesiapan Dana Pensiun di Indonesia
Banyak orang yang tidak memperhatikan pentingnya persiapan masa pensiun. Sebagian besar hanya mengikuti kebiasaan atau tradisi yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Padahal, bekerja puluhan tahun tanpa mempersiapkan hari tua bisa menjadi masalah serius. Bagaimana nasib seseorang jika tiba-tiba harus berhenti bekerja? Apakah mereka siap dengan biaya hidup di masa tua?
Dana pensiun di Indonesia telah berjalan selama 33 tahun sejak diundangkan dalam UU No. 11/1992 tentang dana pensiun. Selanjutnya, regulasi ini diubah menjadi UU No. 4/2023 tentang P2SK. Saat ini, jumlah peserta dana pensiun mencapai sekitar 5 juta orang dengan aset yang dikelola sebesar Rp391 triliun. Meski begitu, tingkat penetrasi masih tergolong rendah dibandingkan industri finansial lain seperti fintech atau pinjaman online.
Tidak banyak orang yang benar-benar memikirkan masa pensiun. Akibatnya, hampir setengah dari pensiunan di Indonesia bergantung pada bantuan anak-anak untuk memenuhi kebutuhan hidup di masa tua. Survei menunjukkan bahwa 7 dari 10 pensiunan mengalami kesulitan keuangan setelah pensiun. Bahkan, 9 dari 10 pekerja saat ini sama sekali tidak siap untuk pensiun. Mereka tidak memiliki dana yang cukup untuk menutupi kebutuhan hidup setelah tidak lagi bekerja.
Kesadaran akan dana pensiun di Indonesia masih rendah. Hanya 27% dari total pekerja yang memahami pentingnya dana pensiun, artinya hanya 2,7 dari 10 pekerja yang menyadarinya. Sementara itu, tingkat inklusi dana pensiun bahkan lebih parah, hanya 0,05% atau kurang dari satu orang dari 10 pekerja yang memiliki dana pensiun. Ini menunjukkan bahwa banyak orang belum memahami manfaat dana pensiun.
Akses digital dinilai penting dalam pengelolaan dana pensiun, namun banyak yang meragukan hal ini. Beberapa menganggap investasi dalam dana pensiun mahal dan tidak pasti. Namun, peta jalan dana pensiun menekankan perlunya peningkatan partisipasi, terutama di sektor informal dan digitalisasi pensiun. Sayangnya, sampai saat ini, sedikit orang yang benar-benar memikirkan dana pensiun. Banyak dari mereka tidak ingin “berpikir positif” atau mencari solusi untuk menjaga kesejahteraan di masa tua.
Masih banyak orang yang tidak mempersiapkan masa pensiun. Mereka hanya mengikuti tradisi yang sudah ada. Pertanyaannya adalah, apakah kita benar-benar mempersiapkan masa pensiun? Seberapa banyak kita berpikir dan melakukan tindakan untuk memandirikan diri secara finansial di masa tua? Tanpa tergantung pada anak-anak.
Hingga kini, dana pensiun di Indonesia masih dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Cara mengelola, mensosialisasikan, dan memberikan layanan terhadap dana pensiun juga tergolong konvensional. Apakah ini akan terus berlangsung selamanya?
Pemahaman tentang dana pensiun sering kali tidak didasarkan pada kesadaran pribadi, melainkan warisan dari generasi sebelumnya. Namun, berpikir kritis dan kreatif bukan berarti menentang regulasi. Justru ini menunjukkan bahwa kita pernah berpikir, berani mempertanyakan, dan memilih jalan yang lebih baik untuk masa depan. Apakah kita sudah memikirkan masa pensiun dengan optimal, atau hanya mengikuti tradisi dan kebiasaan?


