Presiden Prabowo Mengomentari Tagar #KaburAjaDulu
Pada acara Penutupan Kongres PSI, Presiden Prabowo menyampaikan pernyataannya mengenai tagar #KaburAjaDulu yang sempat viral di media sosial. Ia menegaskan bahwa hidup di luar negeri tidak semudah yang dibayangkan. “Indonesia gelap, kabur aja deh. Yo kabur aja loh, emang gampang lo disitu, di luar negeri?” tanyanya dengan nada bersemangat.
Presiden pasti memahami kesulitan hidup di negara asing. Pengalamannya sendiri mungkin memberinya wawasan tentang hal tersebut. Setelah kehilangan karier militernya pada tahun 1998, ia pernah tinggal di Yordania. Dari pengalaman itu, ia mungkin paham betapa berbedanya kehidupan di luar Indonesia.
Banyak negara menawarkan peluang bagi pendatang untuk tinggal dan bekerja. Contohnya Jepang, yang baru-baru ini memberikan insentif berupa uang tunai sekitar Rp 500 juta kepada pendatang yang bersedia pindah dan tinggal di daerah pedesaan. Namun, meski terdengar menarik, kenyataannya tidak sesederhana itu.
Banyak orang mengira bahwa tinggal di desa sama saja, baik di Indonesia maupun Jepang. Tapi faktanya, kehidupan di pedesaan Jepang sangat berbeda dari yang ada di Indonesia. Jika seseorang ingin tinggal di Jepang, maka mereka harus siap beradaptasi sepenuhnya dengan budaya Jepang.
Persiapan Penting Sebelum Beradaptasi
Adaptasi kebudayaan membutuhkan persiapan matang. Mulai dari belajar bahasa Jepang, adaptasi fisik, sosial, lingkungan hingga ikut program homestay di rumah keluarga Jepang. Hal ini penting agar tidak mengalami culture shock.
Berikut beberapa perbedaan kehidupan sosial antara Jepang dan Indonesia:
Lalu Lintas
Di Jepang, aturan lalu lintas sangat ketat. Jika menyeberang jalan tanpa menggunakan zebra cross atau jembatan penyeberangan, bisa saja ditangkap oleh petugas kepolisian. Teman penulis pernah mengalami hal ini, tetapi karena memiliki kartu nama sebagai penanggung jawab program on the job training, akhirnya bisa lolos dengan syarat.
Jalur sepeda di Jepang biasanya berada di trotoar yang digunakan bersama para pejalan kaki. Mereka saling mengalah dan memiliki toleransi tinggi. Namun, jangan coba-coba bersepeda atau berjalan kaki di jalan raya, karena bisa tertangkap juga. Pengemudi mobil pun saling mengalah dan selalu patuh pada tanda “stop” meskipun jalan terlihat sepi.
Angkutan Umum
Kereta menjadi angkutan utama di Jepang. Meski desak-desakan antar penumpang biasa, antrian masuk kereta sangat tertib. Penumpang yang akan turun selalu didahulukan. Di dalam kereta, dilarang berbicara keras atau menggunakan HP. Suara harus senyap dan HP dalam mode silent.
Ruang Terbuka
Di Jepang, makan sambil jalan dilarang karena dianggap tidak sopan dan berpotensi menyebarkan sampah. Jika membeli makanan di pinggir jalan, makanlah di tempat khusus atau di area pembelian. Di tempat umum, tidak ada sampah berserakan, bahkan tidak ada tempat sampah. Orang Jepang biasanya membawa sampah pulang untuk dibuang di rumah.
Dilarang teriak-teriak atau bersuara keras di area publik, termasuk dilarang kissing atau hugging. Ini dianggap tidak sopan. Meludah atau buang ingus juga dilarang, bahkan jika menggunakan tisu atau sapu tangan, karena dianggap tidak higienis.
Lain-lain
Di lift, dilarang berbicara karena lift adalah area yang harus tenang. Sama seperti di Indonesia, di Jepang juga wajib membuka sepatu atau sendal saat masuk ke rumah atau restoran tradisional. Selain itu, tidak boleh memberi tip kepada siapa pun, berbeda dengan Indonesia yang sering membutuhkan tip untuk memperlancar urusan.
Maka, tidak heran jika oknum pencak silat di Jepang melakukan sesuatu yang tidak dilarang di Indonesia dengan alasan demokrasi, tapi justru membuat bingung masyarakat Jepang.
Apakah benar-benar gampang? Tidak, ternyata tidak.


