Pemerintah Pertimbangkan Perubahan Harga Eceran Tertinggi Beras Medium
Pemerintah saat ini sedang mempertimbangkan perubahan terkait harga eceran tertinggi (HET) beras medium di tingkat konsumen. Rencana ini dilakukan dalam rangka menjaga kestabilan harga beras, sekaligus menghadapi wacana penyederhanaan klasifikasi beras dengan menghapus kategori premium dan medium menjadi satu harga.
Deputi III Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Andriko Noto Susanto, menyampaikan bahwa Bapanas bersama kementerian/lembaga, pemangku kepentingan, serta asosiasi tengah menyusun rencana perubahan HET beras medium di semua zonasi. Dalam dua kali rapat yang telah dilaksanakan, opsi perubahan HET beras medium ini dipertimbangkan sebagai alternatif dari wacana satu harga.
Menurut Andriko, wacana klasifikasi beras medium dan premium menjadi satu harga belum tentu akan dilaksanakan karena pemerintah masih mempertimbangkan berbagai opsi lain. Oleh karena itu, Bapanas berkomitmen untuk memastikan tidak ada kebijakan yang saling bertabrakan terkait harga beras.
“Nggak, nggak [bertabrakan]. Jadi sekarang itu kan baru sedang kami godok, apakah menggunakan dua kelas mutu saja, [yaitu] medium dan khusus,” ujar Andriko saat ditemui seusai Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Kantor Kemendagri, Senin (25/8/2025).
Opsi Lain: Menyesuaikan HET Bukan Perubahan Kualitas
Selain wacana satu harga, pemerintah juga mempertimbangkan opsi lain, yaitu tetap mempertahankan mutu beras alias tidak mengubah Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) terkait dengan kualitas beras, melainkan menyesuaikan HET beras medium. Namun, keputusan ini belum ditandatangani dan belum diputuskan.
Adapun, perubahan HET beras medium masih dalam tahap pembahasan lebih lanjut. Meski begitu, Bapanas telah memasang HET beras medium di zona 1, zona 2, dan zona 3 masing-masing sebesar Rp13.500 per kilogram, Rp14.000 per kilogram, dan Rp15.500 per kilogram.
Standar mutu dari beras medium mencakup derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, butir menir maksimal 2%, butir patah maksimal 25%, total butir beras lainnya maksimal 4%, butir gabah maksimal 1%, dan benda lain maksimal 0,05%. Sementara itu, standar mutu dari beras premium meliputi derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, butir menir maksimal 0,5%, butir patah maksimal 15%, total butir beras lainnya maksimal 1%, butir gabah maksimal 0%, dan benda lain maksimal 0%.
“Bisa saja yang dua mutu tadi batal, yang medium dengan khusus tadi batal. Yang ada adalah tetap menggunakan kualitas beras yang ada sekarang. Jadi ada medium, ada premium, ada khusus ya, tapi yang kita sesuaikan HET mediumnya,” tambahnya.
Wacana Satu Harga Masih Dikaji
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa pemerintah masih menggodok rencana penerapan beras satu harga antara kategori premium dan medium. Meski demikian, Amran memastikan bahwa kebijakan ini akan diambil dengan memperhatikan konsumen dan kesejahteraan petani.
“Insya Allah kami tindak lanjuti nanti, tetapi arahnya adalah kita ingin konsumen menikmati, tetapi petani kesejahterannya harus terjaga,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Ketua Komisi IV DPR, Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto, meminta agar pemerintah tidak gegabah dalam memutuskan beras satu harga. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini harus benar-benar dipertimbangkan secara matang, mengingat komoditas ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Jangan terburu-buru lah [terkait beras satu harga], gitu ya. Nanti diterapkan satu harga, nggak taunya ini nggak cocok gitu buat kita. Nanti Pak Presiden harus mencabut lagi. Jadi harus benar-benar lah gitu,” pinta Titiek.


