Pagi yang Tenang dan Kesadaran akan Kehidupan
Saya duduk di dekat jendela pagi ini. Sinar matahari perlahan memasuki ruangan, menembus tirai tipis, dan menghangatkan sudut kamar yang semalam gelap. Tidak ada suara yang ramai, hanya suara cicit burung dari pohon depan asrama, dan gemericik pelan dari dapur sekitar asrama. Entah kenapa, pagi ini terasa berbeda.
Bukan karena cuaca yang luar biasa indah. Tapi karena saya merasa—saya masih ada. Masih bisa bangun, masih bisa menarik napas, masih bisa berdiri, dan masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melihat hari baru. Pernahkah kita terlalu sibuk mengejar sesuatu hingga lupa bersyukur hanya karena bisa membuka mata di pagi hari? Saya pun sering begitu. Terbangun, langsung memikirkan apa yang harus diselesaikan, pekerjaan yang ingin diselesaikan, dan masalah apa yang belum selesai. Padahal, hal pertama yang layak disadari adalah: saya masih hidup hari ini dan bersyukur kepada Tuhan masih diberi tubuh yang sehat.
Tidak semua orang seberuntung itu. Ada yang malam tadi tidur, tapi tidak bangun lagi. Ada yang semalam sehat, tapi pagi ini sudah terbaring di rumah sakit. Dan ada juga yang masih bernafas, tapi tidak punya semangat untuk melanjutkan hari. Sementara saya? Saya masih bisa duduk, menulis ini, dengan hati yang tenang.
Bukan karena hidupku tidak ada masalah. Tapi karena saya belajar melihat hal kecil sebagai bentuk kasih dari Tuhan yang seringkali terlewat. Karena pagi yang cerah bukan cuma soal matahari yang bersinar. Tapi tentang kesempatan yang masih diberi untuk memperbaiki, untuk mencoba lagi, untuk belajar bersyukur meski tidak semua hal berjalan sesuai rencana.
Kadang saya berpikir, betapa banyaknya hal yang dulu saya anggap sepele, tapi ternyata adalah anugerah. Bisa bangun tanpa rasa sakit. Bisa berjalan ke kamar mandi sendiri. Bisa membuat teh hangat sambil mendengarkan lagu pelan. Semua itu sederhana, tapi tidak semua orang bisa melakukannya hari ini.
Jadi ketika saya melihat langit biru tanpa awan pagi ini, saya tahu itu bukan hanya cuaca yang baik. Tapi juga isyarat tenang dari Tuhan: “Aku masih memberimu satu hari lagi. Gunakanlah dengan bijak.” Dan bukan hanya untuk bekerja atau sibuk mengejar keindahan dunia yang hanya sementara saja. Tapi untuk menyapa orang yang ada di sekitar kita, orang yang kita sayangi, untuk memperbaiki hidup untuk lebih tetap bersyukur lagi.
Jika Kamu Sedang Membaca Ini…
Mungkin hidupmu sedang berat. Mungkin kamu sedang kehilangan semangat. Tapi kalau kamu masih bisa membaca tulisan ini, berarti kamu masih diizinkan menjalani satu hari lagi. Gunakan hari ini bukan untuk mengeluh karena belum punya semuanya, tapi untuk bersyukur karena masih diberi waktu untuk berproses.
Karena sesungguhnya, pagi yang tenang dan napas yang masih hangat jauh lebih berarti daripada hal-hal besar yang belum kita miliki. Kita tidak tahu sampai kapan bisa menikmati pagi seperti ini. Tapi selama masih ada, mari kita syukuri. Bersyukur itu tidak harus selalu lewat doa, kadang cukup dengan menyadari dan berucap dalam hati, terima kasih, Tuhan. Hari ini aku masih bisa membuka mata. Itu saja, dan itu sudah cukup.
Hari Ini Masih Milikmu
Jadi jika nanti hari ini terasa berat, ingatlah bahwa pagi tadi kamu bangun dengan napas yang masih Tuhan percayakan. Itu tandanya, cerita hidupmu belum selesai. Masih ada bab selanjutnya yang bisa kamu isi dengan harapan, niat baik, dan langkah kecil yang berarti.
Karena pada akhirnya, pagi yang cerah bukan sekadar cuaca, tapi bukti bahwa kamu masih diberi kesempatan. Dan kesempatan itu… jangan kita sia-siakan.
