Overthinking Menguras Energi, Ini Dampak dan Cara Menghentikannya

Posted on

Mengapa Overthinking Bisa Menyebabkan Kelelahan dan Bagaimana Cara Mengatasinya

Overthinking sering kali dianggap sebagai bagian dari sifat seseorang, namun sebenarnya kondisi ini bisa memengaruhi kesehatan mental dan fisik. Banyak orang merasa lelah meski hanya duduk diam sepanjang hari, dan hal ini bisa menjadi tanda adanya overthinking. Dalam psikologi, overthinking didefinisikan sebagai keadaan di mana seseorang terjebak dalam siklus pikiran yang berlebihan hingga mengganggu kesehatan secara keseluruhan.

Menurut penelitian dari Verywell Mind (2023), overthinking terjadi ketika seseorang terlalu fokus pada kesalahan masa lalu atau khawatir berlebihan tentang masa depan. Alih-alih menemukan solusi, pikiran justru terus berputar tanpa henti, sehingga menguras energi mental dan emosional.

Mengapa Overthinking Menguras Energi?

American Psychological Association (APA) menjelaskan bahwa ketika otak terus-menerus berpikir tanpa jeda, tubuh merespons seolah sedang menghadapi ancaman. Hal ini menyebabkan peningkatan hormon stres seperti kortisol, yang dapat memicu kelelahan, gangguan tidur, hingga menurunnya daya tahan tubuh. Selain itu, artikel dari Halodoc (2023) menambahkan bahwa overthinking juga bisa membuat seseorang kehilangan fokus, merasa gelisah, bahkan mengalami gejala psikosomatis. Ini menunjukkan bahwa energi yang seharusnya digunakan untuk aktivitas produktif justru habis untuk meladeni pikiran yang berputar.

Dampak Psikologis dan Fisik dari Overthinking

Beberapa dampak yang muncul akibat overthinking antara lain:

  • Gangguan tidur: Pikiran yang tidak berhenti membuat sulit untuk tidur nyenyak.
  • Menurunnya produktivitas: Terlalu lama menganalisis masalah bisa menyebabkan kesulitan mengambil keputusan.
  • Kecemasan dan depresi: Riset dari Psychology Today (2022) menunjukkan hubungan antara overthinking dengan peningkatan risiko gangguan kecemasan.
  • Kelelahan fisik: Aktivitas otak yang berlebihan juga bisa menyerap energi tubuh, sehingga menyebabkan kelelahan.

Siapa yang Rentan Mengalami Overthinking?

Penelitian dari RSI Surabaya (2022) menunjukkan bahwa orang dengan perfeksionisme tinggi, kurang percaya diri, atau memiliki riwayat trauma cenderung lebih mudah terjebak dalam overthinking. Selain itu, era digital dan derasnya informasi di media sosial juga turut memperparah kondisi ini.

Mengapa Kita Mudah Terjebak dalam Overthinking?

Psikolog menjelaskan bahwa otak manusia memiliki kecenderungan alami untuk mencari kepastian. Saat menghadapi masalah tanpa jawaban jelas, otak terus berputar mencari solusi. Namun, alih-alih menyelesaikan, hal ini justru menciptakan “perangkap kognitif” yang membuat energi mental terkuras. Menurut penelitian di Journal of Behavioral Decision Making (2019), individu yang sering overthinking cenderung mengalami penurunan fungsi eksekutif otak, termasuk kesulitan membuat prioritas dan mengambil keputusan cepat.

Strategi Psikologi untuk Mengelola Overthinking

Beberapa teknik psikologi yang telah terbukti efektif untuk mengelola overthinking antara lain:

  • Reframing: Mengubah sudut pandang terhadap masalah. Misalnya, bukan “Saya gagal”, melainkan “Saya sedang belajar dari kesalahan.”
  • Journaling: Menulis isi pikiran membantu menyalurkan energi mental dan memberi jarak emosional.
  • Teknik relaksasi tubuh: Seperti latihan pernapasan dalam atau progressive muscle relaxation, yang menurunkan hormon stres.
  • Membangun rutinitas sehat: Tidur cukup, olahraga, dan mengurangi konsumsi kafein terbukti membantu menstabilkan pikiran.

Pentingnya Dukungan Sosial

Studi dari APA (2022) menegaskan bahwa berbicara dengan orang terdekat bisa memecah siklus overthinking. Mendapat perspektif baru dari orang lain membantu melihat masalah secara lebih objektif. Bahkan sekadar mendengar kalimat “kamu tidak sendirian” dapat meringankan beban mental.

Overthinking memang sering dianggap bagian dari kepribadian, padahal ia bisa dikelola dengan strategi yang tepat. Pikiran yang sehat adalah yang seimbang antara logika dan ketenangan batin. Dengan melatih mindfulness, membangun rutinitas sehat, serta mencari dukungan sosial, energi yang biasanya terkuras karena overthinking bisa dialihkan menjadi kekuatan untuk berkembang. Pada akhirnya, bukan banyaknya pikiran yang menentukan kualitas hidup, melainkan bagaimana kita mengelola pikiran itu agar tetap memberi ruang bagi ketenangan, produktivitas, dan kebahagiaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *