Naskah Proklamasi Disusun dalam 2 Jam dengan Mesin Ketik Milik Jerman di Rumah Perwira Jepang

Posted on

Sejarah Singkat Proklamasi Indonesia di Rumah Laksamana Maeda

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah momen penting dalam sejarah bangsa. Namun, banyak yang tidak tahu bahwa naskah proklamasi ditulis hanya dalam waktu kurang dari dua jam. Peristiwa bersejarah ini terjadi di sebuah rumah yang kini menjadi museum, yaitu Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Rumah tersebut awalnya ditempati oleh Laksamana Tadashi Maeda, perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Indonesia. Saat itu, rumah ini menjadi tempat untuk merancang dan menulis naskah proklamasi. Kini, bangunan ini telah berubah menjadi museum yang menyimpan kenangan akan peristiwa penting ini.

Proses Pembuatan Naskah Proklamasi

Edukator museum, Aidil Fitra, menjelaskan bahwa proses pembuatan naskah proklamasi berlangsung sangat cepat. Setelah kembali dari Rengasdengklok pada malam 16 Agustus 1945, Soekarno, Hatta, dan tokoh lain membutuhkan tempat aman untuk merumuskan naskah proklamasi. Ahmad Soebardjo kemudian menghubungi Laksamana Maeda, yang sudah akrab dengan sejumlah tokoh Indonesia.

Pada pukul 22.00 WIB, para tokoh tersebut datang ke rumah Maeda. Di sana, mereka memutuskan bahwa rumah tersebut akan digunakan sebagai tempat membuat naskah proklamasi. Maeda sendiri langsung naik ke lantai dua untuk beristirahat selama proses berlangsung.

Pada tanggal 17 Agustus sekitar pukul 02.00 WIB, ketiga tokoh utama, yakni Soekarno, Hatta, dan Ahmad Subarjo, mulai merumuskan naskah proklamasi. Naskah yang telah dibuat kemudian dibacakan kepada sejumlah tokoh lain yang hadir di rumah Maeda. Setelah disetujui, akhirnya disepakati bahwa naskah proklamasi hanya akan ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta.

Pengetikan Naskah Proklamasi

Setelah kesepakatan tercapai, naskah yang masih berupa tulisan tangan diketik menggunakan mesin ketik oleh Sayuti Melik. Mesin ketik yang digunakan berasal dari pinjaman Hermann Kandeler, milik kantor militer Jerman di sekitar Gambir. Mesin ketik ini dipinjam langsung oleh asisten rumah tangga (ART) Laksmana Maeda, Satsuki Mishima.

Sayuti Melik ditemani oleh jurnalis Burhanuddin Mohammad (B.M) Diah saat mengetik. Selama proses pengetikan, beberapa kali terjadi kesalahan. Kertas-kertas coretan tersebut diselamatkan oleh BM Diah dan disimpan selama puluhan tahun. Sampah-sampah kertas itu baru dikembalikan sekitar tahun 1992.

Proses perumusan dan pengetikan naskah proklamasi rampung sekitar pukul 04.00 WIB. Para tokoh yang hadir pun disuguhkan menu sahur oleh Tadashi Maeda. Setelah menyantap sahur, sebagian tokoh pulang kembali ke rumah masing-masing. Naskah proklamasi akhirnya dikumandangkan di depan kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56, yang kini bernama Jalan Proklamasi.

Sejarah Bangunan Rumah Tadashi Maeda

Bangunan dua lantai ini awalnya dibangun pada 1927 oleh arsitek Belanda Johan Frederik Lodewijk Blankenberg untuk perusahaan asuransi Jiwasraya. Awalnya, bangunan ini ditempati oleh orang Inggris dengan sistem sewa jangka panjang. Namun, sejarah berkata lain ketika Jepang menduduki Indonesia, rumah tersebut ditempati oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda.

Setelah Jepang menyerah pada Sekutu, gedung ini sempat beralih fungsi menjadi Markas Tentara Inggris. Usai masa peperangan mereda, bangunan tersebut disewa oleh Kedutaan Besar Inggris hingga tahun 1981. Pada 28 Desember 1981, gedung ini resmi diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Setahun kemudian, gedung ini difungsikan sebagai kantor Perpustakaan Nasional. Melihat nilai historis yang sangat penting, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Prof. Nugroho Notosusanto, memerintahkan Direktorat Permuseuman untuk menjadikannya sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Penetapan ini dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0476/1992 tertanggal 24 November 1992.

Tampilan Museum dan Fungsi Utama

Ruang-ruang di lantai 1 kini ditata sesuai alur peristiwa: ruang pertemuan, ruang perumusan, ruang pengetikan, hingga ruang pengesahan naskah. Meski sebagian besar furnitur adalah replika, bangunannya sendiri menjadi koleksi utama yang autentik.

Penyusunan tata ruang ini dilakukan sesuai dengan keterangan ART Tadashi Maeda yang didatangkan langsung dari Jepang. Asisten rumah tangga Maeda, Satsuki Mishima, didatangkan dari Jepang. Berdasarkan keterangan beliaulah akhirnya tata ruang yang ada di lantai satu itu direplika lagi.

Aidil menegaskan bahwa esensi utama museum ini bukan pada koleksi benda, melainkan bangunan itu sendiri. Yang menjadi koleksi utama kita itu adalah bangunannya sendiri yang menjadi saksi bisu peristiwa terjadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *