Presiden Prabowo Klaim Angka Kemiskinan dan Pengangguran RI Turun
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya tidak menyampaikan data kemiskinan secara langsung dalam forum resmi. Namun, Presiden Joko Widodo mengklaim bahwa angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia menurun berdasarkan laporan dari Kepala Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut akan diumumkan ke publik hari ini.
Klaim tersebut muncul dalam pidato Presiden Joko Widodo saat hadir dalam Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo, Jawa Tengah pada Minggu (20/7/2025). Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa angka pengangguran dan kemiskinan absolut turun. Ia menyebut bahwa BPS yang memberikan informasi tersebut.
Meskipun Presiden Joko Widodo tidak merinci angka kemiskinan terbaru atau tanggal data yang dimaksud, jika mengacu pada data yang biasanya dirilis oleh BPS, pernyataannya bisa merujuk pada data tingkat kemiskinan per Maret 2025. BPS merilis data kemiskinan dua kali setiap tahun, yaitu data per Maret dan September. Data ini tidak dirilis bulanan seperti inflasi atau neraca perdagangan, melainkan setiap enam bulan.
Awalnya, BPS akan merilis data kemiskinan dan tingkat pengangguran pada Selasa (15/7/2025) pukul 11.00 WIB. Namun, satu jam sebelum jadwal rilis, BPS membatalkan pengumuman dan menundanya sampai waktu yang belum ditentukan. Dalam pernyataannya, BPS menyatakan penundaan dilakukan untuk memastikan data dan informasi statistik yang akurat dan terpercaya.
Setelah menuai kritik dari masyarakat, akademisi, hingga anggota DPR, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan akan mengumumkan data tersebut pada hari ini, Jumat (25/7/2025). Berdasarkan undangan yang diterima, BPS akan mengumumkan data tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi (rasio gini) per Maret 2025.
Tingkat Kemiskinan Indonesia Terkini
BPS melaporkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia per September 2024 mencapai 24,06 juta orang, atau setara 8,57% dari total populasi. Angka ini lebih rendah dibandingkan data Maret 2024, yakni 25,22 juta orang atau 9,03%.
Secara historis, tingkat kemiskinan maupun kemiskinan ekstrem terus turun dalam lima tahun terakhir. Meski sempat naik selama masa pandemi, tingkat kemiskinan menurun cukup konsisten hingga 2024. Pada September 2020, tingkat kemiskinan Indonesia masih berada di level 10,19%. Setelah itu, jumlahnya terus turun, misalnya menjadi 9,71% pada September 2021 dan 9,57% pada September 2022.
Tingkat penduduk miskin ekstrem juga turun dari 2,25% pada Maret 2020 menjadi 0,83% pada Maret 2024. Perkembangan terbarunya akan diumumkan oleh BPS pada hari ini.
Pemerintah awalnya menargetkan tingkat kemiskinan ekstrem mencapai 0% pada 2026. Namun, dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2026, target tersebut diubah dari 0% menjadi memiliki batas atas 0,5%. Ini berarti ada kemungkinan masih terdapat penduduk miskin ekstrem di Indonesia menjelang dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Revisi Garis Kemiskinan dan Kebijakan Sosial
Banyak pihak menyoroti bahwa turunnya jumlah penduduk miskin berkaitan dengan garis kemiskinan yang sudah lama tidak diperbarui. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas pun buka suara, bahwa pemerintah sedang menggodok metode perhitungan garis kemiskinan nasional yang baru.
Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN Maliki menjelaskan bahwa revisi garis kemiskinan akan memengaruhi jumlah penduduk miskin. Namun, revisi ini penting karena menjadi tolok ukur kebijakan sistem penargetan program bantuan sosial (bansos) dan pemberdayaan.
Selama ini, target perlindungan sosial tidak hanya untuk penduduk miskin, tetapi juga untuk penduduk rentan miskin. Oleh karena itu, diyakini penduduk kategori miskin yang bertambah akan tetap terlindungi oleh berbagai program bantuan pemerintah.
Bank Dunia (World Bank) juga telah memperbarui standar garis kemiskinan dalam laporan terbarunya, June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform. Sebelumnya, Bank Dunia menggunakan perhitungan purchasing power parity (PPP) 2017, tetapi dalam laporan teranyar itu telah mengadopsi perhitungan PPP 2021, yang lebih mencerminkan kondisi terbaru masyarakat dunia.
