Membangun Kota Lebih Mudah, Pangkalpinang Harap RTRW Baru Selesaikan Masalah Perkotaan

Posted on

Pandangan Tokoh Masyarakat tentang Perkembangan Kota Pangkalpinang

Kota bukan sekadar kumpulan bangunan megah. Pembangunan tidak hanya terbatas pada penambahan struktur fisik. Sebaliknya, kota merupakan sistem besar yang melibatkan berbagai aspek seperti manusia, ekonomi, budaya, dan lingkungan hidup. Hal ini disampaikan oleh tokoh masyarakat Bangka Belitung, Prof Bustami Rahman, saat membahas perkembangan Kota Pangkalpinang sebagai ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pangkalpinang akan menginjak usia 268 tahun pada 17 September 2025 mendatang. Menurut Bustami, kota memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibanding kabupaten. Di dalam kota, bercampur orang-orang dari berbagai latar belakang, budaya, dan ekonomi. Oleh karena itu, menata kota jauh lebih sulit dibanding menata kabupaten yang relatif sederhana dan homogen.

Menurut Bustami, kota lahir dari proses urbanisasi. Ada dua bentuk urbanisasi: pertama, sebagai proses sistem, yaitu kota yang berkembang secara alami dengan membentuk pola hidup baru yang berbeda dengan desa. Kota tidak pernah diam; pertumbuhan penduduk, kegiatan ekonomi, serta perputaran barang dan jasa semuanya bertemu di kota. Oleh karena itu, jangan hanya melihat kota dari sisi fisik saja. Kota adalah sistem yang harus dikelola secara holistik.

Visi Jangka Panjang untuk Pembangunan Kota

Bustami menilai bahwa Pangkalpinang membutuhkan visi jangka panjang. Tidak cukup hanya memiliki rencana 1–2 tahun, tetapi harus ada gambaran 20 bahkan 50 tahun ke depan. Jika hanya berpikir pendek, masalah klasik seperti banjir, kemacetan, dan ketidaktertiban tidak akan selesai. Kota lain sudah merancang jauh ke depan, mulai dari transportasi, ruang terbuka hijau, pola pemukiman, hingga kawasan ekonomi.

Ia menegaskan bahwa pembangunan kota tidak boleh diartikan hanya menambah bangunan baru. Yang lebih penting adalah menata. Konsepnya, 60 persen menata, 40 persen membangun. Kabupaten sering terbalik: membangun lebih banyak, menata sedikit. Namun, kota tidak bisa begitu karena kompleksitasnya yang tinggi.

Kota yang Beradab

Bustami menyebut bahwa kota bukan hanya tentang fisik, melainkan juga sistem sosial. Kota yang baik adalah kota yang beradab, yaitu yang menyeimbangkan kebutuhan warganya. Kota yang beradab memperhatikan sistem sosial, ekonomi, dan penduduk. Dari situ, baru bisa dipikirkan: mal dibangun di mana, pasar di mana, hunian di mana, dan ruang terbuka di mana. Semua harus terhubung dalam satu sistem.

Ia juga menekankan pentingnya melibatkan masyarakat dalam perencanaan kota. Warga kota bukan hanya penonton, tetapi bagian dari sistem. Suara masyarakat harus didengar, bukan hanya hitung-hitungan teknis di atas kertas.

Tantangan dalam Pembangunan Kota

Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi (BAPPERIDA) Kota Pangkalpinang mengakui tantangan besar dalam membangun ibu kota. Kepala Bapperida, Yan Rizana, menyebut kunci dari semua permasalahan yang dihadapi Kota Pangkalpinang saat ini mulai dari banjir, penataan UMKM, hingga isu sosial ekonomi lainnya akan sangat bergantung pada pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terbaru. Dokumen ini disebutnya sebagai pedoman besar yang harus menjadi acuan pembangunan di kota yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan provinsi.

Yan menjelaskan, Bapperida memiliki kerangka perencanaan pembangunan yang berlapis. Ada rencana jangka panjang yang berlaku untuk 20 tahun, rencana jangka menengah 5 tahun, hingga rencana kerja tahunan (RKPD). Semua dokumen itu disusun bukan hanya sebagai formalitas, melainkan benar-benar harus menjawab kebutuhan masyarakat.

Fokus pada UMKM

Salah satu sektor yang menjadi sorotan Bapperida adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurut Yan, UMKM terbukti sebagai sektor paling tangguh dalam menopang perekonomian Kota Pangkalpinang. Sektor ini dinilainya jauh lebih stabil dan berdaya tahan dibanding sektor pertambangan yang bersifat ekstraktif dan cepat habis.

Yan menegaskan bahwa Pangkalpinang harus dipandang lebih luas, bukan hanya sebagai sebuah kota, melainkan sebagai ibu kota provinsi. Artinya, pembangunan tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus berkolaborasi dengan pemerintah provinsi, DPRD, hingga kementerian terkait.

Masalah Banjir dan Partisipasi Masyarakat

Sementara itu, Kepala Bidang Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Bapperida Kota Pangkalpinang, Aprizal, menyoroti permasalahan banjir yang hingga kini masih menjadi keluhan utama masyarakat. Menurutnya, banjir termasuk persoalan kompleks yang tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Penyelesaiannya membutuhkan dana besar dan waktu panjang. Selain faktor teknis seperti gorong-gorong atau saluran air, banjir juga erat kaitannya dengan perilaku masyarakat.

Bapperida berupaya melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan pembangunan. Melalui sosialisasi, warga bisa mengetahui prioritas pembangunan serta ikut berpartisipasi dalam menjaga lingkungan dan menata kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *