Kritik terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Anggaran yang Besar
Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diinisiasi pada masa pemerintahan Prabowo Subianto, kini menjadi sorotan setelah ribuan siswa mengalami keracunan. Program ini dirancang untuk membangun sumber daya unggul, menurunkan angka stunting, mengurangi kemiskinan, dan mendorong ekonomi masyarakat. Namun, kini program tersebut mendapat kritik dari berbagai pihak, termasuk mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.
Mahfud MD menyampaikan bahwa tata kelola MBG tidak jelas dan perlu diperbaiki. Ia menyoroti bahwa banyak pertanyaan mengenai siapa yang bertanggung jawab di tingkat bawah, serta bagaimana pengelolaan di tingkat daerah. Menurutnya, kepastian hukum juga masih kurang jelas karena tidak ada payung hukum yang jelas seperti Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP).
Selain itu, Mahfud menilai bahwa sistem pengelolaan MBG tidak memiliki parameter yang jelas, sehingga sulit menilai apakah pengelolaan tersebut baik atau tidak. Ia menegaskan bahwa kepastian hukum penting agar semua pihak dapat memprediksi konsekuensi dari tindakan mereka. Dengan adanya payung hukum yang jelas, para pelaku bisa mengetahui tanggung jawab mereka dan menjalankan tugas dengan lebih baik.
Meskipun Mahfud menilai bahwa angka keracunan dalam program ini relatif kecil, ia tetap menekankan bahwa setiap kasus yang menyangkut nyawa dan kesehatan harus diteliti secara mendalam. Ia membandingkan situasi ini dengan kecelakaan pesawat, yang meski jarang terjadi, tetap menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat.
Anggaran Besar untuk Program MBG 2026
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapatkan anggaran sebesar Rp335 triliun dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2026. Anggaran ini akan digunakan untuk meningkatkan kualitas gizi anak sekolah, ibu hamil, dan balita, sekaligus memberdayakan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan mendorong ekonomi lokal.
Badan Gizi Nasional (BGN) akan mendapat anggaran sebesar Rp268 triliun untuk menjalankan program MBG. Jumlah ini meningkat sekitar Rp50,1 triliun dibandingkan pagu indikatif sebelumnya. Anggaran tersebut dialokasikan untuk berbagai kebutuhan, termasuk:
- Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Rp34,493 triliun untuk siswa.
- Ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita: Rp3,1 triliun.
- Belanja pegawai ASN: Rp3,9 triliun.
- Digitalisasi MBG: Rp3,1 triliun.
- Promosi, edukasi, kerja sama, dan pemberdayaan masyarakat: Rp280 miliar.
- Pemantauan dan pengawasan oleh BPOM: Rp700 miliar.
- Sistem dan tata kelola: Rp412,5 miliar.
- Koordinasi penyediaan dan penyaluran: Rp3,8 triliun.
Secara keseluruhan, 95,4 persen anggaran atau sekitar Rp255,5 triliun difokuskan untuk program pemenuhan gizi nasional, sedangkan 4,6 persen atau Rp12,4 triliun untuk program dukungan manajemen.
Target Ambisius Program MBG
Program MBG memiliki beberapa target pencapaian yang telah ditetapkan. Di sektor siswa dan santri, program ini bertujuan untuk menghilangkan kelaparan akut dan kronis, meningkatkan pertumbuhan berat badan sebesar 0,37 kg per tahun, serta tinggi badan 0,54 cm per tahun. Selain itu, program ini juga menargetkan peningkatan tingkat partisipasi siswa hingga 10 persen dan penambahan rata-rata kehadiran siswa sebanyak 4 hingga 7 hari per tahun.
Untuk ibu hamil dan balita, program ini menargetkan penurunan angka stunting nasional ke level di bawah 10% dalam 3-5 tahun. Selain itu, diharapkan dapat mengurangi tingkat kematian balita yang saat ini mencapai 21 kematian per 1.000 kelahiran.
Dalam jangka panjang, program ini menetapkan pencapaian ambisius bagi Indonesia pada tahun 2045. Diproyeksikan bahwa hanya 0,5 persen – 0,8 persen penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Indonesia juga menargetkan status Tanpa Kelaparan dengan nilai Global Hunger Index (GHI) di bawah 10. Angka stunting diharapkan menurun hingga di bawah 5 persen, termasuk balita yang tidak mengalami kekurangan gizi.
Untuk sektor pendidikan, targetnya adalah meningkatkan rata-rata lama belajar penduduk Indonesia menjadi 12 tahun pada 2045.
