Kasus Rumah Sakit Hermina Kendari: Dugaan Penyalahgunaan Data Jaminan Kesehatan
Sebuah peristiwa yang menarik perhatian masyarakat terjadi di Rumah Sakit (RS) Hermina Kendari, Sulawesi Tenggara. Isu dugaan penyalahgunaan data kepesertaan pasien untuk mengklaim biaya jaminan kesehatan secara fiktif membuat publik khawatir. Peristiwa ini bermula dari pengalaman seorang warga Kota Kendari, Ahmad Ariansyah, yang merasa dirugikan akibat tindakan rumah sakit tersebut.
Ahmad Ariansyah adalah suami dari Yayuk Sapta Bela, seorang pasien yang dirawat di RS Hermina. Ia menyatakan bahwa pihak rumah sakit diduga mengklaim jaminan kesehatan milik istrinya, padahal statusnya sebagai pasien umum. Awalnya, istrinya diberi rujukan oleh dokter Indah untuk menjalani operasi caesarean (SC) dan perawatan paru-paru bayi yang belum cukup bulan. Setelah mendapatkan rujukan, Ahmad membawa istrinya ke RS Hermina pada tanggal 24 Juli 2025 dan mendaftarkan pasien menggunakan BPJS Kelas 3.
Namun, karena merasa kurang puas dengan pelayanan, ia memutuskan untuk mengubah status istrinya menjadi pasien umum. Hal ini dilakukan setelah pengalaman buruk dua tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama. Pada hari yang sama, Ahmad membayar biaya perawatan sebesar Rp17,4 juta ke rekening Mandiri RS Hermina atas nama Medika Loka Kendari.
Pada tanggal 26 Juli 2025, istrinya menjalani operasi SC dan mengalami pendarahan sehingga membutuhkan transfusi darah. Meskipun proses operasi selesai, istrinya harus tetap dirawat di inkubator karena lahir prematur. Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 30 Juli 2025, istrinya diperbolehkan pulang. Ahmad meminta bukti kwitansi pembayaran, termasuk tambahan biaya sebesar Rp2,7 juta, hingga total sekitar Rp21,9 juta.
Namun, pihak rumah sakit tidak memberikan kwitansi secara langsung. Mereka hanya berjanji akan mengirimkannya melalui WhatsApp. Setelah menerima berkas PDF, Ahmad menemukan adanya kesalahan. Nama penjamin dalam kwitansi tersebut adalah BPJS Kesehatan, sementara status istrinya adalah pasien umum. Ia mencoba menghubungi pihak rumah sakit, namun tidak ada respons.
Untuk memastikan kebenaran informasi tersebut, Ahmad melapor ke Kantor BPJS Kesehatan Kendari. Setelah memberikan kwitansi yang diperoleh dari RS Hermina, ia mendapat informasi bahwa rumah sakit sedang mengajukan klaim sebesar Rp21,9 juta untuk istrinya. Berkat laporan ini, upaya klaim tersebut diblokir.
Setelah itu, proses mediasi dilakukan antara pasien dan rumah sakit. Hasilnya, RS Hermina Kendari mengakui kesalahannya dalam proses administrasi. Pihak rumah sakit juga meminta maaf kepada Ahmad Ariansyah.
Di sisi lain, Humas RS Hermina Kendari, dr. Fauziah, menegaskan bahwa isu double klaim atau klaim fiktif tidak benar. Menurutnya, kesalahan terjadi karena teknis dalam sistem informasi rumah sakit. Awalnya, pasien menggunakan BPJS Kesehatan, namun kemudian memilih untuk berpindah ke status pasien umum. Proses perubahan ini tidak dilakukan dengan benar, sehingga data masih tercatat sebagai peserta BPJS.
Penanggung Jawab Pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) RS Hermina Kendari, dr. Indah, menjelaskan bahwa rumah sakit tidak melakukan pengklaiman seperti yang dituduhkan. Fungsi Surat Eligibilitas Peserta (SEP) adalah untuk memastikan kepesertaan pasien dan memastikan layanan sesuai dengan ketentuan BPJS Kesehatan. Namun, karena pasien berubah status, SEP tidak lagi berlaku.
BPJS Kesehatan Cabang Kendari juga membantah adanya pemblokiran klaim dari RS Hermina. Menurut Sandi, petugas BPJS Kesehatan menyampaikan bahwa tidak ada klaim yang diajukan oleh rumah sakit terkait kasus ini. Selain itu, mediasi yang dilakukan memastikan bahwa tidak ada klaim yang masuk dari RS Hermina.
