Ketua Kadin Kaltim Menolak Tawaran Rp 1,5 M, Minta Rp 3,5 M untuk Urus IUP

Posted on

Kasus Korupsi Izin Usaha Pertambangan di Kalimantan Timur

Kasus dugaan korupsi terkait pengurusan izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur kembali menjadi perhatian publik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya transaksi uang yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk mantan pejabat dan tokoh bisnis. Salah satu yang terlibat adalah Dayang Donna Walfiaries Tania, Ketua Kadin Kaltim, yang sempat menolak tawaran uang dari Rudy Ong Chandra.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Dayang menolak tawaran awal sebesar Rp 1,5 miliar untuk pengurusan enam IUP di Kalimantan Timur. Namun, ia meminta uang senilai Rp 3,5 miliar sebagai “penebusan” untuk keenam izin tersebut. Peristiwa ini terjadi setelah Rudy Ong Chandra bersama rekan kerjanya, Iwan, bertemu dengan mantan Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak (AFI), untuk membahas masalah perizinan tambang perusahaannya.

Enam IUP yang dimaksud sedang dalam proses gugatan perdata di pengadilan dan penyelidikan pidana oleh kepolisian setempat. Dugaan korupsi ini bermula dari upaya Rudy Ong Chandra untuk mempercepat proses pengurusan izin. Menurut Asep, Rudy diduga memberikan uang sebesar Rp 3 miliar, termasuk fee untuk Iwan Chandra, yang merupakan rekan dari Sugeng, seorang makelar dari Samarinda, guna membantu pengurusan enam IUP tersebut.

Setelah itu, Iwan Chandra bertemu dengan Amrullah, Kepala Dinas ESDM Kaltim, untuk meminta bantuan perpanjangan IUP. Pada Januari 2015, Iwan mengirimkan surat permohonan perpanjangan IUP atas nama beberapa perusahaan milik Rudy ke BPPM-PTSP Kaltim. Setelah dokumen diterima, Iwan mengirimkan uang sebesar Rp 150 juta kepada Markus Taruk Allo, Kepala Seksi Pengusahaan Dinas ESDM Pemprov Kaltim, dan Rp 50 juta kepada Amrullah.

Pada Januari 2015, Dayang Donna Walfiaries Tania menghubungi Amrullah untuk menanyakan proses perpanjangan IUP. Beberapa waktu kemudian, Rudy melalui perantara Sugeng menghubungi Dayang dan berdiskusi tentang fee yang harus dibayarkan. Menurut Dayang, Iwan telah memberikan harga “penebusan” sebesar Rp 1,5 miliar. Meski menolak, Dayang meminta biaya lebih tinggi, yaitu Rp 3,5 miliar.

Rencana negosiasi akhirnya terlaksana, dengan pertemuan di salah satu hotel di Samarinda antara Rudy, Dayang, dan Iwan. Saat itu, Iwan membawa amplop berisi uang sebesar Rp 3 miliar dalam pecahan dollar Singapura atas perintah Rudy. Sementara itu, Sugeng memberikan uang sebesar Rp 500 juta dalam pecahan dollar Singapura kepada Dayang.

Setelah transaksi selesai, Rudy melalui Iwan menerima dokumen berisi SK 6 IUP dari Dayang. Dokumen tersebut diberikan oleh Imas Julia, babysitter Dayang. Berdasarkan fakta-fakta ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka, yaitu Rudy Ong Chandra, Awang Faroek Ishak (AFI), dan putri dari AFI, Dayang Donna Walfiaries Tania.

Rudy Ong Chandra ditahan selama 20 hari, mulai dari tanggal 22 Agustus hingga 10 September 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK. Ia disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, serta Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya mekanisme korupsi dalam pengurusan izin usaha pertambangan di daerah.