Bencana Banjir dan Longsor di Puncak Bogor Kembali Terjadi
Dalam waktu empat bulan, kawasan Puncak Bogor kembali mengalami bencana banjir dan longsor. Kejadian ini terjadi pada malam Sabtu, 5 Juli 2025, setelah sebelumnya terjadi pada Maret 2025. Bencana yang kembali menimpa kawasan wisata favorit ini menunjukkan bahwa kejadian seperti ini menjadi rutinitas bagi masyarakat setempat.
Bencana kali ini melanda 18 kecamatan di Kabupaten Bogor, dengan dampak terparah di kawasan Puncak. Akibat hujan deras dan angin kencang, tiga warga meninggal, satu korban hilang, serta sejumlah bangunan rusak. Dalam sebuah video yang beredar di internet, warga menunjukkan banjir bandang di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari, yang menunjukkan arus air yang sangat deras mengalir di jalan-jalan desa.
Video tersebut juga menampilkan satu unit sepeda motor yang terseret oleh banjir di jalanan yang menurun terjal. Pengambil gambar dalam video tersebut menyebutkan bahwa banjir terjadi akibat pengikisan dan pembangunan di kawasan Gunung Salak.
Kerusakan Lingkungan yang Mengkhawatirkan
Bencana banjir dan longsor pada Maret 2025 di kawasan Puncak Bogor sempat viral karena keparahan banjir bandang yang terjadi. Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, yang akrab disapa KDM, bahkan terlihat menangis ketika melihat area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) beralih fungsi dengan berdirinya bangunan yang akan terhubung dengan Eiger Adventure Land melalui jembatan gantung.
KDM segera bertindak dengan menyegel empat kawasan wisata yang dinilai tidak memiliki izin dan berpotensi merusak lingkungan. Empat wisata tersebut antara lain Pabrik Teh Ciliwung di Telaga Saat, Hibisc Fantasy, bangunan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2 Agro Wisata Gunung Mas, dan Eiger Adventure Land.
Penyebab Bencana Bukan Hanya Faktor Alam
Meski hujan deras dituding sebagai penyebab banjir bandang, faktor alam bukanlah satu-satunya penyebab bencana ini. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat menyebut bahwa deforestasi dan alih fungsi lahan turut memperburuk kondisi lingkungan. Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Wahyudin Iwang, deforestasi dan alih fungsi lahan di kawasan Puncak telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Menurut Wahyudin, hutan dan kawasan resapan air seharusnya menjadi benteng alami terhadap banjir, tetapi kini kawasan tersebut berubah menjadi vila, hotel, perumahan, dan pengembangan wisata. Bahkan alih fungsi lahan terjadi di kawasan perusahaan milik negera, yaitu di bawah pengelolaan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Permasalahan Lingkungan yang Sudah Lama Dikenal
Peneliti Tata Ruang dan Lingkungan P4W IPB, Profesor Ernan Rustiadi, menyebutkan bahwa permasalahan lingkungan di kawasan Puncak sudah diketahui sejak lama, bahkan sejak era kolonial Belanda. Pembangunan besar-besaran demi kepentingan pariwisata telah menyebabkan alih fungsi lahan yang masif.
Ernan menyatakan bahwa ada cukup banyak peraturan yang sudah diterbitkan untuk menjaga kelestarian lingkungan kawasan Puncak. Namun, degradasi lingkungan tetap tak terhindarkan. Ada banyak bangunan dan alih fungsi lahan dari ruang hijau menjadi ruang terbangun, sehingga kualitas lingkungan semakin buruk.
Puncak Bukan Penyebab Banjir Jakarta dan Bekasi
Di satu sisi, Ernan menilai kurang tepat jika kawasan Puncak menjadi kambing hitam penyebab banjir Jakarta dan Bekasi. Menurutnya, Bogor merupakan lokasi hulu sungai yang mengalir ke hilirnya di kawasan Jabodetabek. Selain Sungai Ciliwung, ada 21 hulu sungai lainnya yang berasal dari kawasan sekitar Bogor. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa Puncak bukanlah penyebab banjir, tetapi sungai-sungai yang berasal dari beberapa hulu yang akhirnya mengakibatkan banjir.
