Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengecam sikap keras orang tua serta anaknya tentang pemisahan sekolah tersebut.
Sebab itu, sang ibu beserta anak perempuan mereka menganggap diri mereka sebagai keluarga miskin.
Meskipun demikian, kedua pihak masih ingin ada acara perpisahan sekolah dengan biaya sebesar Rp 1,2 juta.
Itu diketahui ketika Dedi Mulyadi bertemu dengan warga Cikarang, Kabupaten Bekasi yang telah dievakuasi karena tempat tinggal mereka terletak di area milik pemerintah sepanjang Bantaran Kali Bekasi.
Pada awalnya, Dedi Mulyadi menanyakan pendapat pada seorang gadis muda yang mengharapkan adanya acara perpisahan sekolah tersebut.
Gadis muda tersebut menyebut bahwa dia belajar di SMA 1 Cikarang Utara. Dia menambahkan bahwa tak terdapat biaya SPP untuk sekolahnya.
“Tapi jika terdapat biaya pemisahan, berapakah yang harus dibayar?” tanya Dedi Mulyadi seperti dilansir dari YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel pada hari Minggu, 27 April 2025.
“Kira-kira hanya sebesar Rp 1,2 juta saja, Pak,” ujar gadis muda tersebut.
Dedi kemudian mengajukan pertanyaan kepada ibu dari sang gadis muda tentang tugas-tugas harian yang harus dilakukan.
“Woman of the house,” demikian ucap ibunya.
Di sisi lain, sang ayah dari gadis muda tersebut menjual botol bensin.
Mendidiknya menyatakan persetujuannya terhadap pemisahan sekolah walaupun dia harus merogoh kocek dalam-dalam atau mengeluarkan uang sejumlah jutaan rupiah.
“Buat perkembangan mental anak, saya setuju untuk membayarnya. Karena memang tidak sering terjadi, apalagi sampai tingkat SMA. Jadi di masa mendatang, jika hal ini hilang, maka akan menjadi kenangan,” ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa biaya perpisahan sekolah akan di bayar dalam bentuk cicilan.
“Bila mungkin ada perpisahan namun jangan sampai memberatkan hati,” ujar sang ibu.
“Enggak punya rumah sama sekali,” ujar Dedi Mulyadi.
“Ya tetapi untuk kepentingan anak tidak masalah kok,” ujar sang ibu.
“Demi anak, jangan tinggal di tepi sungai,” kata Dedi.
Wanita itu menyatakan bahwa rumah yang ia tinggali adalah warisan dari orangtuanya di suami.
Dedi kemudian mengomentari perilaku yang diperlihatkan oleh ibu itu.
“Ibu tinggal aja masih di bantaran sungai kenapa gaya hidup begininya> Sekarang teriak minta penggantian. Saya ngapain ngeluarin uang Rp10 juta buat ibu, sdah kasihin orang miskin aja yang lain,” kata Politikus Gerindra itu.
Ibu itu berkata dia juga miskin.
“Sungguh sayang sekali. Mengapa penampilannya seperti orang kaya tapi ternyata miskin? Cara berpikir seperti ini perlu diperbaiki,” kata Dedi.
Wanita tersebut kemudian menceritakan bahwa dia dan keluarganya pada akhirnya menyewa tempat tinggal setelah rumah mereka dirobohkan. Dia juga menambahkan bahwa ia membayarnya dengan sistem cicilan.
“Jika begitu, saya tidak perlu membantu Ibu. Mengapa? Karena Ibu sudah mandiri dan orang yang sekolah saja ingin ada wisuda, artinya mereka memiliki kemampuan. Jadi, saya tidak perlu membantu, bukan?” ujar Dedi.
Pertanyaan dari Dedi Mulyadi kemudian dijawab oleh putranya. Dia menyampaikan bahwa videonya yang menegur Dedi Mulyadi tidak bertujuan untuk mendapatkan sumbangan kemanusiaan melainkan keadilan.
Di sana, ketika evakuasi paksa dilakukan, tak terdapat proses konsultasi melainkan hanya kehadiran petugas Satpol PP saja.
“Anda tinggal di tanah orang. Saya balik pertanyaannya tinggal di tanah orang lain harus bayar enggak sama yang punya tanah bayar,” kata Dedi.
“Pak dapat melihat dahulu latar belakang saya seperti apakah saya miskin atau tidak, kemudian apakah sanggup membayar atau tidak,” ujar gadis tersebut.
“Kamu memang miskin ya?” tanya Dedi.
“Iya,” jawab remaja putri.
“Mengapa mereka yang kurang beruntung menginginkan gaya hidup mewah? Sekolah seharusnya tetap memiliki upacara perpisahan. Meskipun kamu tidak mapan, jangan mencoba tampak kaya. Kondisi orang miskin itu menyedihkan; penting bagi mereka untuk merencanakan masa depan dan semua biaya dikendalikan dengan baik agar dapat dialokasikan secara positif,” ujar Dedi.
“Alasannya logika perlu digunakan, hidup itu jangan terlalu angkuh begitu lho buibu meskipun hanya menyewa rumah saja tidak memiliki tetapi Bu menganggap bahwa wisuda sangat penting,” balas Dedi.
Sejak secara resmi menjadi Gubernur Jawa Barat usai dilantik pada hari Kamis tanggal 20 Februari 2025, Dedi telah aktif mengajukan larangan terhadap kegiatan perpisahan dan studi tour untuk siswa SMA/SMK di provinsi tersebut.
Dia menganggap bahwa aktivitas itu memberatkan kondisi finansial para orangtua murid.
Pada hari pertama kerjanya sebagai Gubernur Jabar, Dedi langsung memberhentikan kepala sekolah SMAN 6 Depok karena bersikeras mengadakan studi wisata keluar provinsi.
Akses di
Google News
atau
WhatsApp Channel
Pastikan Tribunners telah menginstal aplikasi WhatsApp ya.