Giliran Tompi Izinkan Konser dan Kafe Nyanyikan Lagu Gratis Tanpa Royalti

Posted on

Polemik Royalti di Industri Musik Terus Memanas

Polemik royalti di industri musik terus memicu perdebatan, terutama mengenai kewajiban kafe dan restoran untuk membayar royalti ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atau LMK jika memutar lagu-lagu musisi. Aturan ini diatur dalam Undang Undang Hak Cipta dengan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 56. Namun, kebijakan ini justru menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak, termasuk para musisi dan pencipta lagu.

Salah satu yang memberikan respons keras adalah musisi Tompi. Ia tidak puas dengan cara penghitungan royalti yang dianggap tidak transparan. Dalam unggahan di media sosialnya, ia menyampaikan kekecewaannya terhadap LMKN dan LMK. “Belum pernah puas dan jelas dengan jawaban dari semua, yang pernah saya tanyai ‘EMANG NGITUNGANYA GMN? Ngebaginya atas dasar apa!???’ Jawabannya ya gitu, ‘Aaa ii uu eee 00oo’ lah,” ujarnya.

Tompi juga menyatakan bahwa semakin lama polemik ini semakin kisruh. Akibatnya, ia memutuskan untuk keluar dari LMK Wahana Musik Indonesia (WAMI). “Saya sudah minta manager sy @Gnatalia_281 untuk keluar keanggotan dari Wami.id,” tulisnya. Bahkan, ia meminta semua pihak, termasuk restoran dan kafe hingga festival musik, untuk menyanyikan karyanya tanpa dipungut biaya.

Tindakan Ahmad Dhani yang Mengejutkan

Selain Tompi, musisi Ahmad Dhani juga membuat keputusan yang mengejutkan. Ia menggratiskan pemutaran lagu-lagu Dewa 19 bagi para restoran. Dalam unggahannya di Instagram, ia menyatakan bahwa restoran yang ingin memutar lagu “Dewa Featuring Virzha – Ello” dapat melakukannya tanpa bayar royalti. Ia meminta pemilik restoran langsung menghubungi band Dewa 19 untuk menindaklanjuti pengumumannya tersebut.

Namun, kebijakan ini justru memperlihatkan ketidakjelasan dalam sistem royalti yang ada. Banyak pemilik usaha yang takut membayar royalti karena aturan yang tidak jelas. Mereka lebih memilih memutar suara alam agar tidak terkena kewajiban pembayaran.

Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, menyebut bahwa restoran yang memutar lagu alam tetap wajib membayar royalti. Hal ini menunjukkan bahwa masalah royalti tidak hanya terjadi antara musisi dan penampil, tetapi juga mencakup pemilik usaha.

Solusi yang Diperlukan

Masalah royalti di industri musik telah menciptakan perpecahan antara pencipta lagu dan penampil. Selain itu, konflik ini juga menjalar hingga ke pemilik restoran, kafe, atau tempat hiburan malam. Mereka takut dimintai royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Musisi Anji mengakui bahwa masalah royalti ini masih panjang dan kompleks. Ia menilai bahwa Pemerintah perlu mempertajam dan memperjelas aturan yang abu-abu dalam UU Hak Cipta. “UU Hak Cipta banyak tertuang pasal-pasal yang menyebabkan banyak masalah,” ujarnya.

Anji menyarankan adanya UU khusus untuk musik, yakni UU Tata Kelola Industri Musik. Hal ini dinilai penting karena industri musik mencakup berbagai aspek, seperti royalti mechanical dan performing rights, distribusi penjualan karya, hingga acara musik. “Sebenarnya banyak hal yang dibahas di dalam UU Hak Cipta, bukan cuma musik aja,” tambahnya.

Ia juga menegaskan bahwa UU Tata Kelola Industri Musik harus memiliki aturan main yang jelas, tidak abu-abu seperti dalam UU Hak Cipta. Meskipun RUU ini sudah diajukan, prosesnya masih dalam tahap revisi. “Semoga rekan musisi di DPR RI bisa mewujudkannya,” harapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *