Pada hari ke-19 sejak perilisan film Jumbo, pada akhirnya kemarin kami berkesempatan menontonnya bersama salah satu anak perempuan saya serta kerabat. Film tersebut telah berhasil memikat lebih dari empat juta orang penonton. Capainya sungguh amat mengesankan.
Pada kesempatan kali ini, tulisan saya tidak akan fokus pada keuntungan ataupun pengalaman yang dapat dipelajari dari animasi kartun ini. Banyak penulis sebelumnya telah menjelaskan tentang nilai-nilainya serta saran-sarannya kepada para orang tua dalam memandu anak-anak mereka saat menonton film tersebut. Saya setuju dengan pandangan-pandangan itu.
Dalam situasi di mana acara edukatif untuk anak-anak masih jarang tersedia, muncullah film Jumbo, pastinya membawa kegembiraan besar bagi para orang tua serta respon positif mereka. Walaupun beberapa aspek dalam film ini terkesan tidak logis, namanya juga cerita fantasi yang menyatukan petualangan Geng Jumbo dengan “sahabat dari alam semesta lain.” Beberapa penonton justru mencolokkan hal ini pada urusan keyakinan agama dan segera berkumpul untuk melawan pandangan tersebut. Namun demikian, saya enggan ikut membahas topik kontroversial tersebut.
Menggarap narasi untuk buah hati, terutama genre fiksi seperti halnya dengan naskah “Jumbo”, sesungguhnya tak memiliki aturan pasti soal cara penulisannya. Tidak mungkin kita membendung imajinasi para penulis berkaitan dengan entitas dari alam semesta yang lain itu. Sebaliknya, menjadi tanggung jawab bagi orangtua dan individu dewasa lebih luas lagi dalam mendampingi si kecil saat menyaksikan produksi mereka sehingga sang anak dapat merumuskan esensi di balik jalinan ceritanya.
Cerita fiksi fantastika dapat menggunakan tahapan mimpi saat puncak narasinya, ataupun era lalu layaknya dunia dinosaurus, memanfaatkan perkembangan teknologi untuk merentangkan diri ke alam semesta di masa datang, dan seterusnya. Kadang-kadang, beberapa cerita fantasi tersebut berakhir dengan plot yang tak rasional. Tetapi, itu adalah ciri khas cerita fantasi. Menurut pandangan saya, cerita raksasa ini masih mengeksploitasi kebijaksanaan lokal sebagai sumber daya imajinasinya.
Meskipun film ini berbentuk animasi, isi dan pesannya ternyata cukup rumit. Memang anak kecil dapat diajak untuk menyaksikannya, tapi jangan harap mereka akan mudah mengerti makna di balik kisah tersebut.
Balita hingga awal sekolah dasar umumnya lebih suka mendengarkan cerita dengan karakter jagoan dan penjahat yang mudah dipahami. Anak-anak ini pertama-tama mengenal tokoh dengan sifat sepenuhnya baik atau sepenuhnya buruk. Kemudian, saat mereka memasuki tingkat lanjutan Sekolah Dasar, baru mulai diperkenalkan kepada karakter kompleks yang menunjukkan kedua aspek kebaikan maupun kesalahan.
Film Jumbo ini sebenarnya cocok untuk anak-anak kelas akhir SD. Perlu dipahami bahwa hal tersebut bukanlah sebuah kritikan terhadap pembuat film maupun para orang tua yang membawa balita menontonnya. Tidak ada masalah jika mereka menontonnya; hanyanya mungkin mereka belum sepenuhnya memahami jalan ceritanya. Hanya itu saja.
Apa pun itu, saya sungguh menghargai film tersebut. Semoga di masa depan bakal banyak muncul lagi karya-karya berkualitas yang pantas jadi pilihan tontonan bagi anak-anak yang mencari hiburan dan juga pendidikan dalam membentuk kepribadian mereka.
___
Branjang, 18 April 2025