Bocah Pengisi Tari Pacu Jalur Jadi Sorotan Dunia
Rayyan Arkan Dhika, seorang bocah berusia 11 tahun asal Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, kini menjadi perhatian dunia. Kehebatannya dalam menari di tengah tradisi Pacu Jalur membuatnya dikenal hingga ke luar negeri. Dikha, begitu ia akrab disapa, kini mendapat undangan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri.
Sejak aksinya menari di haluan sampan saat Pacu Jalur viral, Dikha terus sibuk menghadiri acara-acara untuk memperlihatkan tarian yang disebut “aura farming”. Minggu ini, ia akan berangkat ke Jakarta untuk mengisi beberapa acara, mulai dari penutupan Piala Presiden hingga tampil di stasiun televisi swasta. Ia berangkat bersama ibunya, Rani Ridawati, ayahnya, Supriono, dan seorang pendamping.
Selain undangan dalam negeri, Dikha juga mendapat tawaran dari luar negeri. Menurut ibunya, Rani Ridawati, Dikha diundang untuk tampil di sebuah perusahaan di Dubai. Undangan tersebut dijadwalkan pada 14 Juli 2025. Meskipun biaya perjalanan ditanggung oleh perusahaan, Rani masih meragukan apakah Dikha bisa hadir karena agenda yang masih ada di Indonesia.
“Mereka minta datang ke Dubai tanggal 14 ini, biaya mereka tanggung. Cuma agenda Dikha masih ada di sini,” ujar Rani. Selain itu, kondisi Dikha saat ini cukup lelah akibat banyaknya undangan yang harus ia terima. Sebagai orang tua, Rani dan Supriono sangat memperhatikan kesehatan anaknya. Mereka belum memastikan apakah Dikha akan bisa berangkat ke Dubai atau tidak.
Tradisi Pacu Jalur yang Mendunia
Pacu Jalur adalah tradisi Melayu Riau yang kini semakin dikenal secara global. Hal ini berkat tarian Dikha yang berada di haluan sampan saat Pacu Jalur. Warga dari berbagai belahan dunia ikut memparodikan gerakan menari yang dikenal dengan istilah “aura farming” dan menjadi tren di media sosial, terutama TikTok.
Dalam video yang viral, Dikha menari di ujung sampan, yang disebut Togak Luan. Gerakan tangannya seperti menepuk-nepuk udara dan diselingi dengan gerakan tangan menggulung. Selain itu, kedua tangan bergantian mengayun depan dan belakang, seirama dengan puluhan pria yang mendayung jalur.
Dikha telah memulai perjalanannya sebagai penari Pacu Jalur sejak usia 9 tahun. Ia menjelaskan bahwa ia sudah menjadi Anak Coki Pacu Jalur selama dua tahun. Anak Coki merupakan penari yang berdiri di ujung perahu dan menggoyangkan tubuh saat perahu didayung. Mereka adalah daya tarik utama yang menyemarakkan perlombaan, sekaligus penjaga semangat tim.
Dedikasi dan Harapan Masa Depan
Meski terlihat lincah, peran Anak Coki ternyata sangat menantang. Dikha mengaku bahwa ia belajar sendiri secara otodidak. Ia mengatakan bahwa hal yang sulit adalah mengimbangkan badan saat menari di atas perahu.
Di balik ketenarannya, Dikha tetap anak yang bersahaja. Saat ditanya tentang masa depannya, ia menjawab dengan polos namun penuh harapan. “Kedepannya saya akan tetap melanjutkan ini. Cita-cita tentu ingin menjadi tentara, dan kalau bisa juga menjadi Gubernur juga,” ucapnya sambil tertawa kecil.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, memberikan pujian atas dedikasi Dikha dalam melestarikan budaya daerah. Ia menyebut Dikha sebagai simbol hidupnya tradisi di tengah generasi muda, dan memberikan penghargaan serta beasiswa pendidikan sebagai bentuk apresiasi.
“Hari ini hampir semua orang membuka mata bahwa tradisi dan budaya sangat berkembang di Riau, terutamanya Pacu Jalur. Nah, oleh karena itu saya tadi memberikan apresiasi untuk Dika,” ujar Gubernur.
Langkah Dikha mungkin baru dimulai, tapi gerak tubuhnya di atas perahu telah membawa kebanggaan tersendiri bagi Riau dan menjadi inspirasi bagi anak-anak lain untuk mencintai budaya mereka sendiri. Dikha berasal dari Desa Pintu Lobang Kari, Kecamatan Kuantan Tengah, Kuansing.


