Pemerintah India Rencanakan Penurunan Pajak Konsumsi
Pemerintah India tengah mempertimbangkan penurunan pajak konsumsi sebagai bagian dari reformasi sistem perpajakan yang lebih luas. Langkah ini diumumkan beberapa jam setelah Perdana Menteri Narendra Modi menegaskan komitmennya untuk mengembalikan perekonomian negara yang sedang tertekan akibat ketegangan dagang dengan Amerika Serikat.
Seorang pejabat senior yang tidak ingin disebutkan namanya menyampaikan bahwa pemerintah federal akan mengusulkan skema baru dengan dua lapis tarif, yaitu 5 persen dan 18 persen. Selain itu, tarif 12 persen dan 28 persen yang selama ini berlaku pada sejumlah produk akan dihapuskan. Dengan perubahan ini, hampir semua barang dalam kategori 12 persen akan turun ke tarif 5 persen.
Dampak Ekonomi dan Politik
Rencana reformasi pajak ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan dagang antara New Delhi dan Washington. Dalam pidatonya pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-79 India, Modi menyatakan bahwa penurunan pajak akan dilakukan sebelum perayaan Diwali tahun ini. Diwali adalah hari raya terbesar bagi umat Hindu di India, dan ia berharap perayaan kali ini akan menjadi lebih meriah dengan adanya reformasi GST generasi baru.
Meski keputusan akhir masih di tangan Dewan GST yang terdiri dari Menteri Keuangan pusat dan negara bagian, sejumlah analis telah menghitung potensi dampaknya. Menurut perkiraan dari Citi, sekitar 20 persen barang seperti makanan dan minuman kemasan, pakaian, serta hotel saat ini dikenakan pajak GST 12 persen. Jika sebagian besar barang tersebut dipindahkan ke tarif pajak yang lebih rendah (5 persen) dan sebagian lainnya ke tarif lebih tinggi (18 persen), negara bisa kehilangan pendapatan hingga 500 miliar rupee (sekitar Rp 92,7 triliun), atau setara 0,15 persen dari PDB.
Citi juga memperkirakan bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan total stimulus ekonomi bagi rumah tangga pada tahun keuangan 2025–2026 menjadi 0,6 persen–0,7 persen dari PDB.
Dorong Permintaan Pasar dan Bursa Saham
Sejumlah firma konsultasi ekonomi memprediksi bahwa pemangkasan pajak konsumsi ini mampu mendorong permintaan pasar senilai 13 hingga 17 miliar dollar AS. Lonjakan konsumsi ini diyakini akan menggerakkan kembali roda ekonomi India yang sempat tersendat.
Manfaat kebijakan ini dirasakan oleh berbagai sektor, mulai dari industri rumah tangga hingga korporasi besar. Direktur Keuangan Godrej Consumer Products, Aasif Malbari, mengatakan bahwa reformasi pajak ini akan memberi kelas menengah India daya beli lebih kuat, yang menjadi kunci pemulihan ekonomi yang sempat melemah sejak pandemi.
Sentimen positif terkait rencana reformasi pajak sudah terlihat sejak awal tahun. Pada Februari lalu, kabar mengenai rancangan undang-undang pajak baru langsung mengangkat kinerja bursa saham nasional. Saham sektor otomotif mencatat kenaikan rata-rata 2,1 persen, sektor properti naik 3 persen, sementara saham perusahaan layanan pesan-antar makanan Zomato melonjak hingga 7,8 persen.
Tenangkan Kekgelisahan Masyarakat
Dosen Ekonomi Universitas Global OP Jindal, Deepanshu Mohan, menilai bahwa pemotongan pajak konsumsi bukan hanya kebijakan fiskal, tetapi juga strategi politik Narendra Modi untuk menenangkan kegelisahan masyarakat. Kebijakan ini hadir di tengah meningkatnya tekanan tarif dari pemerintahan Donald Trump yang memperburuk iklim perdagangan India.
Mohan menambahkan bahwa pengakuan Modi juga menandakan bahwa pemerintah menyadari kondisi ekonomi kelas menengah sebenarnya sudah lama tidak baik-baik saja. Hal inilah yang membuat sebagian masyarakat menyambut aturan baru, sementara sebagian lain kecewa karena langkah tersebut baru diambil sekarang.


