Beras: Komoditas Politik yang Perlu Dijaga

Posted on

Beras sebagai Komoditas Politik yang Perlu Dikelola dengan Cermat

Beras tidak hanya menjadi kebutuhan pokok masyarakat, tetapi juga menjadi komoditas politik yang perlu dikelola secara cermat. Harga beras yang terlalu tinggi dapat memberatkan lebih dari 200 juta konsumen di Indonesia, sementara harga yang terlalu rendah akan merugikan para petani. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam mengendalikan harga beras sangat krusial. Pengendalian ini tidak boleh diserahkan kepada pihak ketiga, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Sejarah telah membuktikan bahwa ketidakmampuan mengendalikan harga pangan pokok bisa berdampak pada stabilitas suatu pemerintahan.

Belakangan ini, harga beras di Aceh terus meningkat, disertai dengan kelangkaan stok di pasar-pasar tradisional. Kondisi ini memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat. Pantauan di sejumlah pasar di Banda Aceh dan Aceh Besar menunjukkan bahwa tingginya harga beras menyebabkan masyarakat mengurangi pembelian. Fenomena ini tidak hanya terjadi di dua daerah tersebut, tetapi juga merata di berbagai wilayah di Aceh.

Ibnu Ilyas, pemilik Toko Tukang Sayur BKN-Pdin di Pasar Almunawarah Lamdingin, Banda Aceh, menjelaskan bahwa kenaikan harga beras telah berlangsung selama tiga minggu terakhir. “Sejak tiga minggu lalu, stok beras sudah mulai sulit didapat,” ujarnya saat dihubungi Serambi. Toko miliknya, yang merupakan salah satu dari lima pedagang mitra Bulog di pasar tersebut, mengatasi kelangkaan dengan menebus beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). “Dalam seminggu ini, kami sudah dua kali menebus beras SPHP dari Bulog, masing-masing 2 ton,” tambah Ibnu yang akrab disapa Bang Qein.

Beras SPHP dari Bulog tersedia dalam kemasan 5 kilogram dengan harga Rp 65.000 per kemasan, atau Rp 13.000 per kilogram. “Hanya mitra Bulog yang dapat menebus beras ini untuk mencegah pengoplosan dan penyelewengan,” jelas Ibnu. Ia juga menyebutkan bahwa kenaikan harga beras disebabkan oleh melonjaknya harga gabah hingga Rp 9.000 per kilogram, ditambah kesulitan kilang padi mendapatkan pasokan gabah. Biasanya, tokonya memiliki perputaran stok beras 3-5 ton per minggu, tetapi saat ini hanya tersisa sekitar 300 kilogram, ditambah 1 ton beras SPHP dari Bulog.

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menjelaskan bahwa kenaikan harga beras dipengaruhi oleh siklus panen dan distribusi. Saat ini belum memasuki musim panen raya, sehingga pasokan dari petani masih terbatas. “Panen raya akan berlangsung lagi pada Agustus,” ujar Zulkifli dalam konferensi pers di Jakarta Selatan. Untuk menstabilkan harga, pemerintah melalui Perum Bulog telah menggelontorkan 1,3 juta ton beras SPHP ke pasar sejak awal tahun. Beras SPHP dilepas dengan harga rata-rata Rp 62.500 per kemasan 5 kilogram, atau Rp 12.500 per kilogram yang dianggap kompetitif, terutama untuk wilayah Indonesia timur dengan biaya distribusi lebih tinggi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa harga beras naik di 178 kabupaten/kota pada minggu kedua Juli 2025, menjadi salah satu penyumbang utama inflasi nasional. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus memperkuat operasi pasar dan memastikan distribusi beras SPHP merata untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan stok, demi melindungi konsumen dan petani sekaligus.

Sejauh ini belum diketahui apa saja langkah-langkah yang dilakukan Perum Bulog Kantor Wilayah Aceh dalam merespons kondisi pasar beras yang ‘bergejolak’. Yang pasti, kita berharap pemerintah menjaga betul komoditas ini. Kenaikan harga Rp 1.000 atau 2.000 per sak jangan dianggap enteng bagi konsumen. Dalam kondisi ekonomi Aceh yang morat-marit ini, pemerintah harus meningkatkan kepekaan. Ketidakmampuan menstabilkan harga bisa berandil dalam memicu gelombang kemarahan sosial.

Berita Terkini Lainnya

Kaesang terpilih jadi Ketua PSI, Jokowi siap kerja keras

Ha..ha…ha.. Ini urusan ayah dan anak.

PAN Aceh didominasi anak muda

Ini urusan satu atau dua keluarga juga?

Trump tuding media massa cemarkan nama baiknya

Jangan-jangan justru media yang selama ini dicemari Trump?