Bawa Laptop dan Printer, Tren Canggung Ganggu Pemilik Kafe di Korea Selatan

Posted on

Tren Kerja dan Belajar di Kafe Menggema di Kalangan Anak Muda Korea Selatan

Di tengah dinamika masyarakat yang semakin kompetitif, tren kerja dan belajar di kafe menjadi semakin populer di kalangan anak muda Korea Selatan. Fenomena ini dikenal dengan istilah “cagongjok”, yang berarti “kumpulan orang muda yang belajar atau bekerja di dalam kafe”. Tren ini menunjukkan perubahan pola hidup generasi muda yang mencari ruang untuk berkarya tanpa mengorbankan kenyamanan.

Masalah yang Muncul dari Tren Ini

Pemilik kafe Daechi, Seoul, Hyun Sung-joo, mengungkapkan bahwa fenomena ini menimbulkan dilema. Meski senang melihat kafenya ramai, ia juga merasa khawatir karena beberapa pelanggan terlalu lama menempati kursi. Beberapa bahkan membawa perangkat elektronik seperti dua laptop dan stopkontak enam colokan agar bisa bekerja sepanjang hari. Akhirnya, Hyun memutuskan untuk mematikan stopkontak agar tidak terjadi penyalahgunaan.

Tidak hanya di kafe lokal, tren ini juga mulai mendominasi Starbucks Korea. Pihak Starbucks melaporkan bahwa banyak pelanggan membawa monitor desktop dan printer, serta mengubah posisi meja. Akibatnya, mereka meninggalkan meja tanpa pengawasan selama waktu yang lama. Untuk menghadapi hal ini, Starbucks memberikan panduan kepada pelanggan, meskipun tidak langsung mengusir mereka.

Masalah Pencurian dan Pengelolaan Ruang

Selain itu, ada masalah pencurian akibat barang-barang yang ditinggalkan di kafe. Meskipun jumlah pelanggan yang membawa perangkat berat telah berkurang, masih banyak yang meninggalkan laptop dan barang lain saat pergi makan siang. Dalam satu bulan, Hyun menyebutkan bahwa hanya dua hingga tiga orang dari seratus pelanggan yang membawa banyak perangkat elektronik.

Namun, beberapa kafe lain mulai menyesuaikan diri dengan menawarkan fasilitas seperti stopkontak, meja khusus, dan paket sewa co-working agar anak muda merasa nyaman. Di sisi lain, ada juga kafe yang menerapkan kebijakan ketat. Misalnya, pemilik kafe di Jeonju, Kim, membuat kebijakan “Zona Dilarang Belajar” setelah mengeluhkan penggunaan ruangan yang tidak efektif. Ia menyatakan bahwa dua orang bisa mengambil alih ruang untuk 10 orang, sehingga kafe tersebut kini hanya mengizinkan pengunjung untuk belajar atau bekerja maksimal dua jam.

Alasan Mengapa Banyak Orang Memilih Kerja di Kafe

Seorang pelanggan kafe, Yu-jin Mo (29), menjelaskan bahwa masa kecilnya yang tidak nyaman dengan suasana sepi membuatnya lebih suka bekerja di kafe. Ia tumbuh besar di panti asuhan setelah tinggal bersama ayahnya yang sering menguncinya sendirian di rumah. Setelah dewasa, ia merasa tidak nyaman jika sendirian, sehingga sering bekerja dari kafe. Ia pernah mencoba bekerja dari perpustakaan tetapi merasa sesak karena suasana yang sepi.

Dari pengalaman itu, Yu-jin akhirnya membuka kafenya sendiri, dengan harapan kafenya menjadi tempat yang nyaman bagi orang-orang untuk tinggal dan belajar.

Pandangan Ahli tentang Fenomena Cagongjok

Profesor Choi Ra-young dari Universitas Ansan melihat cagongjok sebagai fenomena budaya yang dibentuk oleh masyarakat Korea Selatan yang sangat kompetitif. Menurutnya, cagongjok umumnya terdiri dari pencari kerja atau mahasiswa yang menghadapi tekanan baik secara akademis maupun pekerjaan, serta kondisi rumah yang tidak memiliki ruang belajar yang cukup.

Choi menilai bahwa anak-anak muda ini adalah korban dari sistem yang tidak menyediakan ruang publik yang cukup bagi mereka untuk bekerja atau belajar. Meskipun fenomena ini dianggap mengganggu, ia menekankan bahwa cagongjok adalah produk dari struktur sosial. Oleh karena itu, diperlukan panduan yang lebih inklusif agar dapat tetap mengakomodasi budaya ini tanpa mengganggu orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *