Wujudkan Pendidikan Dasar Gratis: Langkah Nyata Pemerintah

Posted on




PasarModern.com

– Pemerintah akan melakukan beberapa hal untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kewajiban menggratiskan biaya pendidikan dasar.

Salah satu yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) adalah melakukan klasifikasi sekolah swasta yang terbilang mahal.

“Kami akan membuat rentang ya nanti dengan memperhatikan beberapa faktor, mungkin di satu daerah tertentu dianggap mahal, tapi di daerah lain tidak,” kata Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat dikutip dari

PasarModern.com

, Jumat (27/6/2025).

Atip mengatakan, klasifikasi itu akan dilihat berdasarkan data dan standar pendidikan di daerah karena setiap daerah memiliki standar tersendiri.

“Di kota lain yang dianggap mahal, bagi Jakarta enggak mahal. Jadi kami akan memperhatikan sejumlah faktor. Makanya kriteria untuk sekolah swasta mahal itu akan memperhatikan, melibatkan beberapa elemen,” lanjut dia.

Siswa dari keluarga miskin dapat sekolah gratis

Sehingga, tambah Atip, dengan adanya putusan MK itu membuat siswa yang berasa dari keluarga miskin dapat mengenyam pendidikan secara gratis, baik itu di sekolah negeri atau swasta.

“Peserta didik dari keluarga miskin dibebaskan dari seluruh pembiayaan pendidikan sebagai bentuk afirmasi dan komitmen terhadap prinsip keadaan sosial dan akses pemerataan,” ungkapnya.

Selain itu, Atip juga menegaskan, meski ada keputusan MK sekolah swasta tetap bisa menarik dana pendidikan dari orangtua siswa.

Sebab, menurut Atip, putusan MK yang mengubah norma frasa Pasal 34 Ayat 2 tidak serta-merta membatalkan Pasal 55 Ayat 3 pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tersebut.

“Kami memahami bahwa frase tanpa memungut biaya tersebut tidak dapat dimaknai sebagai tanpa pungutan sama sekali,” tutur Atip dikutip dari Antara, Kamis (26/6/2025).

“Putusan Mahkamah Konstitusi tidak lantas membatalkan Pasal 55 ayat 3 Undang-Undang Sisdiknas yang menyatakan dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat,” sambung dia.

Atip menjelaskan, aturan tersebut mengatur dana pendidikan sekolah swasta yang bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan undang-undang yang berlaku.

Sementara putusan MK, kata Atip, tidak serta merta diperintahkan untuk sekolah swasta menggratiskan biaya pendidikan tetapi juga harus mempertimbangkan kemampuan anggaran.

Terlebih lagi, pendidikan dasar yang tidak memungut biaya itu merupakan bagian dari penyediaan hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob).

Sehingga menurut Atip, pendidikan dasar gratis dapat dilakukan secara bertahap menyesuaikan dengan kondisi kemampuan negara.

Sekarang, saya memikirkan juga tengah mengkaji usulan prinsip-prinsip dalam pelaksanaan keputusan MK termasuk struktur biaya yang akan difasilitasi negara.

Termasuk kriteria sekolah swasta yang akan mendapatkan pembebasan biaya pendidikan.

“Karena mencakup hak ekosob senantiasa berkaitan dengan ketersediaan sarana, prasarana, sumber daya, dan anggaran negara, peralihan pendidikan dasar yang tidak memungut biaya juga dapat dilakukan secara bertahap, mengoleksi dan afirmatif tanpa menimbulkan perlakuan diskriminatif,” jelas Atip.

Senada dengan Atip, Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifuddin juga menilai sekolah swasta yang memberikan layanan pendidikan premium harus terancam dari keputusan MK terkait kewajiban negara pembiayaan pendidikan dasar tanpa pungutan biaya.

“Menurut pendapat kami, sesungguhnya sekolah-sekolah swasta yang seperti itu seharusnya dikecualikan atau bermusuhan dari aturan ini,” ujar Hetifah dalam program Obrolan News Room

PasarModern.com

, Jumat (30/5/2025).

Hetifah menjelaskan bahwa tidak semua sekolah swasta berada dalam kategori yang sama. Meski begitu, lanjut Hetifah, ada pula sekolah swasta yang memang secara khusus menawarkan layanan pendidikan dan fasilitas berstandar tinggi.

Kondisi ini pun akhirnya membuat biaya pendidikan di sekolah swasta menjadi lebih mahal.

“Ada sekolah-sekolah swasta yang betul-betul ada karena tidak bisa pemerintah hadir di sana, jadi mereka betul-betul mengisi kekosongan. Tapi ada juga sekolah swasta yang memberikan pelayanan premium atau pelayanan khusus,” kata Hetifah.

“Kalau sekolah negeri mungkin tanpa AC, dia menggunakan AC dan mungkin banyak hal lain yang membuat sekolah swasta ini memungut iuran yang relatif tinggi,” sambungnya.

Di samping itu, lanjut Hetifah, banyak pula orangtua yang memang secara sadar memilih menyekolahkan anaknya di sekolah swasta premium, karena menginginkan kualitas layanan yang berbeda.

“Jadi bukan karena tidak kebagian sekolah negeri. Tapi memang dia ingin mendapatkan pelayanan yang berbeda, yang tadi premium atau khusus tadi,” ucap Hetifah.

Menurut Hetifah, tidak masuk akal jika masyarakat yang secara sukarela menyekolahkan anak di sekolah swasta premium, juga menginginkan seluruh biayanya ditanggung negara.

“Jadi kan itu tidak mungkin (digratiskan),” tegasnya.



Penjelasan MK


Sementara itu, Mahkamah Konstitusi sudah menjelaskan bahwa negara dapat menetapkan pendidikan dasar gratis secara bertahap.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan hukum mengatakan bahwa pendidikan dasar tanpa memungut biaya merupakan bagian dari pemberian hak atas ekonomi, sosial dan budaya (ekosob).

Dia menyebutkan, hak tersebut dinilai berbeda dengan menyediakan hak sipil dan politik (sipol) yang bersifat segera.

Mahkamah berpendapat bahwa pemberian hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi kemampuan negara.

Sebab, menurut Enny, pemberian hak ekosob senantiasa berkaitan dengan ketersediaan sarana, prasarana, sumber daya, dan anggaran negara.

“Oleh karena itu, mutasi pendidikan dasar yang tidak memungut biaya berkenaan dengan memuat hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap, secara bertahap, dan afirmatif tanpa memunculkan perlakuan diskriminatif,” kata Enny saat membacakan kesimpulan di Gedung MK RI, Selasa (27/5/2025), dikutip dari Antara News.

Serupa diberitakan, dalam kesimpulannya, MK menyatakan frase “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif sehingga bertentangan dengan konstitusi.

Oleh karena itu, MK mengubah norma frasa tersebut menjadi, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat”.

Menurut Mahkamah, konstitusi telah dengan jelas mengamanatkan kewajiban negara dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan pengutamaan pada tingkat pendidikan dasar.

Dalam kaitan ini, pembiayaan dan penyelenggaraan pendidikan dasar oleh pemerintah merupakan suatu keniscayaan.

Secara pribadi, MK menemukan bahwa pemerintah secara faktual menerapkan norma Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas dengan membentuk dan menyelenggarakan pendidikan dasar melalui lembaga pendidikan dasar (SD, SMP, madrasah) milik negara atau sekolah negeri.

Padahal, pendidikan dasar tidak hanya diselenggarakan oleh pemerintah melalui sekolah negeri, tetapi juga oleh masyarakat melalui satuan pendidikan yang dikenal dengan sebutan sekolah atau madrasah swasta.

Menurut Mahkamah, jika frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” hanya dimaknai berlaku untuk sekolah negeri, negara justru mengabaikan fakta keterbatasan daya tampung sekolah negeri telah memaksa banyak anak untuk bersekolah di sekolah swasta dengan beban biaya lebih besar.

Kondisi tersebut dinilai oleh Mahkamah bertentangan dengan kewajiban negara dalam menjamin pendidikan dasar tanpa memungut biaya bagi seluruh warga negara.

Oleh karena itu, Mahkamah berpandangan bahwa negara harus mewujudkan kebijakan pembiayaan pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta, melalui mekanisme bantuan pendidikan atau subsidi.