WHO Sarankan Suntikan HIV Dua Kali Tahunan untuk Kelompok Berisiko

Posted on

Rekomendasi Baru WHO untuk Pencegahan HIV dengan Obat Lenacapavir

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merilis rekomendasi terbaru yang menyarankan negara-negara untuk menyertakan obat baru bernama Lenacapavir dalam program pencegahan HIV. Langkah ini diambil sebagai upaya memperkuat usaha mengatasi infeksi HIV, khususnya bagi kelompok berisiko tinggi dan wilayah dengan beban penyakit yang masih tinggi.

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, sehingga membuat seseorang rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit lain. Penyebaran virus ini bisa melalui kontak dengan cairan tubuh tertentu, seperti darah, air mani, atau cairan vagina dari orang yang terinfeksi. Hal ini sering terjadi melalui hubungan seks tanpa perlindungan atau penggunaan jarum suntik secara bersamaan.

Jika tidak segera diobati, HIV dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), yang merupakan tahap akhir dari infeksi. Pada beberapa minggu pertama setelah terinfeksi, gejala seperti demam, sakit tenggorokan, dan kelelahan bisa muncul. Namun, pada tahap selanjutnya, gejala bisa tidak terlihat hingga perkembangan penyakit mencapai stadium AIDS. Gejala AIDS meliputi penurunan berat badan drastis, demam, keringat malam, kelelahan, serta infeksi berulang.

Sampai saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkan AIDS sepenuhnya. Namun, pengobatan antiretroviral (ARV) yang ketat dapat membantu memperlambat perkembangan penyakit dan mencegah komplikasi. Sementara itu, vaksin untuk HIV sedang dalam proses uji coba, tetapi belum ada vaksin yang berhasil dikembangkan hingga saat ini.

Pada awal 2025, perjuangan global melawan HIV/AIDS menghadapi tantangan besar karena keputusan Amerika Serikat untuk menghentikan pendanaan bantuan luar negeri bagi program pencegahan dan pengobatan HIV. Dalam situasi ini, WHO mengeluarkan panduan baru yang dirilis pada Konferensi Masyarakat AIDS Internasional ke-13 pada 14 Juli 2025. Panduan ini menekankan pentingnya penggunaan obat Lenacapavir setiap enam bulan sebagai bagian dari strategi pencegahan.

Perubahan dalam Pendekatan Pengobatan HIV

Kebijakan ini juga menandai peralihan dari pengobatan harian berupa pil menjadi perlindungan jangka panjang melalui suntikan. Lenacapavir, obat yang diberikan dua kali setahun melalui suntikan, bekerja dengan menargetkan protein struktural HIV, yaitu kapsid, sehingga menghambat replikasi virus di dalam tubuh.

Lenacapavir disetujui pada 2022 untuk pengobatan HIV tertentu, dan dalam uji coba pencegahan, terbukti efektif dalam mengurangi risiko infeksi secara signifikan. Ini menjadikannya sebagai alternatif yang sangat berguna dalam pencegahan HIV.

Rekomendasi Resmi WHO

Meg Doherty, Direktur Departemen Program Global HIV, Hepatitis, dan Infeksi Menular Seksual WHO, menjelaskan bahwa rekomendasi ini dirancang untuk digunakan secara global. “WHO bekerja sama erat dengan negara-negara dan mitra untuk mendukung implementasinya,” ujar Doherty.

Rekomendasi pertama adalah memberikan suntikan Lenacapavir sebagai pilihan pencegahan tambahan bagi individu berisiko tinggi. Selain itu, tes diagnostik cepat, seperti tes rumah, dapat digunakan untuk skrining HIV ketika seseorang memulai, melanjutkan, atau menghentikan pengobatan jangka panjang.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut Lenacapavir sebagai “pilihan terbaik kedua” setelah vaksin HIV. Pengesahan ini melengkapi metode pencegahan yang sudah disetujui oleh WHO, termasuk PrEP oral harian, suntikan cabotegravir dua bulanan, dan cincin vagina dapivirine.

Keuntungan dan Efektivitas Lenacapavir

WHO merekomendasikan penyederhanaan protokol tes HIV untuk mendukung penggunaan PrEP suntik di lingkungan komunitas, apotek, dan telehealth. Suntikan dua kali setahun ini dinilai lebih efektif karena pengobatan sebelumnya berupa pil harian memerlukan konsistensi yang sulit dipertahankan.

Dengan Lenacapavir, pencegahan HIV menjadi lebih mudah, hanya membutuhkan dua kunjungan klinik per tahun. Hal ini membantu menghindari hambatan seperti stigma, kelelahan mengonsumsi pil, atau akses layanan kesehatan yang terbatas.

Berdasarkan data uji coba, tidak ada infeksi yang terjadi pada peserta yang menerima Lenacapavir, dibandingkan dengan tingkat infeksi yang signifikan pada kelompok PrEP berbasis pil. Selain itu, obat ini lebih mudah diakses dan terjangkau bagi populasi berisiko tinggi, seperti pekerja seks, individu LGBTQ+, pengguna narkoba suntik, narapidana, dan remaja. Dengan alat pencegahan yang mudah diterapkan dan tahan lama, mereka akan mendapatkan manfaat maksimal.