Vonis 3,5 Tahun Hasto Dinilai Terlalu Ringan, ICW Minta Hukuman Lebih Berat

Posted on

Penjatuhan Hukuman terhadap Hasto Kristiyanto Dinilai Tidak Menyentuh Inti Kasus

Putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman 3 tahun dan 6 bulan penjara kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam kasus dugaan perintangan penyidikan terkait kasus Harun Masiku, mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), yang menyampaikan kekecewaannya atas putusan tersebut.

Menurut Wana Alamsyah, Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, putusan pengadilan tidak sepenuhnya mencerminkan kebenaran materiil dari kasus ini. Ia menyoroti bahwa perdebatan mengenai perintangan penyidikan berkutat pada interpretasi Pasal 21 UU Tipikor. “Putusan hakim yang menyebut Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan bukan semata-mata karena tidak adanya perintah merendam handphone, tapi lebih karena belum dimulainya tahap penyidikan yang ditandai sprindik,” ujarnya.

Ia menilai bahwa sistem hukum saat ini masih memiliki kelemahan dalam menjangkau fase sebelum penyidikan. Hal ini membuat pelaku bisa menghindari konsekuensi hukum meskipun telah melakukan tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip penegakan hukum.

Selain itu, Wana juga menyoroti peran istilah “Bapak” yang disebut oleh jaksa dalam memerintahkan Harun Masiku merendam ponselnya. Menurutnya, perbuatan tersebut harus dilihat sebagai tindakan yang disengaja dan memiliki niat jahat. “Harun yang masih buron hingga kini patut dilihat sebagai dampak langsung dari perintah itu. Ini bukan peristiwa biasa, melainkan rangkaian upaya menghalangi penegakan hukum.”

Peristiwa tersebut juga berkaitan erat dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Wahyu Setiawan pada hari yang sama atau pada 8 Januari 2020 lalu. “Perintah itu muncul bersamaan dengan OTT, jadi jelas ini bentuk reaksi untuk menghambat proses hukum,” tambah Wana.

Dalam konteks ini, ia menilai bahwa hakim seharusnya lebih progresif dan tidak terpaku pada definisi sempit dalam pasal hukum. “Dalam semangat judicial activism, hakim seharusnya perlu tampil progresif, menggali niat jahat pelaku, dan tidak terpaku pada formalisme hukum.”

Vonis 3,5 tahun dianggap sebagai antiklimaks dari perjuangan panjang membongkar kasus ini. “Bukannya memberikan efek jera, vonis ini malah melemahkan upaya pemberantasan korupsi,” katanya.

Pertimbangan Hakim yang Dianggap Keliru

ICW juga mengkritik pertimbangan hakim yang menjadikan pengabdian Hasto dalam jabatan publik sebagai alasan meringankan hukuman. “Logika itu sangat keliru. Justru karena pernah menjabat di posisi strategis, Hasto seharusnya lebih memahami pentingnya integritas. Latar belakang itu seharusnya menjadi pemberat hukuman, bukan sebaliknya,” ujar Wana.

Kasus ini bukan sekadar suap biasa. Melainkan kasus yang sudah mencoreng integritas penyelenggaraan pemilu. “Pemilu adalah proses demokrasi yang harus dijaga. Saat penyelenggaranya disuap, dan peserta pemilunya justru terlibat, ini adalah penghinaan terhadap demokrasi yang dibiayai oleh rakyat,” tegasnya.

Menurut Wana, vonis terhadap Hasto masih menunjukkan lemahnya komitmen dalam membongkar seluruh aktor di balik kasus buronnya Harun Masiku. “Kami meragukan bahwa Harun bisa buron selama ini hanya karena keahliannya bersembunyi. Banyak indikasi perintangan dan minimnya keseriusan aparat. Ini bukan akhir, dan ICW akan terus mendesak agar semua pelaku, termasuk Harun Masiku, segera ditangkap dan diadili.”

Putusan Pengadilan dan Perspektif Hukum

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Hasto tidak terbukti secara hukum melakukan perintangan penyidikan. Hakim anggota Sunoto menyampaikan bahwa unsur dalam Pasal 21 UU Tipikor yang menjerat terdakwa tidak terpenuhi. Selain itu, Hasto juga dinilai tak terbukti memerintahkan staf khususnya, Kusnadi, untuk merendam ponsel yang diduga menjadi alat bukti pada 6 Juni 2024. Hakim menyebut barang bukti berupa ponsel tersebut tetap ditemukan dan disita penyidik KPK.

“HP yang dituduhkan direndam atau ditenggelamkan ternyata masih ada dan dapat disita KPK pada tanggal 10 Juni 2024,” pungkasnya.