Penanganan Sampah yang Melimpah Selama Festival Pacu Jalur 2025
Festival Pacu Jalur 2025 yang berlangsung di Tepian Narosa, Kuansing, menjadi salah satu acara besar yang menarik banyak pengunjung. Namun, kegembiraan tersebut juga membawa tantangan tersendiri, terutama dalam hal pengelolaan sampah. Dalam lima hari pelaksanaannya, jumlah sampah yang terkumpul mencapai sekitar 2.000 ton. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sehingga memicu langkah-langkah penanganan yang lebih ketat.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kuansing mengambil tindakan cepat untuk menghadapi lonjakan sampah tersebut. Mereka merekrut tambahan 130 petugas kebersihan dan mengerahkan seluruh armada pengangkut sampah yang ada. Kepala DLH Kuansing, Deflides, menjelaskan bahwa semua sumber daya dikerahkan untuk memastikan kota tetap bersih setelah acara berakhir. Petugas bekerja dari pagi hingga malam, bahkan beberapa di antaranya bekerja sejak subuh untuk membersihkan area yang terkena dampak festival.
Tumpukan sampah paling banyak ditemukan di sekitar kawasan Tepian Narosa, Lapangan Limuno, serta ruas-ruas jalan utama seperti Jenderal Sudirman, Diponegoro, dan Imam Bonjol. Untuk membantu masyarakat dan pengunjung, DLH menyebarkan 200 unit tempat sampah di area tersebut. Meski demikian, jumlah pengunjung yang sangat besar pada hari terakhir festival membuat timbulan sampah tidak terkendali. Banyak sampah ditemukan di sekitar lapak-lapak pedagang, yang membutuhkan upaya ekstra dari petugas kebersihan.
Banyak pihak turut serta dalam proses pembersihan. Anak-anak sekolah dari SMP hingga SMA ikut membantu mengumpulkan sampah di jalanan. Bahkan pegawai ASN dari berbagai OPD turut berpartisipasi dalam pembersihan di beberapa titik. Langkah ini sesuai dengan instruksi dari Bupati Kuansing Suhardiman Amby. Bahkan Bupati sendiri ikut serta dalam pembersihan dengan menggunakan sapu.
Meskipun usaha besar dilakukan, volume sampah yang sangat besar membuat proses pembersihan memakan waktu lebih lama. Hal ini menunjukkan pentingnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan. DLH terus mengimbau agar masyarakat dan pengunjung lebih peduli terhadap kebersihan agar citra Kuansing sebagai tuan rumah festival internasional tetap terjaga.
Pedagang Masih Berjualan Setelah Acara Selesai
Sementara itu, masih ada pedagang kaki lima yang nekat berjualan di sejumlah ruas jalan di Telukkuantan hingga Senin (25/8/2025) siang. Keberadaan mereka terlihat di Jalan Limuno Timur dan Jalan Merdeka. Padahal, batas waktu mereka telah berakhir seiring berakhirnya Festival Pacu Jalur.
Kabid Perdagangan Diskopdagrin Kuansing Yean Asnudi menjelaskan bahwa para pedagang seharusnya sudah membongkar lapak mereka pada Minggu (24/8/2025) malam atau pukul 00.00 WIB. Ruas jalan harus steril setelah acara selesai. Surat Pemberitahuan bernomor 510/Diskopdagrin-Dag/2025/463 telah disebarkan kepada para pedagang, yang menyatakan bahwa mereka dilarang berjualan di hari berikutnya. Surat ini ditertibkan pada Jumat (22/8/2025) dan telah disampaikan ke para pedagang.
Namun, ternyata masih ada yang melanggar aturan tersebut. Salah satu pedagang sendal di Jalan Merdeka, Maswir, mengaku telah menerima surat pemberitahuan tersebut. Ia mengaku masih nekat berjualan karena masih ada pembeli yang datang. “Lagipula pada Festival Pacu Jalur kemarin sangat sepi. Tidak ramai pembeli,” ujarnya.
Maswir juga mengungkapkan bahwa biaya sewa lapak sebesar Rp 200.000 per meter persegi membuatnya merasa rugi jika tidak berjualan. “Setiap tahunnya jualan beli menurun, jualan beli tidak lagi seramai dulu,” katanya. Dua tahun lalu, ia pernah mendapat untung hingga Rp 5 juta selama Festival Pacu Jalur. Namun pada 2024, pendapatan hanya sekitar Rp 3 juta. Pada tahun ini, baru terkumpul Rp 1 jutaan selama 5 hari berjualan.
Pengalaman Maswir menunjukkan bahwa industri jualan selama festival semakin menurun. Banyak pedagang mengeluhkan minimnya pembeli dan biaya sewa yang tinggi. Mereka berharap bisa mendapatkan hasil yang lebih baik di masa depan, namun saat ini masih terus berjuang menghadapi tantangan yang ada.
