Tentu! Berikut rephrasing dari judul tersebut dalam Bahasa Indonesia yang lebih menarik dan tetap menjaga maknanya: **”Kecewa Warga SMAN 3 Tangsel: Rumah Dekat Sekolah, Anak Malah Gagal Masuk via SPMB Domisili”** Jika ingin versi yang lebih singkat dan berjudul seperti berita online: **”Warga SMAN 3 Tangsel Kecewa, Anak Tak Lolos SPMB Meski Tinggal Dekat Sekolah”** Berikan tahu jika kamu ingin versi yang lebih emosional atau formal.

Posted on


TANGERANG SELATAN, PasarModern.com

Sejumlah warga yang berdomisili hanya beberapa meter dari SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Benda Baru, Pamulang, Tangsel, harus menerima kenyataan pahit.

Pasalnya, anak-anak mereka gagal diterima di SMAN 3 Kota Tangsel dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 jalur domisili.


Padahal, dari sisi jarak rumah dengan sekolah sudah memenuhi syarat. Bahkan, ada orang tua yang mengaku rumahnya hanya berjarak tujuh meter dari gerbang sekolah.


Tak hanya itu, nilai rapor anak-anak mereka pun dinilai tidak rendah. Namun, dari puluhan siswa yang mendaftar, hanya segelintir yang berhasil lolos.


Kondisi tersebut menimbulkan kecurigaan di kalangan orangtua. Mereka menduga ada kejanggalan dalam proses seleksi.


Hal ini pada akhirnya membuat


para orangtua dari kelompok “Wong Pitu”, sebutan untuk warga RW 10 hingga RW 16, Kelurahan Benda Baru, demo di depan SMAN 3 Kota Tangsel.

Rumah dekat dari sekolah

Fauzia, salah satu warga yang tempat tinggalnya berjarak 55 meter dari SMAN 3 Tangsel, mengaku kecewa.

Ia merasa SPMB jalur domisili tak lagi berpihak pada warga sekitar.

“Saya tinggal di belakang sekolah, cuma beda berapa rumah aja sih dari gedung ini (SMA Negeri 3 Tangsel). Tapi ternyata yang diterima minimal nilainya 89. Anak saya nilai rata-ratanya 88, jadi tidak masuk,” ujar Fauzia saat ditemui di SMAN 3 Tangsel, Rabu (2/7/2025).


Fauzia mengaku tidak mendapat penjelasan yang jelas soal perubahan sistem seleksi SPMB 2025 jalur domisili.


Selama ini ia beranggapan bahwa jarak rumah adalah syarat utama dalam SPMB jalur domisili.

“Saya kira jalur domisili itu tetap berdasarkan jarak rumah ke sekolah, ternyata malah nilai yang jadi penentu utama,” ujar Fauzia.

Sekolah diduga curang

Ketua RW 15, Keluruhan Benda Baru, Mujianto, menyebutkan,

dari 64 anak yang mendaftar lewat SPMB jalur domisili, hanya 16 yang diterima.


Padahal, ia menilai mayoritas anak yang mendaftar memiliki nilai rapor

yang cukup bagus.

“Masalah seperti ini bukan kali pertama. Ini sudah terjadi tiga kali berturut-turut, sejak 2022, 2023, 2024 dan sekarang (2025),” kata Mujianto.

Ia menyampaikan, warga sudah lama curiga ada penyalahgunaan seleksi SPMB jalur domisili

Bahkan, beberapa warga ada yang menyuarakan dugaan praktik jual beli kursi melalui pengeras suara dan poster tulisan saat mendemo SMAN 3 Tangsel.

“Kami sebagai warga RW 10 sampai 16, Wong Pitu, enggak ingin hanya menjadi penonton di rumah sendiri, anak-anak kamilah yang berhak sekolah di SMAN 3 Tangsel,” ujar salah satu orang tua dengan menggunakan alat pengeras suara.

Sistem dinilai tak mewakili kondisi nyata di lapangan

Warga menyabut proses SPMB jalur domisili sudah tidak lagi mempertimbangkan kedekatan geografis.

Padahal, selama ini mereka mendukung operasional sekolah, mulai dari menyediakan akses jalan hingga lapangan yang dipakai siswa untuk kegiatan sekolah.

“Lapangan kami dipakai, jalan kami dilewati. Kami tidak pernah minta apa-apa, hanya minta anak-anak kami bisa sekolah di sini,” jelas Mujianto.

Ia pun mengusulkan agar ke depan pemerintah menetapkan kuota khusus untuk warga sekitar.

“Kami minta ada kuota khusus, minimal satu kelas, supaya tidak terus jadi konflik. Biar ke depan lebih tertib, tinggal RW yang bagi,” kata dia.

Sekolah bantah adanya kecurangan

Menanggapi kecurigaan warga, Kepala SMAN 3 Kota Tangsel, Aan Sri Analiah, membantah adanya praktik kecurangan dalam sistem seleksi.

Ia menegaskan, seluruh proses yang dilakukan oleh guru-guru di sekolah telah mengikuti aturan resmi.

“Saya 100 persen bantah karena saya maupun panitia di sekolah kami tidak ada yang mengoordinir untuk titipan-titipan. Kalaupun di luar ada, silakan dilaporkan ke kami,” kata Aan, Rabu.

Ia menjelaskan, jalur domisili ditentukan berdasarkan nilai rapor semester 1 hingga 5. Jarak rumah hanya menjadi faktor kedua jika ada nilai yang sama.

Hal itu pun, kata Aan, disesuaikan dengan juknis Permendikbud Nomor 3 Tahun 2025 dan Pergub Banten 261.

“Kalau jaraknya yang satu lebih dekat, maka dia punya peluang lebih besar dan jika jaraknya masih sama dia akan kita nilai dengan usia dari siswa tersebut,” jelas dia.

Meski begitu, Aan mengaku akan meneruskan semua aspirasi dan keberatan warga ke Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

“Saya tidak bisa membuat keputusan karena semua keputusannya dari pimpinan, yaitu Dinas Pendidikan dan gubernur sebagai pembuat pergubnya, pembuat kebijakan,” kata dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *