Perubahan Dinamika Hubungan India dan Amerika Serikat
India, sebagai salah satu negara anggota BRICS, memiliki hubungan yang unik dengan Amerika Serikat. Namun, hubungan ini mengalami perubahan drastis akibat meningkatnya ketegangan terkait perang tarif antara kedua negara belakangan ini. Presiden AS Donald Trump pada 6 Agustus lalu memberlakukan tarif tambahan sebesar 25 persen terhadap barang-barang India sebagai bentuk hukuman atas pembelian minyak Rusia oleh Delhi. Menurut pandangan Trump, tindakan tersebut dianggap sebagai dukungan bagi invasi Rusia ke Ukraina.
Penerapan tarif ini menyebabkan total bea ekspor India meningkat menjadi 50 persen, salah satu yang tertinggi dibandingkan mitra dagang AS lainnya. New Delhi yang selama beberapa tahun terakhir menjalin kemitraan erat dengan Washington menilai bahwa tindakan ini tidak adil. Mereka menegaskan bahwa Washington dan sekutu-sekutunya di Eropa tetap berdagang dengan Moskow saat itu demi kepentingan mereka sendiri.
Sebelumnya, situasi terlihat jauh lebih baik. Pada enam bulan lalu, Trump dan Perdana Menteri India Narendra Modi saling berpelukan dan menggambarkan satu sama lain sebagai teman dekat. Kini, Modi mulai melakukan penolakan terhadap kebijakan Trump. Ia menyatakan bahwa negaranya siap mendukung para petani tanpa mengacu pada perselisihan terkait pembukaan sektor pertanian dan susu untuk menurunkan tarif Trump.
“India tidak akan pernah berkompromi demi kepentingan para petani, peternak, dan nelayannya,” ujarnya dalam sebuah acara publik. Ia juga menyatakan bahwa ia siap membayar harga yang sangat mahal secara pribadi jika diperlukan.
Tanda-Tanda Penolakan Lainnya
Dalam tanda-tanda penolakan lain terhadap Trump, Modi berencana mengunjungi China dalam beberapa pekan mendatang. Kemungkinan besar, ia akan bertemu dengan Presiden Xi Jinping serta Vladimir Putin dari Rusia. Ini menunjukkan potensi penataan ulang hubungan antara India dan negara-negara pendiri BRICS.
Modi juga telah berbicara dengan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva untuk membahas masalah tarif. Kedua negara ini, yang merupakan anggota pendiri blok BRICS, adalah dua negara yang paling terkena dampak dari tarif AS. Rusia, China, dan Afrika Selatan adalah anggota pendiri lainnya dari BRICS.
Perubahan Dalam Sikap India
Langkah India ini menjadi dinamika yang signifikan. Sebelumnya, India menjadi satu-satunya pembela AS di BRICS. Contohnya, India tidak mendukung gerakan satu mata uang BRICS yang bertujuan menggoyang dominasi dolar AS. Sikap India dalam partisipasi apapun dalam pengaturan perdagangan mata uang lokal hanya bertujuan untuk mengurangi risiko.
Namun, kesetiaan India tidak dibalas oleh AS. Pada Juli, Trump mengancam akan memberlakukan tarif baru terhadap India karena partisipasinya dalam forum BRICS di Brasil. Trump menyatakan bahwa India dapat menghadapi tarif tambahan sebesar 10 persen bersama dengan anggota BRICS lainnya. Saat itu, Trump hampir menyelesaikan perjanjian perdagangan yang diharapkan New Delhi akan memberikan keringanan tarif timbal balik sebesar 26 persen.
Konflik dengan Negara-Negara Pendiri BRICS
Konflik terkini menggenapi gesekan AS dengan negara-negara pendiri BRICS. Dengan China, AS terlibat sengketa dagang, posisi Taiwan, dan klaim Laut Cina Selatan. Dengan Rusia, AS terlibat dalam sengkarut penyerangan ke Ukraina. AS juga bergesekan dengan Afrika Selatan terkait upaya negara itu menyeret Israel ke Mahkamah Internasional. Sedangkan Trump juga mencoba memengaruhi proses hukum terhadap mantan presiden Brasil Jair Bolsonaro yang tengah disidang atas perkara makar oleh pemerintahan Presiden Lula.
Kepopuleran Modi dan Isu Internal
Meskipun masih menjadi kepala pemerintahan paling populer di dunia dengan tingkat persetujuan melebihi 75 persen, menurut Morning Consult, basis inti nasionalis Hindu pun merasa gelisah dengan gencatan senjata yang mengejutkan dengan Pakistan yang mayoritas penduduknya Muslim pada bulan Mei. Gencatan ini terjadi setelah konfrontasi militer intens antara dua musuh lama tersebut dalam beberapa dekade. Trump mengeklaim bahwa ia yang memaksakan gencatan tersebut.
Pembelian Senjata dan Pesawat Baru dari Amerika
New Delhi juga telah menunda rencananya untuk membeli senjata dan pesawat baru dari Amerika. Menurut tiga pejabat India yang mengetahui masalah tersebut, India berencana mengirim Menteri Pertahanan Rajnath Singh ke Washington dalam beberapa minggu mendatang untuk mengumumkan beberapa pembelian tersebut. Namun, perjalanan tersebut telah dibatalkan.
Pejabat lain mengatakan bahwa instruksi tertulis belum diberikan untuk menghentikan pembelian tersebut, yang menunjukkan bahwa Delhi masih memiliki pilihan untuk segera membalikkan arah, meskipun “tidak ada pergerakan maju setidaknya untuk saat ini.” Pasca publikasi artikel Reuters tersebut, pemerintah India mengeluarkan pernyataan yang dikaitkan dengan sumber Kementerian Pertahanan yang menggambarkan laporan berita tentang jeda pembicaraan sebagai “salah dan dibuat-buat.” Pernyataan itu juga menyatakan bahwa pengadaan berjalan sesuai “prosedur yang berjalan.”