Tanggung Jawab Menikahi Janda atau Duda: Anak Tiri Berhak Diperhatikan, Harus Adil

Posted on

Tanggung Jawab Orang Tua Sambung dalam Mengurusi Anak Tiri

Menikah dengan janda atau duda yang memiliki anak tentu memerlukan persiapan mental dan emosional. Pasalnya, anak yang dibawa pasangan tersebut akan menjadi bagian dari keluarga baru. Meskipun tidak memiliki hubungan darah, tanggung jawab orang tua sambung tetap harus diemban. Mereka tidak hanya memberikan kasih sayang, tetapi juga perlu memastikan kebutuhan materi selama masa pertumbuhan anak tersebut hingga bisa mandiri.

Anak tiri atau anak sambung memiliki kewajiban terhadap orang tua sambungnya. Namun, menurut Hj Fajriatan Noor (49), kewajiban utama untuk mengurus dan menafkahi anak tiri tetap berada pada orang tua kandung. Meski begitu, orang tua sambung tidak boleh melepaskan tanggung jawab moralnya. Jika mampu memberikan perlindungan, rasa aman, dan pengasuhan yang baik, maka itu adalah hal yang sangat penting.

Sebagai PNS Penyuluh Agama Islam di KUA Tanjung Kemenag Tabalong, Hj Fajriatan sering menemui masalah rumah tangga yang dipicu oleh konflik terkait anak tiri. Salah satu penyebabnya adalah kesalahpahaman tentang status anak tiri dalam sebuah pernikahan. Secara hukum, baik hukum positif maupun agama, kewajiban utama tetap berada pada orang tua kandung. Namun, jika anak tiri tinggal serumah dengan orang tua sambung, maka secara sosial, mereka memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan mengurus anak tersebut.

Kenyataannya, tidak semua orang tua sambung dapat menjalankan tanggung jawab ini secara nyata. Beberapa bahkan tidak memberikan ruang bagi anak tiri yang tinggal bersamanya, sehingga menyebabkan konflik dalam rumah tangga. Oleh karena itu, sebagai orang tua sambung, jika tinggal serumah dengan anak tiri, maka wajib untuk memelihara, mengurus, dan memberikan perlindungan kepada anak tersebut. Tidak ada perbedaan antara anak kandung dan anak tiri. Semua anak layak diperlakukan dengan sebaik-baiknya.

Apalagi jika anak tiri masih dalam usia di bawah umur atau bayi, maka kewajiban tersebut semakin kuat. Meskipun tidak semua kewajiban nafkah berada pada orang tua sambung, tetapi dalam konteks pengurusan dan pemeliharaan, orang tua sambung berhak untuk ikut serta. Sementara kewajiban nafkah tetap menjadi tanggung jawab orang tua kandung atau ayah.

Dalam perspektif agama Islam, anak tiri memiliki kedudukan yang berbeda dari anak kandung, terutama dalam hal nasab, warisan, dan mahram. Namun, mereka tetap memiliki hak untuk diperlakukan dengan adil, penuh kasih sayang, dan tanggung jawab moral. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 42 dan 45, kewajiban memelihara dan menafkahi anak tetap berada pada orang tua kandung. Anak tiri tidak otomatis menjadi tanggungan hukum dari ayah atau ibu tirinya, kecuali jika ada adopsi atau pengakuan hukum tertentu.

Di sisi lain, dalam Islam, menafkahi dan memelihara anak tiri termasuk amal yang mulia dan berpahala besar jika dilakukan dengan niat ikhlas dan penuh kasih sayang. Jika anak tiri tinggal serumah dan tidak mendapat nafkah dari orang tua kandungnya, maka memberikan nafkah dapat menjadi bagian dari kewajiban moral dan sosial. Meski tidak wajib secara hukum, secara moral dan kemanusiaan, orang tua tiri sebaiknya ikut berperan dalam pemeliharaan anak tiri, terutama jika anak tersebut masih kecil dan membutuhkan perhatian.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa dalam kasus perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayyiz (belum bisa menentukan pilihan sendiri) diserahkan kepada ibunya. Sementara anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk diasuh oleh ayah atau ibunya, dan biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab ayahnya. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga menjelaskan bahwa orang tua berkewajiban untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak.

Oleh karena itu, jelas bahwa anak tiri tetap memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan, dan pengasuhan dari ayah sambung. Dalam konteks ini, orang tua sambung wajib berlaku adil, terutama jika anak tiri tinggal serumah. Adil dalam pengasuhan dan pemeliharaan akan berdampak positif pada keharmonisan rumah tangga.

Orang Tua Wajib Berlaku Adil

Orang tua, baik ayah maupun ibu, harus berlaku adil terhadap anak-anaknya, termasuk anak tiri. Dalam Islam, anak tiri memiliki status sebagai mahram, yaitu orang yang tidak boleh dinikahi karena hubungan kekeluargaan. Hal ini menjadikan anak tiri sebagai bagian dari keluarga dekat orang tua barunya.

Selain itu, Islam tidak mewajibkan orang tua sambung untuk menafkahi anak tiri seperti anak kandung. Namun, jika dilakukan dengan niat ikhlas dan penuh kasih sayang, maka akan mendapatkan pahala besar. Bahkan, jika anak tiri adalah anak yatim, maka kebaikan yang dilakukan akan lebih mulia dan dipastikan rumah tersebut akan menjadi surga bagi keluarganya.

Adil dalam pengasuhan adalah kunci untuk menciptakan keluarga yang harmonis. Tanpa adil, kehidupan rumah tangga akan penuh ketidaktenangan dan konflik. Orang tua sambung yang tidak mengayomi anak tiri, bersikap pilih kasih, atau bahkan bertindak kasar, akan membuat rumah tangga jauh dari rahmat Allah.

Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah teladan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pengasuhan anak tiri. Beliau memiliki sikap lembut, penuh kasih sayang, dan cinta terhadap anak-anaknya, termasuk anak tiri. Contoh nyata adalah anak tiri Rasulullah bernama Hindun bin Abu Halah, yang menilai beliau sebagai ayah terbaik yang sangat mencintai dan memberikan pengaruh besar terhadap hidupnya.