Masalah Kekurangan Siswa di Sekolah Negeri, Tantangan yang Harus Dihadapi
SMP Negeri 23 Kota Jambi menghadapi tantangan berat dalam tahun ajaran baru 2025/2026. Sejak awal penerimaan siswa, sekolah ini hanya menerima 17 murid baru dari kuota 256 yang disiapkan. Hal ini membuat suasana sekolah terasa sangat sepi dan tidak sesuai dengan harapan awal.
Kuota Terlalu Tinggi, Tapi Hanya Satu Kelas Terisi
Awalnya, SMP Negeri 23 Kota Jambi menyiapkan delapan ruang kelas untuk menerima 256 siswa. Namun, fakta yang terjadi jauh berbeda. Hanya satu kelas yang terisi dengan 17 siswa. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah, Fery, menjelaskan bahwa jumlah siswa tersebut masih di bawah minimal kebutuhan, yaitu 20 siswa per kelas. Meski begitu, pihak sekolah tetap berharap ada siswa tambahan yang masuk.
Fery menyebutkan bahwa alasan utama penurunan jumlah siswa adalah lokasi sekolah yang kurang strategis serta minimnya jumlah sekolah dasar di sekitar wilayah tersebut. Hal ini membuat animo masyarakat untuk mendaftarkan anaknya ke SMP Negeri 23 semakin menurun.
Situasi Kondusif Meskipun Jumlah Siswa Minim
Meski jumlah siswa sangat sedikit, suasana hari pertama sekolah tetap kondusif. Para siswa baru tampak serius mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Guru-guru juga tetap berkomitmen memberikan pengajaran secara optimal dengan pendekatan yang lebih personal. Pihak sekolah berharap pemerintah setempat dapat memberikan perhatian khusus agar sekolah ini tetap bisa beroperasi dan memberikan layanan pendidikan yang layak bagi masyarakat.
Sekolah di Ponorogo Juga Alami Kekurangan Siswa
Masalah serupa juga dialami oleh SDN Setono di Ponorogo, Jawa Timur. Tahun ajaran baru 2025/2026 menjadi tahun kedua berturut-turut sekolah ini tidak mendapatkan siswa baru. Plt Kepala SDN Setono, Suhadi, mengungkapkan bahwa tidak hanya tahun ini, namun juga tahun lalu tidak ada siswa yang mendaftar.
Menurut Suhadi, alasan utamanya adalah jumlah lulusan TK di sekitar daerah tersebut yang sangat sedikit. Selain itu, SDN Setono juga terkepung oleh banyak sekolah lain, baik negeri maupun swasta. Hal ini membuat masyarakat lebih memilih sekolah-sekolah yang dianggap lebih dekat atau memiliki reputasi lebih baik.
Lingkungan Sekolah yang Kosong dan Berdebu
Pantauan di lokasi menunjukkan bahwa tidak ada hiruk-pikuk seperti biasanya pada hari pertama sekolah. Hanya beberapa wali murid yang mengantarkan anaknya ke sekolah. Sementara ruang kelas I dan II terlihat kosong, bahkan banyak sarang laba-laba yang menandakan ruangan tersebut jarang digunakan.
Siswa-siswa yang ada dikumpulkan menjadi satu kelas. Mereka diperkenalkan dengan lingkungan sekolah dan mulai menjalani aktivitas belajar. Para guru juga menggunakan pakaian surjan sebagai bentuk dukungan terhadap himbauan Bupati Ponorogo dalam momentum Ponorogo Rikolo Semono.
Harapan Sekolah untuk Keberlanjutan Pendidikan
Meski menghadapi tantangan, sekolah-sekolah ini tetap berusaha memberikan layanan pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh jumlah siswa, tetapi juga oleh dedikasi para guru dan dukungan pemerintah yang berkelanjutan. Dengan semangat yang tak surut, mereka terus berupaya agar pendidikan di daerah tetap bisa diakses oleh seluruh masyarakat.
