Sosok Gustika Jusuf, Cucu Bung Hatta yang Aktif dalam Isu Hak Asasi Manusia
Gustika Jusuf-Hatta menjadi perhatian publik setelah mengunggah foto pada momen peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Dalam foto tersebut, ia mengenakan kebaya hitam dan kain batik slobog di Istana Merdeka. Kostum ini tidak hanya menunjukkan kecintaan terhadap budaya, tetapi juga menjadi simbol protes diam terhadap kondisi pemerintahan saat ini. Dalam keterangan foto di akun Instagram pribadinya, Gustika menyampaikan bahwa busana tersebut adalah bentuk kepedulian terhadap luka-luka hak asasi manusia yang belum terselesaikan.
Tindakan kritis Gustika membuat banyak orang ingin mengetahui lebih jauh tentang sosoknya. Sebagai cucu Proklamator Mohammad Hatta, ia tidak hanya mewarisi nilai-nilai perjuangan dari keluarganya, tetapi juga menunjukkan komitmen kuat terhadap isu demokrasi, hak asasi manusia, dan keamanan internasional.
Berikut adalah beberapa hal penting tentang Gustika Jusuf:
1. Latar Belakang Keluarga yang Bersejarah
Gustika Fardani Jusuf lahir pada 19 Januari 1994. Ia merupakan putri dari pasangan Halida Nuriah Hatta, putri bungsu Bung Hatta, dan Gary Rahman Jusuf, seorang diplomat yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI di Fiji. Sebagai anak tunggal, Gustika tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sarat dengan nilai sejarah, intelektual, dan semangat perjuangan bangsa.
Dari sisi pendidikan, Gustika menempuh jalur akademik yang berfokus pada studi internasional dan keamanan. Ia sempat belajar di Institut d’Etudes Politiques de Lyon, Prancis, sebelum melanjutkan studinya di King’s College London dan meraih gelar Bachelor of Arts (Hons) di bidang War Studies. Tidak berhenti di sana, ia juga pernah mengikuti program singkat di Oxford University, Sotheby’s Institute of Art, dan kini menempuh Master of Advanced Studies di Geneva Academy dengan konsentrasi hukum humaniter internasional.
2. Pengalaman di Forum Internasional dan Lembaga HAM
Sejak remaja, Gustika sudah aktif dalam forum-forum internasional. Pada 2012, ia menjadi delegasi muda di United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Doha, Qatar. Tahun berikutnya, ia magang di Delegasi Indonesia untuk UNESCO Youth Forum. Ia juga pernah terlibat dalam berbagai forum PBB yang membahas isu perempuan, hingga menjalani magang di Misi Indonesia untuk PBB.
Dalam karier profesionalnya, Gustika turut berkiprah di berbagai lembaga internasional dan organisasi masyarakat sipil. Ia pernah menjadi anggota Youth Advisory Panel UNFPA Indonesia, peneliti di Imparsial yang fokus pada reformasi sektor keamanan dan isu HAM, serta National Youth Consultant untuk Plan International Indonesia. Kiprahnya menunjukkan kepedulian besar terhadap persoalan kemanusiaan dan demokrasi, baik di tingkat nasional maupun global.
3. Keberanian Menyuarakan Isu Publik
Gustika tidak hanya dikenal sebagai akademisi dan peneliti, tetapi juga aktif menyuarakan isu-isu publik melalui berbagai medium. Ia pernah menulis opini di The Jakarta Post dengan topik-topik seputar hak asasi manusia dan keamanan. Pada 2018, ia terpilih sebagai ASEAN Youth Fellow, serta pada 2022 menerima beasiswa Nuffic Orange Knowledge Programme di Belanda.
Selain itu, Gustika juga terlibat dalam kegiatan sosial dan advokasi. Ia pernah aktif di Women’s March Jakarta, menjadi moderator dalam berbagai diskusi publik, serta menjabat sebagai Board Member dan Senior Adviser di Yayasan Hatta sejak 2021. Keberaniannya bersuara, termasuk melalui kritik simbolis pada HUT ke-80 RI, mempertegas perannya sebagai generasi muda yang konsisten memperjuangkan demokrasi dan kemanusiaan di Indonesia.


