Pemerintah Kabupaten Sukabumi Berupaya Perbaiki Sistem Penanganan Masalah Sosial
Kematian seorang balita bernama Raya (3) dari Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, akibat penyakit cacingan menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. Tragedi ini tidak hanya menunjukkan kelemahan dalam sistem kesehatan dasar, tetapi juga mengungkap adanya ketidakpedulian terhadap kelompok rentan di masyarakat.
Sebagai respons atas kejadian tersebut, Pemerintah Kabupaten Sukabumi menggelar rapat koordinasi khusus pada Jumat, 22 Agustus 2025, di Pendopo Sukabumi. Pertemuan ini dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Ade Suryaman dan dihadiri oleh Wakil Bupati serta para camat, kepala desa, lurah, serta perwakilan kader posyandu dan mitra sosial.
Dalam kesempatan itu, Sekda Ade Suryaman menegaskan bahwa seluruh jajaran pemerintahan, terutama di tingkat kecamatan, harus lebih peka dan responsif dalam menangani masalah sosial. Ia meminta setiap camat untuk segera melakukan pemetaan permasalahan sosial di wilayahnya dan tidak menunda koordinasi jika ada warga yang membutuhkan bantuan.
“Saya minta kepada para camat untuk mengidentifikasi masalah sosial yang ada di lapangan, sekaligus menyediakan nomor kontak yang bisa diakses kader posyandu maupun mitra sosial. Dengan begitu, koordinasi bisa berlangsung lebih cepat dan penanganan masalah tidak terhambat,” ujar Ade.
Menurutnya, penanganan sosial bukan tugas satu instansi saja, tetapi tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, ia berharap setiap perangkat daerah dapat bekerja dengan maksimal agar peristiwa serupa tidak terulang lagi.
Pesan Wakil Bupati: Tragedi Balita Raya Jadikan Pelajaran
Wakil Bupati Sukabumi dalam kesempatan yang sama menegaskan bahwa kematian Raya harus menjadi pelajaran serius bagi semua pihak. Ia menilai pelayanan hak dasar masyarakat, khususnya kesehatan anak, harus ditempatkan sebagai prioritas utama pemerintah.
Ia memberikan semangat kepada para RT/RW, kader posyandu, bidan desa, serta kepala desa yang selama ini menjadi garda terdepan melayani masyarakat. Menurutnya, mereka bekerja tanpa pamrih, dan perlu didukung agar kejadian memilukan seperti ini tidak terjadi lagi.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pemangku kepentingan, mulai dari perangkat daerah hingga masyarakat. Menurutnya, tanpa kerja sama yang solid, penanganan sosial tidak akan optimal.
“Ke depan, kita harus lebih kompak. Jika ada warga yang membutuhkan pertolongan, maka kolaborasi yang baik akan melahirkan pelayanan publik yang lebih prima,” tambahnya.
Kronologi Tragedi Raya
Raya, balita berusia tiga tahun dari Desa Cianaga, Kabandungan, meninggal dunia pada 22 Juli 2025 setelah berjuang melawan cacingan parah. Sebelumnya, pada 13 Juli 2025, ia ditemukan dalam kondisi kritis oleh pegiat sosial dan segera dilarikan ke rumah sakit.
Selama proses perawatan, tim medis berhasil mengeluarkan cacing hidup dengan total berat mencapai sekitar satu kilogram dari tubuhnya. Hasil CT scan bahkan menunjukkan telur dan cacing sudah menyebar hingga ke otaknya.
Dokter yang merawat menduga sumber cacing berasal dari lingkungan tempat tinggal Raya. Balita tersebut sering bermain di bawah kolong rumah yang juga difungsikan sebagai kandang ayam. Kondisi semakin diperparah dengan lemahnya pengawasan orang tua, karena kedua orang tuanya merupakan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Tragedi ini menarik perhatian publik, bahkan hingga tingkat nasional. Pemerintah pusat menurunkan tim khusus untuk membantu menangani persoalan sosial yang muncul akibat peristiwa ini.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga turut berkomentar. Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menyebut kasus ini sebagai cermin kelalaian negara dalam melindungi warganya, terutama anak-anak.
“Kematian Raya bukan hanya disebabkan penyakit, tetapi merupakan bukti nyata adanya pengabaian dan penelantaran yang berlangsung cukup lama. Negara seharusnya hadir memastikan hak-hak dasar anak terpenuhi,” ujarnya.
