Sejarah dan Perkembangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah lembaga independen yang bertugas menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Cikal bakal LPS bermula dari krisis moneter 1998 yang melanda Indonesia dan Asia, yang kemudian memicu krisis perbankan. Pada masa itu, sebanyak 16 bank dilikuidasi, sehingga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional.
Untuk meredam dampaknya, pemerintah mengeluarkan kebijakan blanket guarantee, yaitu jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat. Kebijakan ini dituangkan dalam beberapa keputusan presiden, seperti Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998. Meski berhasil memulihkan kepercayaan publik, blanket guarantee yang terlalu luas menimbulkan risiko moral hazard, baik dari sisi pengelola bank maupun nasabah.
Atas dasar itu, pemerintah menilai diperlukan sistem penjaminan yang lebih terbatas, tetapi tetap mampu memberikan rasa aman bagi masyarakat dan menjaga stabilitas perbankan. Atas dasar tersebut, lahir Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. UU ini menjadi landasan hukum pembentukan LPS, yang kemudian resmi beroperasi pada 22 September 2005.
Struktur dan Fungsi LPS
Kini, LPS memiliki jajaran pimpinan baru. Anggito Abimanyu ditunjuk oleh DPR sebagai Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS periode 2025–2030. Penetapan ini dilakukan oleh Komisi XI DPR RI melalui uji kelayakan dan kepatutan. Selain Anggito, DPR juga menetapkan Farid Azhar Nasution sebagai Wakil Ketua DK LPS. Sementara Doddy Zulverdi ditunjuk sebagai Anggota DK LPS bidang Program Penjaminan dan Resolusi Bank, dan Ferdinan Dwikoraja Purba sebagai Anggota DK LPS bidang Program Penjaminan Polis.
Berdasarkan laman resminya, LPS memiliki lima fungsi utama, antara lain:
– Menjamin simpanan nasabah penyimpan.
– Menjamin polis asuransi.
– Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
– Melakukan resolusi bank.
– Melakukan penyelesaian permasalahan perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain itu, LPS juga memiliki sembilan tugas lain, seperti merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan, melaksanakan penjaminan simpanan, serta melakukan persiapan tindakan resolusi bank.
Perluasan Mandat LPS
Setelah 11 tahun berdiri, pemerintah memperluas mandat LPS dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Melalui UU ini, LPS mendapat mandat tambahan berupa dua metode resolusi dalam penanganan bank gagal, yaitu Purchase & Assumption dan Bank Perantara (Bridge Bank). Selain itu, LPS juga berperan dalam pencegahan krisis sistem keuangan nasional melalui Program Restrukturisasi Perbankan.
Sejalan dengan perluasan mandat tersebut, pada 2017 LPS melakukan transformasi kelembagaan untuk memastikan tugas dan wewenang barunya dapat berjalan optimal.
Kewenangan Baru
Empat tahun kemudian, pada 2020 pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Aturan ini menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 menjadi undang-undang. UU ini mengatur mengenai Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19, serta menghadapi berbagai ancaman yang berpotensi membahayakan perekonomian nasional maupun stabilitas sistem keuangan.
Melalui UU tersebut, LPS memiliki tiga kewenangan baru, yaitu:
– Melakukan persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan bersama dengan OJK untuk penanganan permasalahan solvabilitas.
– Memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank selain bank sistemik dengan mempertimbangkan kriteria lain selain biaya penyelamatan paling rendah.
– Melaksanakan kebijakan penjaminan simpanan untuk kelompok nasabah dengan mempertimbangkan sumber dana dan/atau peruntukkan simpanan serta besaran nilai yang dijamin bagi kelompok nasabah tersebut.
Tugas Baru Terkait Program Penjaminan Polis
Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Perbankan (UU P2SK). Aturan ini memberi mandat baru kepada LPS untuk menjalankan Program Penjaminan Polis (PPP), yang akan berlaku lima tahun sejak UU ini disahkan. Mandat baru tersebut bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya karena kesulitan keuangan.
UU P2SK membawa setidaknya delapan perubahan penting terhadap aturan sebelumnya yang mengatur LPS, yaitu:
– Tujuan keberadaan LPS yang sebelumnya hanya “menjamin dan melindungi dana masyarakat di bank”, kini diperluas menjadi “menjamin dan melindungi dana masyarakat di bank dan di perusahaan asuransi”.
– Fungsi, tugas, dan wewenang LPS juga diperluas sebagai konsekuensi dari upaya melindungi dana masyarakat di perusahaan asuransi. Perluasan tersebut mencakup kewenangan untuk melakukan penjaminan polis asuransi serta menangani perusahaan asuransi yang bermasalah.
– LPS kini memiliki mandat baru sebagai risk minimizer, yakni melakukan pemeriksaan bank dan penempatan dana.
– Secara kelembagaan, LPS akan menyesuaikan dengan mandat baru, termasuk penambahan Anggota Dewan Komisioner (ADK) di bidang program penjaminan polis dan hadirnya Badan Supervisi LPS.
– Dari sisi penjaminan simpanan, LPS mendapatkan kewenangan untuk dapat menjamin simpanan kelompok nasabah tertentu dan melaksanakan penjaminan simpanan atas penempatan dana milik pemerintah.
– Kewenangan penempatan dana pada bank sebelumnya hanya diberikan secara temporer, namun kini ditetapkan secara permanen.
– Dari sisi resolusi, terdapat perubahan nomenklatur mengenai status pengawasan bank, serta adanya tambahan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan bagi LPS dalam menentukan opsi resolusi.
– Pengaturan pada program restrukturisasi perbankan juga diperkuat, khususnya pada bagian perpajakan dan dengan adanya pengecualian terhadap ketentuan pasar modal dan UU Perseroan Terbatas.
– Mandat baru yang cukup signifikan adalah program penjaminan polis. Sesuai amanat UU P2SK, LPS tidak hanya menjamin dana masyarakat di bank, tetapi juga dana masyarakat yang ditempatkan di perusahaan asuransi.


