Saham Tersengat Suntikan Danantara, PGEO hingga GIAA Melesat

Posted on

Proyek Strategis yang Menarik Perhatian Danantara

Beberapa saham kini sedang mengalami peningkatan signifikan setelah masuk dalam rencana Badan Pengelola Investasi Daya Anugraha Nusantara (BPI Danantara) untuk menanamkan modal pada proyek-proyek yang tengah dijalankan oleh sejumlah emiten. Dalam catatan bisnis, terdapat setidaknya empat emiten yang mendapatkan respons positif dari pasar setelah adanya rencana masuknya Danantara ke dalam proyek-proyek tersebut.

Salah satu emiten yang menjadi perhatian adalah PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO). Danantara diketahui telah bertemu dengan jajaran direksi perseroan untuk membahas pengembangan energi panas bumi hingga 3 GW. CEO Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, menyatakan bahwa pihaknya akan menandatangani Head of Agreement (HoA) dan Memorandum of Understanding (MoU) untuk proyek-proyek prioritas PGEO agar dapat segera masuk dalam pipeline eksekusi investasi. Hal ini menjadi langkah penting dalam mempercepat transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan.

Kenaikan harga saham PGEO mencerminkan respons positif pasar terhadap sinyal investasi Danantara. Harga saham PGEO melejit 82,35% year to date (YtD). Pada 2025, saham PGEO dihargai sebesar Rp940 per lembar. Kini, per 30 Juli 2025, saham PGEO telah mencapai level Rp1.705 per lembar.

Di sisi lain, PT Pertamina New & Renewable Energy sebagai induk usaha PGEO telah menandatangani kerja sama dengan korporasi asal Filipina Citicore Renewable Energy Corporation (CREC). Kerja sama ini mencakup share subscription agreement atau perjanjian pengambilan bagian saham baru senilai US$120 juta. Dengan kerja sama ini, Pertamina NRE memiliki 20% saham CREC. Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Sjahrir, menyatakan bahwa nilai investasi untuk anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut telah disepakati beberapa waktu lalu.

Proyek Dragon dan Kemitraan Energi Hijau

Danantara juga tengah dalam rencana untuk menyuntikkan modal dalam pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik terintegrasi Proyek Dragon. Proyek ini digarap oleh konsorsium Contemporary Ampherex Technology Co. Ltd. (CATL), PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), dan Indonesia Battery Corporation (IBC).

Chief Operating Officer Danantara, Dony Oskaria, menjelaskan bahwa saat ini porsi kepemilikan saham Indonesia di Proyek Dragon mencakup 30% dari total saham. Danantara berencana untuk menambah porsi kepemilikan saham melalui penyetoran modal ke IBC lewat holding MIND ID di bawah Danantara. Dengan demikian, penyetoran modal bisa dilakukan oleh ANTM sebagai representasi BUMN dari grup MIND ID.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji, menjelaskan bahwa Antam akan mendapatkan manfaat langsung dari terbentuknya rantai pasok yang terintegrasi secara nasional dan internasional. Harga saham ANTM melesat 96,07% YtD. Pada awal 2025, saham ANTM dibanderol seharga Rp1.545 per lembar. Kini, harga saham ANTM telah mencapai Rp2.990 per lembar.

Kemitraan dengan Garuda Indonesia dan Chandra Asri Pacific

Selain itu, Danantara telah menggelontorkan dana sebesar Rp6,65 triliun kepada emiten maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA). Kemitraan ini menjadi lanjutan dari restrukturisasi yang telah dijalankan Garuda Indonesia sejak 2022, dan menandai dimulainya tahapan penyehatan jangka panjang.

Dalam kerja sama ini, Danantara bakal memberikan dukungan awal berupa shareholder loan senilai Rp6,65 triliun atau setara dengan US$405 juta sebagai bagian dari total dukungan pembiayaan yang dirancang mencapai US$1 miliar. Suntikan dana itu telah mampu meningkatkan kinerja saham GIAA yang tertekan sepanjang tahun 2025. Saham GIAA naik 23,64% YtD dari harga semula Rp54 per lembar menjadi Rp68 per lembar per perdagangan 30 Juli 2025.

Teranyar, Danantara, Indonesia Investment Authority (INA), dan PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA) telah resmi menjalin kemitraan strategis dalam proyek pembangunan pabrik Chlor Alkali–Ethylene Dichloride (CA-EDC) dengan nilai investasi mencapai US$800 juta atau setara dengan Rp13 triliun. Investasi ini akan digunakan untuk memperkuat kapasitas produksi bahan kimia dasar soda kostik dan ethylene dichloride (EDC), input utama sektor hilir pengolahan nikel, pemurnian alumina, serta industri air bersih.

Harga saham TPIA turut tersengat oleh perjanjian tersebut. Sejak awal 2025, saham TPIA dibanderol seharga Rp7.175 per lembar, kini telah mencapai Rp9.275 atau naik 23,67% YtD.