Ribu Orang Datangi Lembur Pakuan Setiap Hari untuk Mengadu ke KDM: Dari Medan, Solo, hingga Papua

Posted on

Kediaman Gubernur Jawa Barat sebagai Tempat Pengaduan dan Pelayanan Masyarakat

Sejak Dedi Mulyadi dilantik menjadi Gubernur Jawa Barat, kediamannya di kawasan Lembur Pakuan, Subang, mengalami perubahan signifikan. Tidak hanya sebagai rumah keluarga, tempat ini kini menjadi destinasi wisata sekaligus pusat pelayanan masyarakat. Setiap hari, jumlah pengunjung terus meningkat, baik dari warga lokal maupun pendatang dari luar provinsi yang rela melakukan perjalanan jauh untuk merasakan suasana unik di pekarangan sang gubernur.

Dedi Mulyadi mengatakan bahwa dalam seminggu, jumlah pengunjung bisa mencapai 50 ribu orang. Perubahan fungsi rumah ini bukan hanya sebagai spot swafoto, tetapi juga menyimpan kisah-kisah haru dari para pencari nasib yang membawa harapan besar. “Banyak yang datang ke Lembur Pakuan ingin mengadu nasib. Bukan hanya dari Jawa Barat, baru-baru ini ada yang dari Solo ingin menitipkan anaknya masuk ke barak,” ujarnya.

Fenomena pengaduan semakin terasa ketika Dedi bercerita tentang tamu dari Sumatra yang datang dengan cerita salah menerima “hadiah” senilai Rp50 juta, hingga warga yang tiba dengan kondisi sakit. “Ada yang kemarin dari Medan, mereka menduga mendapat hadiah dari Gubernur sebesar Rp50 juta. Ada juga yang dari Sumatera Barat datang dalam keadaan sakit. Semua kami layani dengan baik, apalagi yang dari Jawa Barat,” tambahnya.

Tidak sedikit pengunjung yang datang hanya untuk melihat langsung sang gubernur. Meski jadwal kepala daerah membuatnya sulit menyapa setiap tamu secara pribadi, Dedi memastikan sistem pelayanan di rumahnya tetap berjalan. “Hari ini ada yang datang dari Bandung ke Lembur Pakuan ingin ketemu, kakinya bengkak, sedang dirawat dulu. Semua orang yang datang ke Lembur Pakuan, siapa pun dengan tujuan apapun, pasti dilayani dengan baik, diberi makan, dan kita usahakan menyelesaikan problemnya.”

Untuk urusan hukum, Lembur Pakuan dilengkapi posko aduan yang didukung oleh tenaga pengacara. Laporan mulai dari dugaan pelecehan anak di bawah umur, perkara pidana, hingga sengketa lahan langsung diproses di lokasi tersebut. “Di situ ada kantor pengacara yang menangani. Jadi yang bermasalah hukum langsung ditangani oleh pengacara,” jelas Dedi.

Sikap terbuka Dedi terlihat dari kebiasaannya menyediakan ratusan porsi makan setiap hari. “Kita terbuka. Saya setiap hari menyiapkan makan 200 porsi untuk tamu yang datang dengan berbagai kepentingan. Di luar yang wisata ya.” Bahkan bagi pendatang yang kehabisan ongkos, ia tidak segan menanggung biaya perjalanan pulang hingga akomodasi selama berada di Subang.

Kepedulian Dedi kembali ditegaskan. “Yang mengadu nasib, semampu kita pasti menangani. Yang anaknya butuh baju sekolah, yang anaknya butuh biaya nebus ijazah, pasti kita nanganin. Semuanya ditangani dengan baik.” Ia juga menyebut bahwa kemarin telah mengirimkan tiga orang dari Medan melalui pesawat Lion dari Soekarno-Hatta pulang ke Medan. Biaya pesawat, penginapan selama dua hari, dan transportasi pulang ditanggung sepenuhnya olehnya, tanpa menggunakan anggaran APBD.

Belum lama ini, tiga orang dari Papua juga datang ke Lembur Pakuan untuk bertemu Dedi Mulyadi. Mereka menghabiskan dana hingga Rp20 juta. Dengan demikian, Lembur Pakuan bukan hanya wajah lain pariwisata Jawa Barat, tetapi juga ruang solidaritas di mana setiap pengunjung, entah pelancong, pencari keadilan, atau pencari rezeki, diperlakukan sebagai keluarga.

Di tengah hiruk-pikuk ribuan orang yang datang, Dedi Mulyadi memadukan peran pejabat publik dan tuan rumah, menjadikan kediamannya sebagai “destinasi hati” yang menumbuhkan harapan baru bagi siapa saja yang melangkah masuk.