Menasehati Sesama Saudara Dalam Rangkulan Kasih
Dalam perjalanan spiritual kita, sering kali kita menghadapi situasi di mana seseorang yang kita anggap sebagai saudara melakukan kesalahan. Tidak jarang, orang-orang tidak berani untuk menegur karena berbagai alasan seperti rasa malu, takut, atau kasihan. Terlebih jika pelaku kesalahan adalah seseorang yang memiliki posisi penting dalam komunitas atau lingkungan sekitar. Kita mungkin meragukan apakah mereka benar-benar bersalah, sehingga membuat kita enggan untuk menyampaikan teguran.
Namun, Yesus memberikan petunjuk jelas tentang bagaimana kita harus menangani hal ini. Ia mengajarkan bahwa setiap orang dapat memberikan teguran, tetapi tidak semua mampu melakukannya dengan penuh kasih. Nilai utama dari hidup seorang murid Yesus adalah kemampuan untuk menyampaikan teguran dengan kelembutan dan kepedulian. Inilah yang menjadi inti dari ajaran-Nya hari ini.
Yesus berkata, “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengar nasihatmu, engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lain, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika dia tidak mau juga mendengarkan maka sampaikanlah kepada jemaat. Jika dia tidak mau mendengarkan jemaat pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.” (Matius 18:15-17)
Dari kata-kata Yesus ini, kita belajar bahwa teguran bukan sekadar prosedur formalitas, tetapi sebuah proses pendekatan pribadi yang mendalam. Tujuannya bukan untuk menghakimi, melainkan untuk mengingatkan dengan kelembutan dan kepedulian. Teguran yang benar bertujuan untuk menyembuhkan luka-luka yang mungkin telah menghambat iman saudara kita.
Kita perlu memahami bahwa Yesus tidak memperkenankan dosa, tetapi Ia selalu menyambut orang-orang berdosa agar mereka bertobat dan diselamatkan oleh kasih-Nya. Ia berkata, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Lukas 5:32)
Sering kali, kita lebih mudah untuk menghakimi daripada mengasihi. Lebih mudah mencari hukuman daripada memikirkan solusi untuk mendamaikan. Kita juga sering tersulut amarah karena melihat perbuatan dosa seseorang tanpa mempertimbangkan motif-motif tertentu yang mendorongnya. Inilah mengapa teguran harus dilakukan dengan hati yang penuh belas kasihan.
Yesus juga mengingatkan kita untuk tidak terjebak dalam dosa penghakiman. Ia berkata, “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” (Matius 7:3-5)
Dari sabda ini, kita belajar bahwa kita harus lebih dulu memperbaiki diri sendiri sebelum mencoba menegur orang lain. Kita perlu menjaga hati yang bersih dan penuh belas kasihan agar bisa membantu sesama dengan cara yang tepat.
Sabda Tuhan hari ini membantu kita untuk menjadi saudara yang baik bagi semua orang. Banyak kali relasi di dalam komunitas, keluarga, dan tempat kerja berantakan karena kita lebih mudah berbicara tentang orang daripada berbicara dengan orang. Kita lebih mudah menghakimi atau menceritakan dosa saudara kita daripada duduk bersama dan memberi koreksi, membantunya untuk menyesali dosanya, atau berdoa bersama.
Mari kita membawa ajaran Yesus hari ini ke tengah keluarga, komunitas, dan dimanapun kita berada. Sadari selalu akan hati Yesus yang penuh belas kasihan, bukan penghakiman. Kita dipanggil untuk membawa hati-Nya kepada sesama, terutama yang terbelengu dalam dosa. Kita dipanggil untuk membebaskan mereka dari dosa lewat pengampunan, bukan membelenggu mereka dengan penghakiman.
Alasan tertinggi mengapa kita harus berjuang mengampuni adalah karena kasih Yesus yang total bagi kita. Sengsara dan wafat Yesus di kayu salib adalah bukti kasih-Nya yang tidak terbatas, tidak hanya bagi orang benar, tetapi juga bagi orang berdosa.
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk dapat mampu menjadi saudara bagi sesama. Amen.
