PasarModern.com, SAMARINDA —
Di balik warna-warna mencolok yang menghiasi dinding kota Samarinda, Kalimantan Timur terdapat jejak tangan dan imajinasi seorang pria kelahiran 20 April 1988.
Ia adalah Rama Dana, seniman mural yang telah lebih dari satu dekade menumpahkan ekspresi dan pesan sosialnya ke ruang-ruang publik.
Di tengah hiruk-pikuk kota, mural-muralnya hadir sebagai jeda visual, sebagai ajakan untuk berhenti sejenak dan merenungi makna di balik garis dan warna.
“Mural adalah profesi yang saya geluti sejak lulus sekolah, walaupun bakat menggambar itu sendiri sudah saya tekuni sejak kecil,” ungkapnya pada
PasarModern.com
, Minggu (29/6/2025).
Kecintaan Rama Dana pada mural bermula dari videoklip musik hip hop yang ia tonton di MTV semasa SMA.
Baginya, seni jalanan khususnya graffiti dan mural bukan sekadar gambar di tembok, melainkan bentuk ekspresi yang langsung bersentuhan dengan publik, dapat dinikmati tanpa batas ruang dan biaya.
Tahun 2006 silam menjadi tonggak awalnya. Saat itu, ia memberanikan diri menggambar tembok gang.
“Iseng-iseng aja,” kenangnya.
Tapi dari keisengan itulah, langkahnya terus berlanjut hingga kini mural bukan hanya menjadi panggilan jiwa, tetapi juga sumber penghasilan dan eksistensi seniman jalanan di ibu kota Kalimantan Timur.
Karya-karya Rama Dana tidak hanya kuat dari sisi visual, tetapi juga sering kali menyimpan pesan atau kesan yang subtil.
Baginya, proses kreatif bermula dari ide yang terlintas di kepala, dituangkan dalam sketsa kasar, lalu dikembangkan di atas dinding, diakhiri dengan sentuhan detail pada proses finishing.
“Inspirasi datang dari mana aja. Dari film, video musik, bahkan cerita masa kecil. Saya suka menghidupkan kembali memori-memori itu lewat mural,” ujarnya.
Namun, pecinta menu lalapan, soto banjar, dan bakso ini menegaskan bahwa tidak semua mural harus memiliki filosofi berat.
Justru lewat kejujuran visual itulah ia merasa mampu menyampaikan lebih banyak, bahkan ketika tidak ada kata-kata.
“Yang penting ide yang ada di kepala bisa dituang dengan ciri khas saya. Karakter gambar itu identitas saya,” katanya tegas.
Sebagai seniman yang beraktivitas di ruang terbuka, Rama Dana kerap menjadikan mural sebagai sarana menyampaikan kritik sosial.
Isu-isu seperti banjir Samarinda tak jarang muncul dalam visualnya.
“Masih banyak sebenarnya pesan yang ingin saya sampaikan lewat mural. Karena dinding kota bisa bicara, dan saya ingin membantu mereka berbicara,” ujarnya.
Dari sekian banyak mural yang ia buat, salah satu yang paling tak terlupakan adalah saat iseng menggambar di tembok pemakaman.
Bukan karena sensasinya, tapi karena pengalaman itu menyadarkan bahwa tidak ada batas bagi seni ketika niatnya tulus dan pesannya kuat.
“Hampir semua mural itu berkesan, tapi yang paling susah dilupakan adalah menggambar di tembok kuburan,” tuturnya.
Meski mural kadang diidentikkan dengan aksi liar, Rama Dana justru menekankan pentingnya izin dari pemilik tembok sebagai bentuk etika dalam berkarya.
“Tantangan terbesar sejauh ini? Gak ada sih. Yang penting sudah dapat izin,” candanya.
Respon masyarakat pun luar biasa.
Rama Dana bercerita bahwa tak sedikit yang justru meminta secara personal agar rumah atau tempat usaha mereka dijadikan kanvas.
Menurutnya, dukungan terhadap seniman mural di Samarinda sangat terasa, bahkan hingga ke level komunitas dan pemerintah.
Di tingkat provinsi, perkembangan seni mural di Kalimantan Timur juga dinilai cukup pesat.
Agenda tahunan menggambar bareng di ruang publik menjadi ajang unjuk karya sekaligus ajang solidaritas antar seniman.
Sebuah pergerakan akar rumput yang terus tumbuh dari kreativitas kolektif.
“Banyak yang ngasih tembok kosong buat digambar. Itu bentuk dukungan nyata. Saya juga beberapa kali ikut proyek kolaborasi dengan organisasi dan instansi,” jelasnya.
Ketika ditanya tentang harapan ke depan, Rama Dana tak berbicara tentang prestasi atau pengakuan pribadi.
Ia justru membayangkan semakin banyak seniman jalanan yang lahir dan bebas berkarya di ruang publik.
“Saya berharap tidak ada lagi batasan atau larangan. Jalanan itu ruang bersama, dan seni harus hadir di sana,” pungkasnya. (*)
