Rahasia Biksu Buddha Menghadapi Nyeri Tanpa Kesakitan

Posted on

Menghadapi Nyeri dengan Kedamaian: Pelajaran dari Buddhisme

Hidup dengan rasa sakit yang tak pernah berakhir mungkin terdengar seperti mimpi buruk. Namun, bagi sebagian orang, ini adalah kenyataan sehari-hari. Data menunjukkan bahwa sekitar 10 persen populasi dunia mengalami nyeri kronis. Di Amerika Serikat saja, biaya pengobatan untuk kondisi ini bahkan lebih besar dibandingkan penanganan diabetes dan kanker bersama-sama. Pertanyaan muncul: Apakah kita bisa merasakan sakit tanpa harus menderita? Jawabannya, ternyata bisa.

Chris Hemsworth dan Jalan Menuju Kesembuhan

Aktor Chris Hemsworth, yang dikenal sebagai pemeran Thor, juga telah lama berjuang dengan sakit punggung kronis. Dalam serial dokumenter Limitless: Live Better Now, ia melakukan perjalanan ke Korea Selatan untuk mencari cara menghadapi rasa sakit bukan hanya sebagai tantangan, tetapi juga sebagai bagian dari proses belajar. Ia bertemu dengan para biksu, ilmuwan, dan praktisi yang menggabungkan sains modern dengan kearifan kuno. Salah satu tokoh yang memengaruhi dirinya adalah BJ Miller, dokter paliatif sekaligus ahli nyeri.

Miller menjelaskan bahwa dalam Buddhisme, membedakan antara rasa sakit dan penderitaan adalah inti dari pengertian tentang hidup. “Itu cara teruji untuk hidup dengan apa yang tidak bisa kita kendalikan,” ujarnya.

Belajar Bersahabat dengan Sakit

Dalam ajaran Buddhisme, penderitaan dianggap sebagai bagian dari kehidupan. Namun, yang penting adalah cara kita menyikapinya. Alih-alih melawan, kita diajak untuk melihat rasa sakit sebagai sesuatu yang sementara. Hal ini ditegaskan oleh Jeong Yeo, seorang biksu yang kini menjabat Patriark Agung Kuil Beomeosa di Korea. Ia berkata, “Dalam Buddhisme, kita tidak mencoba menghindari penderitaan. Kita belajar melihatnya sebagaimana adanya.”

Kisah pribadinya menguatkan ajaran ini. Suatu ketika, Yeo terjatuh di kuil dan mengalami cedera parah pada kepala. Bukannya larut dalam rasa sakit, ia memilih untuk memusatkan perhatian pada pikirannya. “Saya menyadari bahwa pikiran saya tetap damai, tidak terusik meski tubuh saya sakit. Di situlah saya memahami perbedaan antara rasa sakit dan penderitaan.”

Meditasi: Jalan Masuk ke Kedamaian

Buddhisme Korea atau Seon Buddhism (mirip dengan Zen) mengajarkan berbagai praktik seperti meditasi, sujud, kontemplasi, hingga doa. Semua itu bukan hanya soal mencari ketenangan, tetapi juga menyelami inti dari keberadaan. Miller menggunakan perumpamaan sederhana untuk menjelaskannya: “Rasa sakit itu seperti tamu tak diundang. Kalau dia tidak mau pergi, lebih baik ajak duduk dan cari cara untuk bisa hidup berdampingan.”

Salah satu praktik yang dijalani Hemsworth adalah meditasi sujud—membungkukkan tubuh lebih dari 100 kali dalam satu sesi. Meskipun melelahkan dan bahkan menyakitkan, justru di situlah kuncinya: menyadari bahwa sakit adalah bagian dari pengalaman, bukan musuh.

Apa Kata Sains?

Ajaran-ajaran ini ternyata juga menarik perhatian ilmuwan. Studi 2014 menemukan bahwa pasien migrain yang ikut meditasi loving kindness selama 20 menit mengalami penurunan rasa sakit hingga 33% dan berkurangnya ketegangan hingga 43%. Studi 2024 menunjukkan bahwa meditasi benar-benar mengubah struktur dan fungsi otak. Eksperimen fMRI menunjukkan bahwa meditator Zen memiliki otak yang lebih tenang saat merasakan nyeri dibandingkan orang yang tidak bermeditasi.

Selain itu, mindfulness diyakini dapat memperkuat imun, memperbaiki kualitas tidur, hingga menurunkan risiko pikiran negatif yang mengganggu.

Bagaimana Memulainya?

Tidak perlu langsung pergi ke kuil untuk mulai berlatih. Yeo menyarankan latihan sederhana seperti merasakan napas saat perjalanan ke kantor, atau ketika marah, menerima emosi itu apa adanya. Ia juga menekankan pentingnya berbicara lembut pada diri sendiri.

“Akhiri hari dengan berkata: ‘Hari ini berat. Kamu baik-baik saja? Kamu sudah berusaha sebaik mungkin.’ Itu juga bentuk welas asih ala Buddhisme.”

Menemukan Ruang Damai dalam Dirimu

Rasa sakit memang nyata, tapi penderitaan adalah cara kita memaknainya. Dengan bersahabat pada pikiran—bahkan pada rasa sakit itu sendiri—kita bisa menemukan ruang damai yang selalu ada di dalam diri. Seperti kata BJ Miller, “Rasa sakit hanyalah satu aspek dari keberadaan. Ada begitu banyak hal lain yang lebih layak mendapat perhatian kita.”