Publik Bandingkan Tom Lembong dan Nadiem, Kejagung Bersikap Hati-Hati

Posted on

Kejaksaan Agung Menyelidiki Keterlibatan Nadiem Makarim dalam Kasus Korupsi Pengadaan Chromebook

Kejaksaan Agung sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan keterlibatan mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, dalam kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Meski nama Nadiem disebut dalam konstruksi perkara, ia masih berstatus sebagai saksi. Sementara itu, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini.

Dalam penyidikan, Kejaksaan Agung mengumpulkan berbagai bukti, termasuk dokumen, keterangan saksi, dan fakta hukum, untuk memastikan apakah Nadiem memiliki tanggung jawab pidana dalam kasus ini. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menyatakan bahwa penyidik sedang memperkuat bukti sebelum menentukan tindakan lebih lanjut.

Anang menjelaskan bahwa proses hukum harus berlandaskan fakta dan tidak terpengaruh oleh opini publik. Ia menekankan bahwa kejaksaan akan tetap profesional dalam menangani kasus ini. “Kami tidak berdasarkan kepada opini-opini, tapi berdasarkan fakta-fakta hukum,” ujarnya.

Beberapa pihak yang ditetapkan sebagai tersangka antara lain mantan Staf Khusus Nadiem Makarim, Jurist Tan; mantan Konsultan Kemdikbud, Ibrahim Arief; serta dua direktur sekolah dari Kemdikbud. Kejaksaan juga sedang mendalami peran Nadiem dalam kasus ini, termasuk investigasi terkait investasi Google ke Gojek, perusahaan yang didirikan oleh Nadiem.

Pertemuan antara Nadiem dengan pihak Google, Putri Ratu Alam dan Muriel Makarim, pada Februari dan April 2020 disebut sebagai awal keterlibatan Google dalam pengadaan Chromebook senilai Rp 9,3 triliun. Setelah pertemuan tersebut, Jurist Tan menindaklanjuti pembahasan teknis dengan Google.

Selain itu, Kejaksaan Agung juga memeriksa kajian teknis yang dilakukan dalam pengadaan Chromebook. Dalam kajian pertama yang terbit pada April 2020, rekomendasi menggunakan Windows muncul. Namun, setelahnya muncul kajian review pada Juni 2020 yang mengunggulkan Chromebook. Ibrahim Arief, yang menjadi anggota dalam kajian review tersebut, disebut turut memengaruhi keputusan pemilihan produk Google.

Kasus ini merugikan negara sebesar Rp 1,9 triliun. Pengadaan program digitalisasi pendidikan ini menggunakan anggaran APBN dan DAK. Kejaksaan Agung mengungkap bahwa ada indikasi kongkalikong antara para tersangka agar pengadaan barang digitalisasi pendidikan mengarah pada produk tertentu.

Saat ini, penyidik masih terus mengumpulkan data dan fakta hukum. Meskipun hasil pemeriksaan belum diungkapkan ke publik, Kejaksaan Agung tetap menjaga profesionalisme dalam proses penyidikan. Masyarakat dan netizen dapat memberikan informasi, namun kejaksaan tetap berpegang pada fakta hukum.

Dalam penanganan kasus ini, Kejaksaan Agung menunjukkan komitmen untuk menuntaskan perkara secara transparan dan adil. Proses hukum harus berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa tekanan eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa kejaksaan tidak hanya memperhatikan aspek hukum, tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.