Rumah Sakit AR Bunda Jadi Sorotan Setelah Walikota Marah
Rumah Sakit AR Bunda yang berada di Kelurahan Gunung Ibul Barat, Kecamatan Prabumulih Timur, Sumatera Selatan, kini menjadi perhatian publik. Sebuah rumah sakit swasta yang telah beroperasi sejak tahun 1995 ini mendadak viral setelah kejadian yang melibatkan Walikota Prabumulih, H Arlan. Kejadian ini memicu banyak pertanyaan tentang kualitas layanan medis yang diberikan oleh rumah sakit tersebut.
Sebelumnya, Walikota H Arlan dikabarkan marah besar saat mengunjungi Rumah Sakit AR Bunda. Ia datang bersama istri dan membawa anak kandungnya yang mengalami luka serius di bagian kepala. Namun, menurut informasi yang beredar, pihak rumah sakit tidak memberikan respons cepat atau pelayanan yang memadai. Hal ini membuat H Arlan merasa kecewa dan kesal.
Kejadian ini terjadi pada hari Jumat (25/7/2025). Anak H Arlan membutuhkan penanganan darurat dan harus segera dioperasi. Namun, menurut laporan, dokter bedah yang bertugas menolak untuk melakukan operasi malam itu dan menyarankan agar dilakukan esok pagi. Meskipun demikian, H Arlan dan istri memilih membawa anaknya ke Rumah Sakit Pertamina Prabumulih karena khawatir dengan kondisi yang semakin memburuk.
Di Rumah Sakit Pertamina, pelayanan dinilai lebih cepat dan profesional. Anak H Arlan langsung ditangani oleh tim medis dan berhasil menjalani operasi dengan baik. Operasi tersebut memerlukan 12 jahitan dan berjalan lancar.
Walikota Prabumulih, H Arlan, membenarkan kejadian tersebut ketika konfirmasi dari wartawan. Ia menyatakan bahwa hal tersebut benar terjadi. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kota Prabumulih, Djoko Listyano, juga membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya, pihaknya sedang melakukan investigasi terkait penghambatan pelayanan yang terjadi.
Menurut informasi yang didapat, alasan dokter bedah menolak operasi malam itu adalah karena ingin bius diberikan secara sempurna. Namun, hal ini tidak dapat diterima oleh H Arlan dan istri, sehingga mereka memutuskan untuk mencari layanan di tempat lain.
Humas RS AR Bunda, Martini, beberapa kali dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp, tetapi tidak mengangkat panggilan dari media. Hal ini menambah keraguan tentang transparansi dan tanggung jawab pihak rumah sakit dalam menangani situasi darurat.
Profil Rumah Sakit AR Bunda
RS AR Bunda telah beroperasi selama 30 tahun dan dikenal memiliki fasilitas lengkap serta pelayanan modern. Berdiri pada tahun 1995, awalnya rumah sakit ini bernama Rumah Bersalin Anita dengan kapasitas 24 tempat tidur. Pada tahun 1996, fasilitas ini berkembang menjadi Rumah Sakit Anak dan Bersalin Bunda Prabumulih dengan kapasitas 41 tempat tidur.
Tahun 2007 menjadi momen penting dalam sejarahnya ketika rumah sakit ini berubah status menjadi Rumah Sakit Umum Swasta dengan nama RS AR Bunda Prabumulih. Kapasitasnya meningkat menjadi 91 tempat tidur. Sejak saat itu, RS AR Bunda terus berinovasi untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik.
Pada tahun 2006, manajemen RS AR Bunda memulai pembangunan gedung baru di atas lahan seluas 28.000 m². Bangunan baru ini selesai dan dioperasikan pada tanggal 9 Mei 2008 dengan konsep modern “Hotel Style Hospital” yang nyaman dan elegan.
Hingga kini, RS AR Bunda memiliki total 150 tempat tidur, yang terdiri dari berbagai kelas ruang perawatan seperti Kamar President Suite, Kamar VVIP, Kamar VIP, Kamar Kelas I, Tempat Tidur Kelas II, Tempat Tidur Kelas III, Tempat Tidur Isolasi, Tempat Tidur HCU, Tempat Tidur Neonatus, Tempat Tidur ICU, dan Tempat Tidur NICU.
Tantangan dan Kritik
Meskipun memiliki fasilitas lengkap dan reputasi yang baik, kejadian ini menunjukkan adanya kekurangan dalam pelayanan darurat yang diberikan. Terlebih, kasus ini melibatkan pejabat tinggi, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang standar pelayanan dan tanggung jawab rumah sakit.
Dalam situasi darurat, setiap detik sangat berharga. Penundaan penanganan bisa berdampak buruk pada kondisi pasien. Oleh karena itu, penting bagi rumah sakit untuk memiliki sistem pelayanan yang cepat dan efisien, terutama dalam menangani kasus-kasus darurat.
Kasus ini juga menjadi pelajaran penting bagi semua pihak terkait, termasuk pengelola rumah sakit, untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan dan responsif terhadap kebutuhan pasien.


