Profil Dr. Marwan Al-Sultan, Dirut RS Indonesia di Gaza yang Gugur Akibat Bom Israel

Posted on


PIKIRAN RAKYAT

– Dr. Marwan Al‑Sultan, Direktur Rumah Sakit Indonesia (Indonesia Hospital), bersama istri dan keluarganya syahid dalam serangan udara Israel Penjajah pada Rabu, 2 Juli 2025, setelah bom menghantam permukiman di barat daya kota tersebut.

Dr. Marwan dikenal sebagai salah satu dokter spesialis jantung terakhir di Gaza, yang menjadi kunci dalam menangani ribuan pasien sejak agresi Israel Penjajah pada Oktober 2023.

Ia aktif menyuarakan kekerasan terhadap fasilitas medis dan menolak tuduhan Israel Penjajah bahwa rumah sakitnya dipakai basis Hamas.

Lahir di Jalur Gaza, ia ditugaskan sebagai direktur sejak 2016 dan menjadi pilar medis di rumah sakit hasil kerja sama MER‑C dan Muhammadiyah ini.

Di tengah blokade Israel Penjajah, ia sempat beberapa kali menuntut bantuan internasional:

“Yang kami butuhkan dari Indonesia dan rakyatnya adalah tekanan kepada Israel Penjajah agar menerapkan gencatan senjata,” demikian pernyataan lisannya.

Laporan resmi Kementerian Kesehatan Gaza menegaskan bahwa Dr. Marwan dan keluarganya menjadi korban langsung dari serangan dini hari. Aksi ini disebut-sebut sebagai bagian dari strategi sistematis untuk memburu petugas medis.

Kematian Dr. Marwan menjadi “kerugian besar bagi masa depan kesehatan Gaza”, menurut Healthcare Workers Watch. Sementara The Guardian dan Al Jazeera menyebut dr. Marwan sebagai ahli jantung terakhir di Jalur Gaza.

Mahkamah Pidana Internasional atas ini telah mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi pemimpin Israel Penjajah atas dugaan kejahatan perang dan genosida di ICJ.

Jejak perjuangan Dr. Marwan, dari gedung operasi dan gawat darurat, hingga panggilan internasional, akan menjadi simbol abadi keteguhan kemanusiaan.

Ia memilih tetap di Gaza, tengah penerbangan bom dan tembakan, hingga pada akhirnya menjadi salah satu martir dunia medis Palestina.

Dampak Syahidnya Dr. Marwan

Wafatnya Dr. Marwan Al-Sultan tak hanya menandai gugurnya sosok medis ternama, tetapi juga memperparah sistem pelayanan kesehatan yang sudah nyaris runtuh di Gaza.

Sepanjang konflik sejak Oktober 2023, lebih dari 1.400 tenaga medis tewas di Jalur Gaza, termasuk 70 orang dalam 50 hari terakhir saja.

Rumah Sakit Indonesia yang dipimpinnya menjadi salah satu dari sedikit fasilitas kesehatan yang masih beroperasi di wilayah utara, melayani sekitar 150.000 warga Beit Lahia dan sekitarnya.

Namun, krisis harian di RS sangat berat. sehingga Dr. Marwan pernah memperingatkan, “We are in the red zone (kami berada dalam kondisi sangat genting!).”

Ia merujuk pada kekurangan bahan bakar dan perlengkapan medis, yang menurutnya bisa menyebabkan “kelemahan fatal pada operasi vital seperti dialysis.”

Ia bahkan menyatakan bahwa puluhan pasien di Gaza terancam hidupnya setelah listrik dan suplai bahan bakar diputus. Rumah sakit juga sempat dikepung oleh drone, tank, dan tembakan langsung ke ICU.

Kemarin malam, serangan terakhir menghantam rumah keluarga Dr. Marwan, sekaligus menewaskan istri dan anak-anaknya.

Gaza Health Ministry menyimpulkannya sebagai bagian dari pola yang disengaja, ditujukan untuk melemahkan layanan medis dan menciptakan terror sistematis terhadap petugas Kesehatan.

Secara global, lembaga seperti Healthcare Workers Watch, WHO, dan berbagai organisasi hak asasi menyatakan serangan ini termasuk potensi kejahatan perang, karena melanggar konvensi internasional yang melindungi fasilitas medis dan tenaga Kesehatan.

Pemerintah dan organisasi kemanusiaan dunia kini digerakkan oleh tragedi Dr. Marwan, mendesak pembentukan zona aman kesehatan dan investigasi independen terkait serangan ini. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *