Penjelasan Produser Film “Merah Putih One for All” Mengenai Biaya Produksi dan Kritik yang Muncul
Film animasi berjudul Merah Putih One for All telah menjadi topik hangat di media sosial, terutama karena kualitas animasinya yang dinilai tidak sesuai dengan standar film bioskop. Beberapa warganet juga menyebarkan isu bahwa film ini didanai oleh pemerintah hingga senilai Rp 6,7 miliar. Namun, produser sekaligus sutradara, Erdianto, akhirnya memberikan klarifikasi mengenai hal tersebut.
Tidak Ada Dana dari Pemerintah
Erdianto menjelaskan bahwa isu dana sebesar Rp 6,7 miliar dari pemerintah adalah hanya kabar burung. Ia menegaskan bahwa film ini diproduksi tanpa bantuan finansial dari pihak mana pun. “Kami tidak ada biaya sepeser pun dari pemerintah,” ujarnya. Menurutnya, proyek ini dilakukan secara mandiri, bukan melalui pengumpulan dana, tetapi lebih pada kerja sama dan dedikasi para kreator.
Berbasis Idealisme dan Keinginan untuk Edukasi
Menurut Erdianto, tujuan utama dari pembuatan film ini adalah untuk menciptakan tayangan khusus perayaan 17 Agustus yang cocok untuk anak-anak. “Kami ingin mengedukasi anak-anak tentang nilai-nilai kebangsaan melalui cerita dan visual yang sederhana,” katanya. Ia menambahkan bahwa seluruh tim bekerja berdasarkan visi bersama, tanpa memikirkan angka atau pendapatan.
Fokus pada Pengembangan Visual dan Narasi
Meski biaya produksi terbatas, Erdianto mengatakan bahwa fokus utama adalah pada pengembangan narasi dan visual. “Biaya terbesar kami digunakan untuk DCP (Digital Cinema Package) dan poster,” jelasnya. Meskipun kualitas animasi sempat dikritik, ia tetap merasa bangga dengan hasil akhirnya. “Walaupun ada pro dan kontra, kami tetap bangga karena ini sumbangsih kami sebagai pekerja kreatif.”
Respons Terhadap Reaksi Netizen
Beberapa netizen meremake animasi film ini menggunakan AI agar terlihat lebih mulus. Erdianto menganggap hal ini sebagai tanda bahwa banyak orang peduli. “Bagus, artinya mereka notice. Jika mereka mampu, silakan eksekusi dan berikan kontribusi untuk proklamasi tahun depan,” tambahnya.
Klarifikasi Mengenai Karakter dalam Film
Terdapat isu bahwa karakter dalam film ini dibeli dari platform luar negeri atau menjiplak karya orang lain. Erdianto membantah hal tersebut. “Semua animasi kami sudah digital, dan karakter-karakternya dibuat sendiri dengan diskusi antar tim,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa semua desain karakter berasal dari ide dan kreativitas internal tim.
Tantangan dalam Menyodorkan Film ke Bioskop
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah penolakan awal dari pihak XXI. Meskipun tidak ditolak secara langsung, film ini diminta direvisi terlebih dahulu. Erdianto mengaku tetap gigih dan memilih untuk menayangkan film ini di beberapa layar awal. “Kami hanya ambil 6 layar karena keterbatasan biaya,” ujarnya.
Kerjasama dengan CGV dan Cinepolis
Meski CGV dan Cinepolis menawarkan layar di luar pulau, Erdianto mengaku belum bisa memenuhinya karena keterbatasan anggaran. Ia juga meminta maaf kepada kedua perusahaan tersebut. “Kami sangat disayangkan harus berjuang sendiri tanpa dukungan dari organisasi besar,” tambahnya.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, film Merah Putih One for All tetap menjadi contoh nyata semangat kreatif dan idealisme para kreator Indonesia.
