Kenaikan PBB di Kota Pekanbaru dan Tingginya Angka Perceraian di Riau
Kota Pekanbaru kembali menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir, baik terkait kebijakan pajak yang menimbulkan pro dan kontra, maupun tingginya angka perceraian. Dua isu ini memicu perhatian masyarakat dan pihak berwajib untuk segera mencari solusi yang tepat.
Wali Kota Pekanbaru Tanggapi Kenaikan PBB
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di wilayah perkotaan Pekanbaru mengalami kenaikan signifikan, hingga mendekati 300 persen. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan masyarakat, terutama mereka yang merasa beban ekonomi semakin berat. Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, memberikan respons terhadap isu ini.
Menurutnya, kebijakan kenaikan PBB tidak dilakukan selama masa kepemimpinannya. Ia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut telah diambil sebelumnya oleh pemerintah daerah sebelumnya. Meski begitu, ia mengaku tidak tinggal diam dan berupaya agar pajak tersebut bisa diturunkan jika memungkinkan.
Agung menegaskan bahwa penurunan tarif pajak bukanlah hal yang mudah dilakukan. Ia mencontohkan kebijakan penurunan tarif parkir yang lebih fleksibel dibandingkan dengan PBB. Namun, ia tetap berkomitmen untuk melakukan kajian lanjutan guna menata ulang sistem pajak daerah, termasuk PBB sektor perkotaan dan tarif parkir.
Ia juga menilai bahwa kenaikan PBB saat ini kurang sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat Pekanbaru. Meski demikian, ia menyatakan bahwa kebijakan tersebut telah disahkan melalui proses yang sah, yaitu melalui Peraturan Daerah (Perda) yang ditetapkan pada awal tahun 2024.
“Saya tidak bisa membatalkan kebijakan ini begitu saja. Harus ada pembahasan kembali,” ujarnya.
Tingginya Angka Perceraian di Riau
Selain masalah pajak, Provinsi Riau juga menghadapi tantangan serius terkait tingginya angka perceraian. Data dari Pengadilan Agama Pekanbaru menunjukkan bahwa jumlah perceraian meningkat secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Dalam periode Januari hingga Juli 2025, tercatat sekitar 200 perkara cerai talak yang diajukan oleh suami, sementara jumlah cerai gugat yang diajukan oleh istri mencapai 924 perkara. Dari data tersebut, terlihat bahwa kebanyakan kasus perceraian berasal dari perempuan.
Usia terbanyak yang mengajukan perceraian adalah perempuan berusia 31-40 tahun dengan total 375 perkara. Diikuti oleh usia 41-50 tahun sebanyak 235 perkara, usia 21-30 tahun sebanyak 232 perkara, serta usia di atas 51 tahun sebanyak 80 perkara.
Sementara itu, untuk kasus cerai talak, mayoritas diajukan oleh laki-laki usia 31-40 tahun sebanyak 102 kasus. Diikuti oleh usia 41-50 tahun sebanyak 61 perkara, usia 21-30 tahun sebanyak 37 perkara, serta 35 kasus dari kelompok usia di atas 51 tahun.
Faktor utama penyebab perceraian antara lain adalah perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga. Faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebab utama keretakan hubungan pasangan. Selain itu, pengaruh media sosial dan gaya hidup yang tidak sejalan antar pasangan turut memperparah konflik.
Pasangan muda, terutama yang berusia 24-29 tahun, dinilai rentan mengalami perceraian karena kurangnya kematangan emosional dan kesiapan membangun rumah tangga. Tekanan finansial yang semakin berat juga menjadi faktor penting yang memicu stres dalam hubungan suami-istri.
Pengadilan Agama menyarankan agar masalah rumah tangga lebih dahulu diselesaikan melalui mediasi dan bimbingan, bukan langsung menuju proses hukum. Namun, banyak pasangan memilih jalur perceraian tanpa melalui pendampingan yang memadai.
Tantangan Masa Depan
Lonjakan perceraian ini menjadi tantangan bagi pemerintah, lembaga keagamaan, dan masyarakat untuk memperkuat ketahanan keluarga. Edukasi pranikah, pendampingan, serta penguatan nilai-nilai keluarga menjadi langkah penting agar rumah tangga dapat bertahan di tengah tekanan zaman.
Sebelumnya, angka perceraian di Provinsi Riau pada tahun 2024 terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, total perceraian yang terjadi di 12 kabupaten/kota mencapai 8.085 kasus. Angka ini terdiri dari 6.388 kasus cerai talak dan 1.697 kasus cerai gugat.
Beberapa daerah seperti Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, dan Kota Pekanbaru memiliki angka perceraian tertinggi. Di Kota Pekanbaru sendiri, tercatat 1.239 kasus cerai talak dan 361 kasus cerai gugat, sehingga total perceraian mencapai 1.600 perkara.
Angka ini menunjukkan bahwa masalah perceraian masih menjadi isu serius yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak.


