Penangkapan Dua Korban Perdagangan Orang di Bandara Sam Ratulangi
Setelah berhasil menggagalkan rencana pengiriman dua orang korban dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke luar negeri, Polsek Kawasan Bandara Sam Ratulangi secara resmi menyerahkan kedua korban tersebut ke Balai Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sulawesi Utara (Sulut). Kedua korban yang ditangkap adalah ERJ (24 tahun) asal Kota Bitung dan AM (25 tahun) dari Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Berdasarkan koordinasi antara pihak kepolisian dan BP3MI Sulut, keduanya akan diberikan pendampingan serta fasilitasi pemulangan ke daerah asal masing-masing sesuai alamat domisili. Proses ini dilakukan untuk memastikan keamanan dan perlindungan bagi para korban sebelum kembali ke keluarga mereka.
Kapolsek Kawasan Bandara Sam Ratulangi, Ipda Masry, menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bentuk sinergi antara Polri dan BP3MI dalam melindungi calon pekerja migran yang menjadi korban perekrutan ilegal. Ia menegaskan bahwa pencegahan bukanlah akhir dari upaya, tetapi bagian dari proses berkelanjutan agar para korban dapat kembali ke keluarga dengan aman.
“Kami berterima kasih kepada BP3MI Sulut yang akan mendampingi proses pemulangan pada Selasa 26 Agustus 2025,” ujar Ipda Masry.
Kanit Reskrim Polsek Bandara Sam Ratulangi, Aipda Sandy Pratama Panelewen, menjelaskan bahwa kedua korban telah diserahkan ke BP3MI pada hari Senin kemarin. Mereka hanya tidur semalam di polsek sebelum diberikan keterangan lebih lanjut terkait identitas perekrut.
Penyelidikan terhadap perekrut bernama Else Taere masih terus dikembangkan untuk mengungkap jaringan perekrutan ilegal yang lebih luas. Berdasarkan pengakuan ERJ, ia dan AM direkrut oleh perempuan bernama Else. Untuk bisa berangkat ke luar negeri, ERJ dan ibunya rela menjual motor satu-satunya. Uang hasil penjualan motor sebesar Rp 2,5 juta dibagi antara ERJ dan ibunya. ERJ mengambil Rp 1,5 juta untuk biaya transportasi online, makan, dan penginapan di Manado sebelum cek in di Bandara Sam Ratulangi.
ERJ mengaku bahwa keputusan untuk menjual motor itu didasari restu dari ibunya. Ia berjanji akan membelikan mobil untuk ibunya setelah mendapatkan gaji. Namun, belum sempat bekerja, ERJ malah diamankan oleh aparat kepolisian. Ia diduga menjadi korban TPPO dengan modus tawaran pekerjaan di luar negeri.
ERJ dan AM direkrut melalui perantara teman dengan janji gaji besar sebesar Rp 11 juta per bulan. Mereka mengaku akan bekerja di Thailand. Menurut keterangan korban, proses rekrutmen dilakukan secara berjenjang dari teman ke teman. Mereka diarahkan masuk ke grup percakapan bernama Hollyday yang berisi enam orang. Grup tersebut digunakan untuk mengatur keberangkatan dan menyiapkan dokumen.
Para korban juga diwajibkan membeli perlengkapan seperti koper, sepatu, dan kemeja dengan harga yang sudah ditentukan perekrut. Barang-barang tersebut bahkan dibelikan oleh pihak yang disebut HRD. Sepatu dihargai Rp 250 ribu, koper Rp 300 ribu, dan kemeja Rp 70 ribu. Para korban diminta untuk menganggap perjalanan sebagai liburan.
Selain itu, mereka dijanjikan fasilitas tempat tinggal, makan tiga kali sehari, hingga bonus jika berhasil merekrut anggota baru. Operasional kerja berlangsung dari pukul 09.00 hingga 22.00 waktu setempat dengan dua hari libur setiap bulan. Namun, informasi mengenai pekerjaan sebenarnya sangat minim.
“Kalau saya tahu itu scam, saya tidak akan berangkat,” kata AM. BP3MI Sulawesi Utara memastikan kedua korban telah dipulangkan dan difasilitasi. Modus kasus ini serupa dengan kasus sebelumnya, yaitu direkrut lewat media sosial, dijanjikan gaji besar, dan diberangkatkan seolah-olah liburan.
Masyarakat diimbau untuk tidak mudah percaya tawaran kerja di luar negeri dengan gaji tinggi. Pastikan keberangkatan melalui agen resmi. Jika ada informasi mencurigakan, segera laporkan ke kepolisian atau BP3MI.
Keduanya dicegat oleh Polsek Bandara Sam Ratulangi saat bersiap terbang dengan maskapai Batik Air tujuan Jakarta, untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke luar negeri. Berdasarkan berita acara permintaan keterangan (BAPK), ERJ mengaku direkrut oleh seorang perempuan bernama Else Taere, yang menjanjikan pekerjaan di Thailand. Ia diminta mengurus perjalanan bersama AM, yang disebut sebagai pacarnya. ERJ dijanjikan gaji besar dan dibujuk melalui WhatsApp dan Telegram.
Tiket penerbangan dan akomodasi telah diatur oleh perekrut. Namun, keberangkatan mereka berhasil digagalkan aparat kepolisian. “Kami dijanjikan dapat gaji Rp 11 juta per bulan,” kata ERJ. Hal senada diungkapkan AM. Ia menyebut rencananya berangkat bersama ERJ ke Jakarta sebagai transit sebelum ke Thailand. Keduanya mengaku baru mengetahui adanya dugaan TPPO setelah ditahan sementara.
Tujuan mereka sebenarnya adalah ke Poipet, bukan Thailand. Kasus ini menambah daftar upaya penyelundupan calon pekerja migran ilegal asal Sulawesi ke luar negeri. Polisi menegaskan akan terus memperketat pengawasan di bandara untuk mencegah praktik perdagangan orang yang kerap menjerat masyarakat dengan iming-iming gaji besar.