Perubahan Penting dalam RUU Haji dan Umrah yang Disahkan
Komisi VIII DPR RI bersama pemerintah telah menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Pembaruan ini akan segera disahkan dalam rapat paripurna, yang rencananya akan digelar hari ini. Pengesahan ini menjadi langkah penting dalam memperbaiki tata kelola haji dan umrah di Indonesia.
Komisi VIII Menyampaikan Persetujuan Secara Bulat
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyampaikan bahwa seluruh fraksi partai politik dan pemerintah secara bulat menyepakati usulan aturan tersebut. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Dalam rapat kerja yang berlangsung beberapa waktu lalu, enam fraksi partai politik yaitu PDIP, Partai Gerindra, PKS, PKB, Partai Demokrat, dan PAN menyatakan dukungan terhadap RUU ini.
Marwan mengungkapkan bahwa pengesahan RUU ini merupakan bentuk keberhasilan kolaborasi antara legislatif dan eksekutif. “Alhamdulillah, semua fraksi dan pemerintah sepakat dengan RUU ini,” ujarnya.
Perubahan Status BP Haji Menjadi Kementerian
Salah satu perubahan utama dalam RUU ini adalah perubahan status Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) menjadi Kementerian. Sebelumnya, lembaga ini dikenal sebagai badan, tetapi kini akan berubah menjadi kementerian. Dengan demikian, BP Haji akan berganti nama menjadi Kementerian Haji.
Petugas Haji Non-Muslim Tidak Diatur Spesifik dalam RUU
Terkait petugas haji daerah, RUU ini tidak secara eksplisit menyebutkan agama petugas haji. Meskipun sempat muncul wacana tentang petugas haji non-muslim, ketentuan tersebut tidak dimasukkan dalam RUU. Singgih Januratmoko, Ketua Panitia Kerja RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah, menjelaskan bahwa pengaturan lebih rinci akan dilakukan melalui peraturan menteri. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan perdebatan di publik.
KBIHU Tetap Dipertahankan
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) tetap dipertahankan dalam RUU baru ini. Langkah ini diambil untuk menghindari masalah dengan pihak Arab Saudi. KBIHU juga diingatkan untuk mengumpulkan jemaah dalam kloter keberangkatan yang sama sesuai Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).
Kuota Haji Tetap Berlaku
Penetapan kuota haji khusus tetap dipertahankan pada angka 8%. Marwan menyampaikan bahwa jika pemerintah mendapatkan tambahan kuota haji, maka akan dibicarakan lebih lanjut oleh Komisi VIII. “Jemaah haji Indonesia tetap dibagi sesuai ketentuan yakni 8% untuk haji khusus dan 92% untuk reguler,” jelasnya.
Pendaftaran Calon Haji Diperbaiki
Beberapa perbaikan juga dilakukan terkait pendaftaran dan keberangkatan calon jemaah haji. Meskipun detailnya belum dijelaskan secara lengkap, Marwan menyatakan bahwa hal ini akan diatur lebih lanjut oleh kementerian terkait.
Integrasi dalam Satu Kementerian
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyambut baik kesepakatan ini. RUU ini akan membentuk satu kementerian yang bertanggung jawab atas seluruh aspek penyelenggaraan haji dan umrah. Selain itu, RUU ini juga menyempurnakan mekanisme dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
Proses Pembentukan Kementerian Haji
Selain itu, Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) sedang meninjau rancangan Peraturan Presiden (Perpres) pembentukan Kementerian Haji dan Umrah. Menteri Hukum hanya bertugas untuk mengharmonisasi RUU ini.
Tanggapan dari Pengusaha Haji dan Umrah
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI (Amphuri) menyambut baik pembentukan Kementerian Haji. Ketua Bidang Humas & Media Dewan Pengurus Pusat (DPP) Amphuri, Abdullah Mufid Mubarok, menyatakan bahwa pelaksanaan haji termasuk kategori bidang usaha berisiko tinggi. Oleh karena itu, ia mendukung rencana pembentukan kementerian ini.
“Semoga lahirnya kementerian ini menjadikan tata kelola penyelenggaraan haji dan umrah menjadi jauh lebih baik lagi untuk kemaslahatan umat,” katanya.