PR GARUT
– Aspirasi pemekaran wilayah di Pulau Dewata terus mengalir, namun hingga pertengahan 2025, belum ada satu pun daerah di Bali yang berhasil menembus tembok tebal moratorium pemerintah pusat. Usulan pembentukan Kota Kuta, Kota Singaraja, dan Kabupaten Buleleng Barat masih berada pada tahap wacana, tanpa satu pun yang berhasil memperoleh Amanat Presiden (Ampres)sebagai syarat dasar proses legislasi.
Antusiasme masyarakat lokal dalam mendorong pemekaran wilayah memang tinggi, terutama untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan, pelayanan publik, dan daya saing kawasan. Namun, realitas politik dan administratif di Jakarta masih belum berpihak pada daerah-daerah pengusul, termasuk Bali.
Kota Kuta: Mengelola Wisata Global dengan Mandiri
Wilayah yang selama ini dikenal sebagai ikon pariwisata Indonesia mencakup Kuta, Kuta Selatan, dan Kuta Utara di Kabupaten Badung tengah diusulkan sebagai Kota Kuta. Tujuan utamanya adalah menciptakan manajemen yang lebih fokus terhadap kawasan wisata internasional seperti Seminyak, Legian, dan Jimbaran.
Dukungan dari DPRD Badung, terutama Fraksi Gerindra, telah disuarakan sejak awal 2024. Namun, hingga kini, belum ada perkembangan signifikan di tingkat pusat.
“Kawasan ini sangat strategis, tapi membutuhkan kelembagaan sendiri agar bisa mengatur pertumbuhan secara berkelanjutan,” ujar salah satu anggota dewan dalam diskusi publik di Kuta.
Singaraja: Calon Kota Pendidikan dan Budaya di Bali Utara
Di wilayah utara Bali, muncul usulan untuk membentuk Kota Singaraja sebagai entitas otonom. Sebagai bekas ibu kota Bali tempo dulu, Singaraja dinilai layak naik status menjadi kota administratif. Dengan luas wilayah yang mencukupi dan populasi padat, Singaraja disebut potensial menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan di kawasan utara Bali.
Meski demikian, proses kajian dari pemerintah daerah baru mencapai tahap awal. Belum ada naskah akademik maupun pengajuan resmi ke Kemendagri, apalagi Ampres dari Presiden.
Buleleng Barat: Memisahkan Wilayah Terluar demi Pemerataan
Usulan Kabupaten Buleleng Barat muncul sebagai respons atas tantangan geografis di wilayah barat Kabupaten Buleleng. Kecamatan seperti Banjar, Seririt, Busungbiu, hingga Gerokgak berada cukup jauh dari pusat pemerintahan di Singaraja.
Tokoh masyarakat setempat menilai pemekaran akan mempercepat pembangunan infrastruktur dan pelayanan kesehatan serta pendidikan. Namun, seperti dua usulan lainnya, Buleleng Barat juga belum tercatat dalam daftar usulan yang direspons secara resmi oleh pusat.
Hoaks Bali Timur dan Realitas Moratorium
Belakangan ini, wacana pembentukan Provinsi Bali Timur juga beredar di media sosial. Namun, baik Gubernur Bali Wayan Koster maupun Anggota DPD RI Arya Wedakarna telah membantahnya.
“Tidak ada dasar hukum maupun pembahasan resmi soal Provinsi Bali Timur. Itu hoaks,” tegas Arya dalam wawancara di Denpasar.
Sementara itu, moratorium pemekaran wilayah yang diberlakukan sejak 2014 masih menjadi penghalang utama. Kementerian Dalam Negeri hingga kini belum mencabut kebijakan tersebut, dan belum ada sinyal kuat bahwa Bali masuk dalam daftar prioritas pemekaran dalam waktu dekat.
Tak Ada Daerah Bali yang Kantongi Ampres
Menurut data terbaru dari Kemendagri hingga April 2025, dari 341 usulan DOB se-Indonesia, belum satu pun yang berasal dari Bali yang berhasil menembus tahap Amanat Presiden (Ampres) sebuah surat resmi dari Presiden RI yang menandai dimulainya proses legislasi pemekaran.
Meskipun wacana pemekaran wilayah di Bali cukup kuat, baik dari sisi aspirasi publik maupun inisiatif pemerintah daerah, realisasinya masih harus melewati jalan panjang. Selama moratorium belum dicabut dan belum ada kebijakan khusus dari pusat, DOB seperti Kota Kuta, Kota Singaraja, dan Buleleng Barat masih akan tetap menjadi harapan yang tertunda. Sementara isu seperti Provinsi Bali Timur harus disaring dengan bijak agar tidak menimbulkan disinformasi di tengah masyarakat.***


