Kritik terhadap Sistem Hukum yang Tidak Adil
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P, Ribka Tjiptaning, menyampaikan pernyataan mengejutkan mengenai sistem hukum di Indonesia. Ia menilai bahwa hukum saat ini belum sepenuhnya adil bagi seluruh rakyat. Pernyataan tersebut disampaikan dalam konteks vonis yang diberikan kepada Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, dalam acara peringatan 29 tahun peristiwa Kudatuli di Kantor DPP PDI-P, Jakarta Pusat, pada Minggu (27/7/2025).
Ribka menegaskan bahwa putusan hakim terhadap Hasto menjadi bukti bahwa sistem hukum masih memihak segelintir pihak yang berkuasa. “Jadi hukum kemarin yang diputuskan oleh hakim pada sekjen itu bukti bahwa hukum belum berpihak kepada semua rakyat. Jadi hukum itu masih patuh pada segelintir penguasa,” ujarnya.
Peringatan tahun ini terasa berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena ketidakhadiran Hasto. Suasana menjadi lebih muram dan tidak seceria seperti biasanya. “Dari kemarin ya, kita beberapa tahun bersama-sama sekjen dan teristimewa tahun kemarin kita meriahkan. Ada drama seperti terjadi penyerangan. Terus kita rally ke Komnas HAM. Tahun ini enggak, makanya tadi aku jadi jalan dari Tugu Proklamasi, satu biar olahraga pagi, kedua kok sedih banget sih,” ungkap Ribka.
Menurut dia, partainya tidak bisa bersuka cita karena Hasto sedang menghadapi tekanan dari sistem hukum yang dinilai tidak adil. “Ya memang prihatin lah, enggak mungkin kita mau hura-hura sekjen kita sendiri masih terintimidasi oleh hukum,” tambahnya.
Ribka juga menyatakan bahwa PDI-P masih menjadi korban dari ketimpangan hukum di Indonesia. “Jadi hukum masih menzalimi PDI Perjuangan. PDI Perjuangan masih dikangkangi oleh hukum, PDI Perjuangan masih dizalimi oleh hukum,” katanya.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa vonis terhadap Hasto adalah bagian dari upaya yang lebih besar untuk menyasar Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri. “Sebenarnya kita tahu, sasaran itu sebenarnya Ibu Mega. Partai ini, Hasto itu kan ada sasaran antara,” ucapnya.
Ribka mempertanyakan dasar putusan hakim yang menghukum Hasto atas tuduhan menghalangi penyidikan dan dugaan suap terkait kasus Harun Masiku. Menurutnya, tuduhan tersebut tidak berdasar karena Hasto tidak terbukti merintangi pemeriksaan maupun terlibat dalam suap. “Dicari-cari salahnya, sudah tahu dia tidak merintangi pemeriksaan. Kalau suap, kan udah tahu Harun Masiku itu yang nyuap ke Wahyu. Kok diginiin Hasto lagi sih?” tanya Ribka.
Pada acara peringatan 29 tahun Kudatuli, DPP PDI-P menggelar serangkaian kegiatan, termasuk tabur bunga di halaman kantor partai yang menjadi lokasi bentrokan berdarah pada 1996 silam. Sejumlah elite partai dan keluarga korban turut hadir dalam acara tersebut.
Peristiwa Kudatuli terjadi pada 27 Juli 1996, saat pengambilalihan paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat. Insiden ini menewaskan 5 orang, melukai 149 orang, serta menyebabkan 23 orang hilang. Kudatuli menjadi sejarah kelam dalam dunia politik Indonesia.
